Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Workshop on ISO 26000: Menjelaskan cara bagi Perusahaan untuk mengimplementasikan standar ISO 26000

  • Senin, 13 Oktober 2014
  • 3902 kali

Sebagai kelanjutan dari International Open Forum (7-8 Oktober 2014), Badan Standardisasi Nasional (BSN) bekerjasama dengan Corporate Forum for Community development (CFCD) menyelenggarakan Workshop on ISO 26000—Social Responsibility di Bali pada tanggal 9-10 Oktober 2014. Adapun, outcome yang diharapkan dari diselenggarakannya workshop ini adalah peserta memahami bagaimana menilai kesesuaian kinerja CSR yang dilakukan dengan semangat dan prinsip-prinsip ISO 26000; menguasai cara mengintegrasikan ISO 26000 dengan praktek bisnis dan melakukan kinerja CSR dengan baik; mengetahui bagaimana melaksanakan pelembagaan stakeholder berbasis ISO 26000 untuk meningkatkan kinerja CSR; mengetahui cara mengidentifikasi praktek-praktek yang baik dan buruk dengan instrument ISO 26000 sebagai panduan berbisnis. 

 

 

Workshop dihadiri oleh 64 peserta yang terdiri dari kategori industri dan lembaga. Perwakilan pemerintah yang hadir adalah BSN dan perwakilan dari pemerintah dari Timor Leste. 

Pada hari pertama, workshop difasilitasi oleh International expert dari Belanda yang juga anggota dari Post Publication Organization-Stakeholder Advisory Group (PPO-SAG) Hans Kroder. Dalam presentasinya, Hans menjelaskan secara singkat mengenai ISO 26000 serta best practice and tools ISO 26000 secara lebih mendalam. Selain itu, Hans juga mengajarkan cara mengukur relevansi, signifikansi, dan prioritas isu-isu terkait subjek inti ISO 26000: “organizational governance, human rights, labour practices, the environment, fair operating practices, consumer issues and community involvement and development”. 


Menurut Hans, suatu isu dikatakan sangat relevan apabila terhubung dengan proses inti atau produk/jasa inti selain juga terkait dengan keseluruhan organisasi serta hukum dan regulasi. Kemudian, isu dikatakan signifikan apabila aktivitas perusahaan memberikan dampak kepada stakeholder, lingkungan, kesejahteraan masyarakat dan ekonomi. Penanganan suatu isu terkait subjek inti ISO 26000 dapat dipertimbangkan sebagai suatu prioritas apabila isu tersebut menjadi fokus perusahaan, dengan mempertimbangkan hal-hal yang telah dilakukan dan apa yang masih harus dilakukan oleh perusahaan untuk mencapai performansi CSR yang diharapkan.


Pada hari kedua, International expert dari Amerika Serikat yang juga anggota PPO-SAG, Carolyn Schmidt, menyampaikan mengenai 3 (tiga) isu yang dapat dijadikan contoh dari kurangnya kesadaran perusahaan untuk mengimplementasikan social responsibility. 3 (tiga) contoh isu tersebut yaitu: Energy Park—Proyek pembangunan pembangkit listrik di tahun 1975; Lyncott Landfill—Pembuangan sampah ilegal di tahun 1982, yang terjadi lebih dari 10 tahun sebelum akhirnya ada perintah untuk pembersihan; dan Proyek Incinerator di tahun 1984. Ketiga isu tersebut merupakan pengalaman pribadi Carolyn yang menjadi pendorong terbentuknya Ecologia, NGO yang didirikan oleh Carolyn untuk menjadi penghubung antara Amerika Serikat dan Sosialis Amerika Serikat terkait kepentingan umum di bidang lingkungan. Selain itu, ketiga isu tersebut menghasilkan outcome yang tidak menguntungkan perusahaan, seperti: memperoleh oposisi dari penduduk sekitar, proyek yang tidak dapat dijalankan, serta tidak mendapat kepercayaan dari penduduk sekitar untuk melakukan bisnis di lingkungan tempat tinggal mereka.


Lebih lanjut, Carolyn mengatakan contoh isu yang dijelaskannya berhubungan dengan pentingnya implementasi kegiatan tanggung jawab sosial yang harus dilakukan oleh perusahaan. Carolyn menekankan bahwa standar ISO 26000 menyediakan pedoman agar bisnis dapat beroperasi dengan penuh tanggung jawab. ISO 26000 tidak hanya untuk digunakan oleh perusahaan namun juga dapat menjadi pedoman bagi masyarakat, konsumen dan pemerintah untuk bersikap penuh tanggung jawab dalam melakukan setiap aktivitas.


Selain dari contoh isu yang disampaikan oleh Carolyn tersebut, di hari kedua workshop Suharman Noerman menyampaikan roadmap self adoption ISO 26000. Roadmap dimulai dengan kegiatan peningkatan kesadaran terhadap ISO 26000 yang dilanjutkan dengan kegiatan focus group discussion (FGD), penyelenggaraan workshop, implementasi program social responsibility, self declaration implementasi ISO 26000 dan yang terakhir adalah presentasi implementasi ISO 26000 pada forum-forum internasional seperti International Open Forum on ISO 26000. Di sesi terakhir workshop, Noerman juga menjelaskan metode Gap Analysis sebagai self asssessment tools dalam mengimplementasikan standar ISO 26000 Guidance on Social Responsibility.


Dari diskusi yang berjalan selama workshop dapat diketahui bahwa tantangan perusahaan menjadi signifikan ketika berhubungan dengan subjek inti ISO 26000—organizational governance. Hal ini dikarenakan social responsibility merupakan kegiatan manajerial yang memerlukan dukungan dan kontribusi dari seluruh elemen perusahaan terutama dukungan manajerial yang dituangkan melalui kebijakan perusahaan. Selain itu, dari subjek inti ISO 26000—community involvement and development, perusahaan memiliki tantangan untuk mengidentifikasi stakeholders dan kegiatan social responsibility yang bermanfaat bagi komunitas di sekitar perusahaan, serta melibatkan mereka dalam kegiatan tersebut. 


Workshop on ISO 26000 menyimpulkan bahwa terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan kegiatan social responsibility. ISO 26000 memberikan pedoman dalam implementasi dimaksud. Akuntabilitas perusahaan dalam menerapkan social responsibility dapat terlihat dari laporan perusahaan yang dibuat dengan mengacu pada format yang dikembangkan oleh Global Reporting Initiatives (GRI). Gap Analysis merupakan metode yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk menilai seberapa jauh suatu perusahaan telah menerapkan social responsibility. Roadmap self adoption on ISO 26000 memberikan gambaran tahapan-tahapan yang dapat dilakukan perusahaan ketika akan mengimplementasikan social responsibility.


Adapun, beberapa usulan menarik yang disampaikan oleh peserta workshop terkait dengan peningkatan kepedulian terhadap social responsibility dan pilihan bentuk kegiatan social responsibility yang dapat dilakukan, diantaranya adalah: (1) usulan agar social responsibility dimasukan ke dalam kurikulum pendidikan nasional agar para penerus bangsa memiliki kesadaran dan budaya tanggung jawab sosial; dan (2) kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan dapat dipertimbangkan untuk dilakukan dalam bentuk dukungan terhadap perusahaan lain (seperti UKM) dalam memenuhi persyaratan suatu standar.(ike)