Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Hadapi MEA, standar dan sertifikasi memegang peranan penting

  • Rabu, 01 April 2015
  • 2826 kali

Tak lama lagi, Indonesia akan menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang resmi berlaku pada 1 Januari 2016. Era dimana arus barang, jasa, tenaga kerja, investasi, dan aliran modal akan lebih bebas beredar di antara negara-negara ASEAN. Standar dan sertifikasi memegang peranan penting dalam menghadapi MEA.

 

Mengangkat isu yang kian hangat tersebut, PT Mutuagung Lestari yang bulan ini genap berusia 25 tahun menggelar Seminar bertema “Peranan Sertifikasi dalam Menghadapi Globalisasi dan MEA 2015”, pada Selasa, 31 Maret 2015 di IPB Convention Center Botani Square, Bogor, Jawa Barat.

 

 

Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) Bambang Prasetya, bersama Direktur Riset PT Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART) Tbk Tony Liwang, dan SBU Laboratory PT Mutuagung Lestari Budi Tjahyono, menjadi narasumber utama dalam seminar tersebut. Seminar diikuti oleh sekitar 90 peserta yang berasal dari berbagai kalangan seperti pemerintah, industri, RSPO, ISPO, Forestry, HACCP, surveyor, PKIL dan asosiasi.

 

Pada kesempatan itu, Bambang Prasetya menyampaikan paparan berjudul peran standar menjadi kunci dalam menghadapi era globalisasi dan MEA dewasa ini. Dikatakan, beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk menghadapi era itu antara lain pertama, menetapkan Undang-Undang 20 tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian (SPK) dan turunanannya sebagai kepastian hukum dan referensi nasional. “Kita sudah punya UU No 20 Tahun 2014. Saat ini juga sedang dibahas PP Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian bahkan ada Inpres dan Peraturan Menterinya,” kata Bambang.

 

Kedua, pengembangan standardisasi disektor prioritas dan produk unggulan daerah. Ketiga, pengembangan sistem akreditasi dan penilaian kesesuaian untuk fasilitasi stakeholder (skema baru dan perluasan lingkup di ILAC dan IAF). Keempat, penguatan infrastruktur penilaian kesesuaian (Lab Uji, Lab Uji Acuan, Metrologi Teknis).

 

Kelima, sinergi  dan penguatan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi serta inovasi. Keenam, pembinaan kepada UKM terkait penerapan standar sebagai pendukung daya saing bangsa. Terakhir, mendorong keunggulan daerah dan perdagangan antar daerah.

 

Adapun, perkembangan posisi standar nasional Indonesia (SNI) dalam persiapan menghadapi MEA, kata Bambang, sekitar 80-95% SNI sudah siap. “Ada beberapa hal yang masih harus kita kejar, masih ada waktu sampai 1 Januari 2016,” kata Bambang.

 

Sedangkan di bidang akreditasi, Komite Akreditasi Nasional (KAN) bersama BSN, juga terus mengembangkan skema akreditasi bersama Kementerian teknis terkait. “Seperti Kementerian Pertanian dan lainnya sudah menghargai tugas dan fungsi KAN. Mereka pun mau bergabung dalam merumuskan skema-skema akreditasi baru,” ujar Bambang.

 

Skema akreditasi yang cukup sukses, Bambang mencontohkan, yaitu skema SVLK. “Ini merupakan skema akreditasi yang cukup bagus, karena berhasil mengubah image Indonesia yang semula negara ilegal logging menjadi Indonesia sustainable,” kata Bambang.

 

Sementara itu, Tony Liwang mengatakan, jika kita ingin bertarung di global market, tantangan terbesarnya adalah sustainable technopreneurship. “Kita bukan hanya sekedar pedagang, menjalankan usaha. Ke depan, kita harus bersandar pada standar, inovasi riset dan teknologi,” kata Tony. Di samping itu, satu kunci yang tidak kalah penting juga yaitu certified.

 

Budi Tjahyono, menambahkan, dalam menghadapi MEA, situasi yang kita hadapi adalah 5 hal yaitu kebebasan barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja kompeten. “Untuk menghadapi pasar bebas ASEAN ini, kami menambah kantor cabang di seluruh wilayah Indonesia sampai 5 tahun ke depan. Kita harap bisa menambah 5-10 laboratorium untuk mendukung kegiatan kita,” kata Budi. (nda,ria,dnw)