Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

FLIPMAS Ngayah Siap Dukung BSN Dalam Penerapan SNI

  • Senin, 14 April 2014
  • 1060 kali

 

Menindaklanjuti penandatanganan kerjasama (MoU) antara Badan Standardisasi Nasional dengan Forum Layanan Iptek bagi Masyarakat (FLIPMAS) Indonesia pada akhir Februari 2014 lalu, Pusat Pendidikan dan Pemasyarakatan Standardisasi BSN melakukan edukasi kepada para dosen anggota FLIPMAS ”Ngayah” di Denpasar, Bali (12/04/14). Acara yang diharidi oleh 60an dosen pengabdian masyarakat ini dibuka oleh Gunarso, Sekretaris FLIPMAS Indonesia.

 

Dalam sambutannya, Gunarso menyambut baik kegiatan ini dan sejalan dengan cita-cita FLIPMAS Indonesia untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat dengan meningkatkan taraf hidup melalui pengembangan teknologi. FLIPMAS Indonesia berdiri sejak tahun 2011 ini memiliki tantangan untuk membangun masyarakat untuk pintar dan sejartera melalui berbagai kegiatan untuk menunjang perekonomian rakyat. FLIMAS Indonesia saat ini telah memiliki cabang di 23 provinsi di seluruh Indonesia.

 

Salah satu program dari FLIPMAS adalah menjadi bapak asuh bagi UKM dalam meningkatkan kualitas produknya melalui berbagai ilmu dan teknologi. FLIPMAS “Ngayah” berasal dari bahasa Bali yang memiliki arti bekerja tanpa pamrih yang diketuai oleh I Ketut Widnyana, telah memiliki ratusan UKM yang tersebar di seluruh daerah di Bali.

 

Hadir dalam kesempatan ini, Deputi Bidang Informasi dan Pemasyarakatan Standardisasi BSN, Dewi Odjar Ratna Komala, menyampaikan bahwa kerjasama antara BSN dengan FLIPMAS Indonesia adalah untuk mendukung daya saing produk nasional melaui penerapan standar oleh para pelaku usaha, khususnya UKM yang dibina oleh FLIPMAS Indonesia. Daya saing Indonesia di tahun 2013 meningkat jauh dari tahun sebelumnya. Menurut World Economic Forum, Indonesia naik 12 peringkat menjadi peringkat ke-38 dari sebelumnya di peringkat 50 dunia. Sedangkan di tingkat ASEAN, Indonesia berada di peringkat ke-5 dibawah, Singapura, Malaysia, Brunei, dan Thailand.

 

Lebih lanjut Dewi Odjar menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang membuat daya saing Indonesia meningkat diantaranya: pemberantasan korupsi, reformasi birokrasi, keterbukaan informasi dan penerapan standar. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 sudah didepan mata, jika kita tidak waspada maka Indonesia hanya menjadi penonton saja karena tidak dapat memanfaatkan dampak dari MEA 2015. Saat ini hampir tidak ada satu negara pun yang mampu membuat, memproduksi dan merakit sebuah produk. Ini adalah contoh dari globalisasi secara nyata yang saat ini dihadapi oleh seluruh negara di dunia. Sebagai contoh, sebuah handphone jika diurai dalamnya akan terlihat secara nyata bahwa handphone merupakan produk dari multi negara. Casing-nya di buat di China, Chip memory dibuat di Canada, processor dibuat di Amerika, GPS oleh Inggris, video image processor dibuat oleh Swiss.

 

Indonesia mampu memproduksi produk yang telah berhasil menembus pasar global. Sebagai contoh, ban mobil “GT” yang diekspor ke 80 negara, kapal produksi PT. PAL yang menjadi terbaik di kelas double skin bulk, pelumas Pertamina yang dipakai di 26 negara (pemenang SNI Award 2013), Polytron yang telah dipercaya di 32 negara, PT. Sritex yang dipercaya untuk membuat seragam tentara NATO dan tentara di 26 negara, belum lagi pesawat PT. Dirgantara Indonesia yang telah terbang di 24 negara. Semua ini adalah bukti bahwa Indonesia mampu memproduksi produk yang mampu berdaya saing global dan bukan hal yang tidak mungkin dilakukan oleh UKM, tutup Dewi Odjar.

 

Sementara itu, Kepala Pusat Pendidikan dan Pemasyarakatan Standardisasi BSN, Metrawinda Tunus, menyampaikan pentingnya budaya standar pada masyarakat. BSN telah memulai membangun budaya standar di Indonesia melalui pengembangan informasi dan edukasi publik. Standar mengajarkan segala sesuatu tentang keteraturan, ketepatan dan efisiensi. Pilar pendidikan standardisasi di Indonesia melalui kurikulum pendidikan (dosen, mahasiswa) dan industri (dunia usaha). Tujuannya adalah menciptakan SDM Indonesia melalui lulusan yang berkompeten melalui hard skill (membaca dan menerapkan standar) dan soft skill (negosiasi, komunikasi, kepemimpinan dan pengembangan standar). Dengan keteraturan, kehidupan masyarakat Indonesia akan jauh lebih efisien dan berkinerja lebih tinggi lagi.

 

Acara ini ditutup oleh Ketua FLIPMAS ”Ngayah” Bali, I Ketut Widnyana, menyatakan akan mendukung penuh misi BSN untuk meningkatkan daya saing produk khususnya di wilayah Bali setelah memperoleh penjelasan yang dilakukan oleh Dewi Odjar dan Metrawinda Tunus. FLIPMAS Ngayah tidak lagi ragu dengan kerjasama ini dan siap menjadi kepanjangan tangan BSN dalam menyampaikan pentingnya standardisasi kepada UKM binaannya. (4d9)




­