Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

MUI dukung lembaga pemeriksa halal diakreditasi KAN

  • Senin, 08 September 2014
  • 2050 kali

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendukung penuh lembaga pemeriksa halal yang beroperasi di Indonesia, diakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN). Dengan akreditasi oleh KAN, sistem penjaminan halal di Indonesia berpotensi besar untuk memperoleh pengakuan internasional. Selain itu, MUI juga sepakat jika persyaratan sistem jaminan halal yang sudah ditetapkan oleh MUI, didopsi menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI). Dengan demikian, lembaga pemeriksa halal yang beroperasi di berbagai kota di Indonesia, memiliki sistem dan prosedur yang sama dalam menerbitkan sertifikat halal. Demikian disampaikan ketua MUI KH. Ma’ruf Amin saat menerima audiensi Kepala Badan Standardisasi Nasional/BSN Bambang Prasetya dan Ketua Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika MUI/LPPOM MUI Lukmanul Hakim di kantor MUI, kemarin (05/09/2014). Bambang didampingi Deputi Bidang Penerapan Standar dan Akreditasi – BSN Suprapto, Kepala Pusat Sistem Penerapan Standar Zakiyah, serta Kepala Bidang Akreditasi Lembaga Sertifikasi Produk, Pelatihan, dan Personel, Donny Purnomo J E.

 

Menurut Lukmanul, lembaga pemeriksa halal, semestinya memiliki sistem yang sama. Sebab jika tidak, berpotensi menimbulkan konflik horizontal antar lembaga penjamin halal. Selain itu, produk halal yang berbeda-beda sistemnya, juga sulit diterima pasar global. ”Bayangkan, saat ini terdapat 63 organisasi massa/ormas  yang tercatat di MUI. Artinya, jika masing-masing menerapkan sistem halal yang berbeda-beda, maka satu produk pun juga harus di tes di ke-63 ormas tersebut,” ujar Lukmanul.

Bambang menambahkan, standardisasi halal menjadi momentum yang tepat untuk mengatasi berbagai potensi masalah terkait dengan penetapan halal. Menurut Bambang, label halal semestinya tidak hanya bisa diterima di pasar domestik, namun juga di internasional. Oleh karenanya, lembaga pemeriksa halal semestinya memiliki sistem yang sama dan diakreditasi oleh KAN. “KAN telah menandatangani perjanjian dengan badan akreditasi negara lain, sehingga label halal yang dikeluarkan di Indonesia, juga bisa diterima internasional,” tegas Bambang.

Selain itu, tambah Bambang, dengan akreditasi menunjukkan lembaga pemeriksa halal merupakan lembaga yang kompeten.”Kalau terjadi apa-apa dengan masalah label halal, KAN bisa bertindak untuk memfasilitasi penyelesaian masalah tersebut” ujar Bambang.

Sejauh ini, KAN telah mengakreditasi sekitar 1200 laboratorium dan lembaga sertifikasi. Sampai saat ini, KAN mengaku tidak mengalami masalah terkait kegiatan akreditasi tersebut. Bahkan, kementerian lain yang mengembangkan sistem sertifikasinya menjadi SNI, malah sukses mendorong keberterimaan produk di pasar. Kementerian Lingkungan Hidup, misalnya. Sistem Ekolabel yang dikembangkan institusi tersebut, berhasil diadopsi menjadi SNI. Begitu pula dengan Kementerian Kehutanan. Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang diadopsi menjadi SNI, berhasil mendorong produk kayu Indonesia diterima pasar internasional. “Kami menunggu Kementerian Agama untuk bisa memberlakukan secara wajib SNI Halal bagi produk yang menyatakan "halal" yang merupakan adopsi dari sistem halal yang dikembangkan MUI,” harap Bambang. SNI halal secara wajib, akan memproteksi produk impor yang masuk ke Indonesia dan tentunya situasi ini akan memperkuat daya saing produk nasional.

KH. Ma’ruf sangat mendukung usulan BSN dan LPPOM MUI. Meskipun MUI mengklaim telah berpengalaman selama 24 tahun mengeluarkan sertifikat halal serta terdapat 43 lembaga di negara-negara yang telah mengacu kepada sistem yang dibuatnya, namun dengan diadopsinya sistem tersebut ke dalam SNI dan lembaga pemeriksa halal diakreditasi, beliau meyakini standar halal akan jauh bisa lebih diterima di pasar internasional. KH. Ma’ruf sangat berterima kasih kepada BSN yang telah berhasil memperjuangkan Undang-Undang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian disahkan oleh DPR tanggal 26 Agustus lalu.  Undang-Undang ini diharapkan dapat memfasilitasi sebuah sistem jaminan halal di Indonesia dengan mempersatukan berbagai ormas yang ada di Indonesia terutama terkait dengan masalah penjaminan halal.

Bambang menambahkan, dengan adanya UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian tersebut, Lembaga Penilaian Kesesuaian/LPK (laboratorium dan lembaga sertifikasi) serta Usaha Kecil Mikro (UKM) memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendampingan dari BSN, termasuk untuk sertifikasi SNI Halal. ”Sebentar lagi Undang-Undang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian akan diturunkan ke dalam Peraturan Pemerintah, sehingga pengaturan yang satu dan baku mengenai sistem halal serta untuk pendampingan ke LPK dan UKM akan sangat mudah diwujudkan,” ujar Bambang.

Bambang juga berharap, dengan adanya payung hukum undang-undang serta adanya satu pengaturan yang bisa diacu oleh semua lembaga, Indonesia akan solid. Bahkan, kesolidan Indonesia bisa menyatukan diri untuk bisa mempengaruhi kebijakan Organisasi Islam Dunia-OKI dan Organisasi Standar pangan Dunia –Codex Allimentarius Commission/CAC. “Dengan begitu, lembaga penjamin halal di daerah yang saat ini tercatat sebanyak 63 lembaga bisa semakin diperkuat, lebih baik lagi bisa dikembangkan. Selain itu, posisi Indonesia di internasional pun semakin diakui oleh banyak negara,”ujar Bambang.(dnw/donny foto:dre)