Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

SIARAN PERS

  • Rabu, 27 Agustus 2014
  • 3949 kali

SIARAN PERS

DPR RI SAHKAN UNDANG-UNDANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN



  Rancangan Undang-Undang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, akhirnya disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat/DPR RI dalam Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta, Selasa (26/08/2014). Sebagai tindak lanjut implementasi Undang-Undang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian ini, pemerintah akan segera menyusun Peraturan Pemerintah dan peraturan perundang-undangan turunannya, yang secara spesifik mengatur fasilitasi UKM/IKM, peningkatan kompetensi SDM standardisasi, peningkatan pengembangan standar produk unggulan daerah, peningkatan implementasi standar dan penilaian kesesuaian yang terkait kearifan lokal dan keyakinan beragama, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang ini.

  Menteri Riset dan Teknologi RI, Gusti Muhammad Hatta yang mewakili pemerintah RI, pada kesempatan tersebut menyampaikan apresiasi terhadap Pansus Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia serta pihak lain yang terkait, baik dalam pembahasan di Panitia Kerja, Tim Perumus, maupun Tim Sinkronisasi dalam penyelesaian RUU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. 

  Dukungan terhadap RUU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian sangat penting dalam meningkatkan daya guna serta hasil guna standardisasi dan penilaian kesesuaian untuk mewujudkan kemandirian bangsa Indonesia. Lahirnya undang-undang standardisasi dan penilaian kesesuaian akan menjadi dasar yang strategis dalam upaya meningkatkan perekonomian bangsa Indonesia, serta memajukan kesejahteraan umum.

  Undang-Undang ini, lanjut Gusti, akan menjadi payung hukum bagi Pemerintah dalam upaya membina dan memfasilitasi pelaku usaha khususnya UKM. Pengaturan melalui Undang-Undang ini bertujuan melindungi kesehatan, keselamatan, dan keamanan masyarakat, serta meningkatkan mutu produk sehingga mempunyai daya saing yang kuat dan bisa memenangkan persaingan di pasar global. Dalam hal ini, Iptek juga berperan dalam meningkatkan kesiapan UKM untuk memenuhi standar dan keberterimaan di pasar. Penerapan Iptek yang sejalan dengan perkembangan standar dan penilaian kesesuaian dapat menjamin proses inovasi yang lebih baik.

  Gusti mengingatkan, dalam menghadapi pasar bebas ASEAN tahun 2015, peran standar dan penilaian kesesuaian merupakan prasyarat utama untuk melakukan harmonisasi. Demikian juga untuk mengantisipasi maraknya pasar-pasar global seperti APEC dan Regional Cooperation on Economic Partnership, seperti ASEAN-China, ASEAN-Korea, ASEAN-Jepang, dan lain-lain, diperlukan penguatan sistem standardisasi dan penilaian kesesuaian. Dalam praktek negosiasi dan harmonisasi di technical barrier to trade, peran standar dan penilaan kesesuaian menjadi rujukan utama, dengan beberapa contoh keunikan suatu Negara (national differences) dapat diterima di WTO. National differences dapat digali dari keunikan geografis, iklim, budaya, kearifan lokal, keyakinan beragama dan lain-lain.

  Dengan disahkannya Undang-Undang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian ini, kata Gusti, Indonesia memiliki payung hukum yang kuat, yang selama ini hanya memiliki Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, yang dinilai banyak pihak tidak cukup memadai untuk mengatur kegiatan penilaian kesesuaian. Dengan adanya Undang-Undang Standardiasi dan Penilaian Kesesuaian, maka peran standar dan penilaian kesesuaian dalam melindungi konsumen, proteksi produk dalam negeri, dan meningkatkan daya saing, diharapkan dapat berjalan sesuai yang diharapkan.

  Selain itu, dengan adanya Undang-Undang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Indonesia dapat lebih baik lagi dalam melakukan negosiasi dan harmonisasi untuk mendapatkan saling pengakuan antar negara dan/atau pengakuan di tataran regional dan internasional dimana sebelumnya, Indonesia adalah satu-satunya negara anggota G-20 dan satu-satunya negara di antara 6 negara ASEAN terbesar yang belum mempunyai Undang-Undang yang mengatur Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. 

  Sementara itu, Ketua Pansus RUU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian Ferrari Roemawi dalam Sidang Paripurna DPR RI tersebut melaporkan antara lain:

1. Pengertian dari standardisasi yang harus diharmonisasikan dengan pengertian yang ada pada Undang-Undang Perdagangan dan Undang-Undang Perindustrian. Hal ini mengingat bahwa meskipun RUU SPK ini dibahas setelah Undang-Undang Perdagangan dan Undang-Undang Perindustrian disahkan, namun RUU SPK ini akan menjadi payung hukum bagi pelaksanaan standardisasi yang juga diatur oleh kedua UU tersebut.

2. Penyempurnaan substansi mengenai kebijakan nasional standardisasi. Hal ini dilakukan mengingat bahwa kebijakan nasional standardisasi inilah yang akan menjadi payung dari semua pelaksanaan standardisasi dan penilaian kesesuaian di Indonesia.

3. Memberikan ruang kepada Pemerintah Daerah dalam perencanaan perumusan SNI mengingat bahwa secara teknis Pemerintah Daerah lah yang lebih mengerti mengenai kebutuhan dan kondisi dari daerah tersebut. Sehingga diharapkan ketika ada pelibatan mereka dalam perencanaan perumusan SNI, rencana rumusan SNI yang dihasilkan akan lebih sempurna dan dapat diaplikasikan dengan baik.

4. Memberikan dukungan yang sangat kuat terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah. Bentuk dukungan ini tidak hanya dalam pendampingan dan pelatihan, namun juga dalam bantuan pembiayaan pengurusan serta pemeliharaan sertifikasi. Biaya yang digunakan untuk membantu usaha mikro, kecil, dan menengah bersumber dari APBN.

 

-----

 

Informasi lebih lanjut:

Budi Rahardjo

Kepala Biro Hukum, Organisasi, dan Humas

Badan Standardisasi Nasional

Telp: 021-5747043/44 ext. 146

Fax: 021-5747045

Email : biro_hoh@bsn.go.id

 

Elvi Syafitri

Kepala Bagian Humas

Badan Standardisasi Nasional

Telp: 021-5747043/44 ext. 108

Fax: 021-5747045

Email : humas@bsn.go.id

 

Ika Arlina Prabowo

Kasubag Analisa dan  Bantuan Hukum

Telp: 021-5747043/44 ext. 257

 Fax: 021-5747045

Email : bagian_hukum@bsn.go.id