Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

DIALOG STAKEHOLDER BIDANG ELEKTROTEKNIKA DENGAN PRESIDEN IEC DR. JUNJI NOMURA DI INDONESIA

  • Jumat, 29 Agustus 2014
  • 1352 kali

Kegiatan kunjungan Mr. Junji Nomura selaku Presiden International Electrotechnical Committee (IEC) bersama dengan Mr. Dennis Chew selaku Direktur IEC Asia Pasific Regional Centre (APRC) ke Indonesia telah dimanfaatkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) yang bekerjasama dengan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk diagendakan dalam pertemuan dengan mengadakan seminar yang mengundang IEC stakeholder terkait.

Seminar tersebut diselenggarakan di Auditorium Bina Karna, Hotel Bidakara, Jakarta tanggal 22 Agustus 2014. Seminar dihadiri oleh 113 peserta dari stakeholder bidang Elektroteknika di Indonesia, diantaranya: anggota Komite Nasional Indonesia untuk IEC (Komnas IEC), anggota Kelompok Kerja Komnas IEC, anggota National Mirrorr Committee (NMC), anggota Panitia Teknis (PT), Asosiasi terkait Elektroteknika dan pelaku industri elektroteknika serta beberapa personil dari BSN dan Kementerian ESDM.

 

Dalam sambutan pembukaan, Agoes Triboesono selaku Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan yang mewakili Direktur Jenderal Ketenagalistrikan ESDM menyampaikan ucapan terimakasih kepada Presiden IEC dan Direktur APRC atas kesempatan kunjungannyauntuk bertemu dengan stakeholder di Indonesia serta kepada Kepala BSN yang juga menjabat Ketua Komnas IEC yang mendukung dilaksanakannya seminar ini. Agoes menerangkan bahwa acara tersebut terselenggara berkat kerjasama antara BSN dengan Kementerian ESDM.

Prof. Dr. Bambang Prasetya, M.Sc selaku Ketua Komnas IEC juga memberikan sambutan dengan menyampaikan

apresiasi kepada kementrian ESDM atas kerjasamanya dalam penyelenggaraan seminar. Beliau juga menyampaikan harapannya bahwa Indonesia akan memperoleh kesempatan untuk bekerja lebih baik dengan IEC di bawah kepemimpinan Dr Nomura. Seperti diketahui bersama bahwa IEC mencakup berbagai bidang teknologi: dari elektronik; listrik dan elektromagnetik; electroacoustics; multimedia; komunikasi; pembangkit listrik; transmisi dan distribusi; pengukuran dan kinerja; keandalan; keamanan; hingga lingkungan. Selain itu, Standar internasional IEC untuk smart grid, yang merupakan edisi terbaru yang  menjadi issue global perlu untuk didukung perkembangannya di Indonesia.

 

Pertemuan dilanjutkan dengan Panel presentasi dan diskusi yang dimoderatori oleh Kukuh S Achmad (Deputi Bidang Penelitian dan Kerjasama Standardisasi - BSN yang juga menjabat sebagai Sekretaris Komnas IEC Indonesia) dengan 3 pembicara  yaitu Dr. Junji Nomura (Presiden IEC) Dennis Chew (Direktur Regional IEC APRC) dan Suprapto (Deputi Bidang Penerapan Standard - BSN dan Akredetasi yang juga menjabat Sekretaris Jenderal KAN selaku anggota Komnas IEC).

 

Pada presentasi yang pertama Dr. Nomura menyampaikan presentasi dengan judul “Making electrotechnology work for you”. Di dalam presentasinya Dr. Noumura menyampaikan bahwa peralatan listrik dan electronik adalah komoditi terbesar kedua yang diperdagangkan didunia setelah bahan mentah, oleh sebab itu IEC dengan hampir 14000 expert dan 7000 Standar Internasional yang telah diterbitkan serta Skema penilaian kesesuaiannya terus berusaha menjembatani proses harmonisasi setiap langkah dalam rantai pasok global terhadap komoditi listrik dan elektronika tersebut. Harapan yang dituju dengan penerapan Standar Internasional adalah terciptanya kondisi “One Test –One certification – Accepted in many country” sehingga akan mengeleminasi atau setidaknya mengurangi biaya yang timbul karena tidak adanya koordinasi, penelitian dan perngembangan, maupun biaya yang harus ditanggung bila terjadi kesalahan. Selain hal tersebut standar internasional juga dapat memfasilitasi inovasi. Oleh karenanya Dr. Nomura mengajak kepada semua pemangku kepentingan di Indonesia untuk lebih aktif ikut berpartisipasi dalam pengembangan standar yang lebih baik.

 

Pada presentasi yang kedua Dennis Chew menyampaikan presentasinya yang berjudul “Case studies on CB Scheme and overview of IEC-APRC”. Dennis menyampaikan data grafik peningkatan yang significant dari penerbitan sertifikat IECEE dalam kurun waktu 17 tahun dari tahun 1996 dengan jumlah sertifikat yang diterbitkan 7794 menjadi 80335 pada tahun 2013. Presentasi dilanjutkan dengan menyuguhkan data  jumlah National Certification Bodies (NCB), CB Testing Laboratories (CBTL) dan CB Test Certificates (CBTC) untuk beberapa negara seperti China, Malaysia dan Singapura sebagai contoh aplikasi CB Scheme dari IEC. Dalam kesempatan selanjutnya dijelaskan pula mengenai aktifitas kunci dari IEC- APRC yang terbagi menjadi kegiatan promosi dan kegiatan teknis. Dennis Chew juga menyampaikan tujuan yang senada dengan Dr. Nomura, bahwa maksud dibuatnya Standar Internasional adalah untuk menciptakan kondisi “One Test –One certification – Accepted in many country”. Dalam penutupnya Dennis juga mengharapkan feedback dari  para stakeholder dan kerjasama yang lebih erat dalam aktifitas dimasa mendatang.

 

Selanjutnya Suprapto selaku Sekjen KAN sekaligus anggota Komnas IEC menyampaikan presentasinya dengan judul “Implementation of Indonesia CB Scheme”. Suprapto menjelaskan tentang tujuan dari dibuatnya CB Scheme adalah untuk menyediakan instrument bagi pabrikan sebagai akses untuk beroperasi di pasar dunia melalui tanda sertifikasi dari pihak ketiga sebagai prosedur yang paling ekonomis, efektif dan yang memiliki timeframe terbaik untuk sertifikasi. Dijelaskan pula bahwa Indonesia telah menjadi anggota IEC sejak  tahun 1954 dan IECEE Member Body sejak 22 November 2005 yang saat ini telah memiliki 3 NCB dan 4 CBTL yang comply terhadap skema IEC-CB Scheme yang telah diakreditasi oleh KAN yaitu :  Sucofindo International Certification Services (SICS) - PT. Sucofindo (Persero) dengan 1 CBTL,  Pusat Pengujian Mutu Barang- Kemendag dengan 1 CBTL, dan Balai Sertifikasi Industri – Kemenprin dengan 2 CBTL. Disampaikan pula meskipun Indonesia menduduki posisi ke 14 dunia sebagai tempat pabrikan terbanyak, namun sampai saat ini masih sangat sedikit perusahaan di Indonesia yang tertarik untuk memanfaatkan CBTL tersebut untuk melakukan sertifikasi terhadap produknya. Oleh karena itu Suprapto menghimbau agar pihak perusahaan dapat lebih memanfaatkan fasilitas yang telah ada di Indonesia tersebut. Suprapto juga menambahkan bahwa Komite Akreditasi Nasional (KAN) saat ini baru memiliki 8 Assesor untuk akreditasi skema ILAC/APLAC dan IAF/PAC sehingga Suprapto mengharapkan agar IEC dibawah Dr. Nomura saat ini dapat lebih banyak menyelenggarakan pelatihan terkait teknik sampling yang sesuai dengan persyaratan IECEE CB Scheme agar skema ini dapat diimplementasikan lebih baik lagi di Indonesia.

Dalam kesempatan diskusi yang dilaksanakan setelah sesi presentasi diantaranya adalah pertanyaan dari Suparji Sukowati Ketua Umum Asosiasi Industri Alat Pengukur Listrik Indonesia yang mengajukan pertanyaan tentang standar IEC Seri 62055 part 41, 51 dan 52 yang menurut Suparji telah dijadikan rujukan oleh Standard Transfer Spesification (STS) di Afrika Selatan tentang meter listrik prabayar yang saat ini digunakan oleh beberapa pemasok di Indonesia sehingga mereka harus membayar iuran tahunan kepada STS. Pada kesempatan ini Suparji menanyakan apakah ada aturan IEC yang membahas tentang penetapan iuran bagi organisasi lain yang menggunakan standar IEC sebagai referensinya sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dan apakah IEC juga ikut menetapkan besaran iuran tahunan yang harus dibayarkan.

Untuk menanggapi pertanyaan dari Suparji, Dennis menjelaskan bahwa pada prinsipnya tidak ada peraturan IEC untuk membayar iuran pada penggunaan standar seperti contohnya seseorang atau organisasi yang yang membutuhkan standar hanya diwajibkan membeli standar tersebut tanpa dikenakan iuran tahunan. Dennis dan Dr.Noumura menyatakan baru mendengar tentang case STS ini sehingga akan membahasnya lebih lanjut setelahnya.  

Dari seminar yang telah dilaksanakan tersebut, diharapkan dapat meningkatkan awareness terhadap proses standardisasi dan penilaian kesesuaiaan nasional. Rangkaian kunjungan Presiden IEC  di Indonesia dilanjutkan dengan meninjau Fasilitas laboratorium yang dimiliki oleh PT. Panasonic Manufacturing Indonesia (PMI) di Ciracas Jakarta Timur.

Di PT.PMI rombongan disambut oleh Heru Santoso Wakil Presiden Direktur PT. PMI. Dalam sambutannya pihak PMI mempresentasikan tentang kondisi pasar peralatan rumah tangga yang ada di Indonesia. Setelah itu acara dilanjutkan dengan meninjau fasilitas laboratorium yang ada di kompleks KMI. Dalam kesempatan itu pihak KMI menjelaskan bahwa sampai saat ini fasilitas tersebut baru dapat digunakan untuk melakukan pengujian terhadap produk yang diproduksi sendiri oleh grup Panasonic di Indonesia. (PKS-BSN)