Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

BSN Selenggarakan Sosialisasi UU Nomor 20 Tahun 2014 di Medan

  • Jumat, 29 Mei 2015
  • 917 kali

Dalam upaya penyebarluasan informasi peraturan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian (SPK) kepada masyarakat, Badan Standardisasi Nasional (BSN) melaksanakan kegiatan sosialisasi ke pemerintah daerah Sumatera Utara pada Rabu (27/05/2015) di Grand Swiss-Belhotel Medan. Acara ini mengangkat tema “ Peran Penting Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian dalam Menghadapi Pasar Bebas”. Acara ini secara resmi dibuka oleh Ferlin Hamonangan Nainggolan, SH., MH., Staf Ahli Bidang Hukum Pemerintahan Sumatera Utara, mewakili Gubernur Provinsi Sumatera H. Gatot Pujo Nugroho, A.Md., S.T., M.Si.. Acara yang di moderatori oleh  Ir. Budi Rahardjo, MM., kepala Biro Hukum, Organisasi, dan Humas BSN, ini dihadiri oleh kurang lebih 90 peserta yang terdiri dari aparatur pemerintah, perguruan tinggi, lembaga penilaian kesesuaian, pelaku usaha, asosiasi, konsumen, Kadin daerah, aparat penegak hukum, Masyarakat Standardisasi perwakilan Sumatera Utara.

Selain agar masyarakat dapat mengetahui materi muatan yang diatur dalam UU SPK ini, sosialisi ini juga bertujuan untuk menyamakan persepsi dan menambah cakrawala pemikiran tentang teknis operasional berbagai peraturan yang disampaikan sehingga implementasi di daerah diharapkan dapat menumbuhkembangkan kesadaran dan ketaatan masyarakat. “Oleh karena itu, pemerintah sebagai regulator dan fasilitator pemerintahan dan pembangunan dapat menyelaraskannya dengan kondisi dan potensi daerah sehingga tidak berbenturan dengan nilai-nilai budaya yang hidup, berakar dan berkembang di daerah,” tutur Ferlin. kegiatan sosialisasi ini diharapkan dapat memberikan solusi terhadap berbagai permasalahan implementasi peraturan perundang-undangan di daerah.


Anggota Komisi VI DPR-RI, H. Irmadi Lubis Irmadi, menyambut baik terbitnya UU SPK ini. “Jangan sampai kita dengan potensi yang begitu besar hanya menjadi sumber bahan baku dan sumber daerah pemasaran bangsa lain, yang artinya kita hanya menjadi penonton,” tutur Irmadi. Irmadi menjelaskan tujuan utama dibentuknya UU SPK adalah agar Pemerintah memiliki tools untuk melindungi segenap bangsa dalam menghadapi globalisasi. Maka dalam undang-undang SPK ini diatur agar kita mampu menumbuhkan dan memperkuat daya saing terhadap negara-negara ASEAN yang lainnya.

Dalam undang-undang ini, lanjut Irmadi, setidaknya ada delapan pasal yang mengatur peranan pemerintah daerah. Salah satunya, pasal 53 dijelaskan bahwa bagi saham mikro dan kecil untuk mendapatkan sertifikat dan pemeliharaan Standar Nasional Indonesia (SNI) dibiayai oleh APBN. Maka diharapkan pemerintah daerah dapat memperhatikan dan memanfaatkan dengan serius industri unggulan daerah masing-masing. Tujuannya, agar dapat mencegah produk sejenis dari luar masuk ke daerah, dan untuk menembus pasar ASEAN.

Kepala BSN, Prof. Dr. Ir. Bambang Prasetya, M.Sc., menjelaskan, strategi menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan pasar global dilakukan dengan penetapan UU SPK dan turunanannya sebagai kepastian hukum  dan referensi nasional. Kemudian, didukung oleh pengembangan standardisasi di sektor prioritas dan produk unggulan daerah, pengembangan sistem akreditasi dan penilaian kesesuaian untuk fasilitasi stakeholder (skema baru dan perluasan lingkup di ILAC dan IAF), penguatan infrastruktur penilaian kesesuaian (lab uji, lab uji acuan, metrologi teknis), sinergi  dan penguatan SDM dan Iptek, inovasi, pembinaan kepada UKM terkait penerapan standar sebagai pendukung daya saing bangsa, serta mendorong keunggulan daerah dan perdagangan antar daerah.


Salah satu contoh penerapan Sistem Nasional Pengukuran, Bambang menjelaskan bahwa di setiap pasar rakyat di Indonesia sudah diatur dengan SNI Pasar Rakyat yang mensyaratkan standar lebar  lorong agar mudah mengantisipasi kebakaran, jarak kios, pengelolaan, zonasi dan lain-lain. “Dan yang menarik adalah di setiap pintu keluar diupayakan ada timbangan yang sudah terkalibrasi untuk mengecek ulang secara mandiri hasil timbangan pedagang pasar,” ujar Bambang.  Dalam penentuan SNI Pasar Rakyat, semua aturan kementerian teknis, seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, telah masuk ke dalam SNI Pasar Rakyat.

Deputi Bidang Penerapan Standar  dan Akreditasi BSN, Drs. Suprapto, MPS. menyampaikan muatan dari UU Nomor 20 Tahun 2014. Suprapto menyampaikan, tujuan UU SPK adalah untuk meningkatkan jaminan mutu, efisiensi produksi, daya saing nasional, persaingan usaha yang sehat dan transparan dalam perdagangan, kepastian usaha, dan kemampuan pelaku usaha, serta kemampuan inovasi teknologi; meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya, serta negara, baik dari aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan peningkatan kepastian, kelancaran dan efisiensi transaksi perdagangan barang dan/atau jasa di dalam  negeri dan luar negeri.

Suprapto menekankan bahwa pada dasarnya penerapan SNI bersifat sukarela dilakukan oleh pelaku usaha. Dalam penerapan sukarela, pelaku usaha menggunakan SNI sebagai referensi untuk mendapatkan kepastian mutu yang telah dicapai. Namun, untuk hal-hal yang berkaitan dengan Keselamatan, Keamanan, Kesehatan, dan pelestarian Lingkungan hidup (K3L) SNI diberlakukan secara wajib. “Masyarakat di daerah diharapkan aktif dalam memberi masukan pada pengembangan SNI sebab masyarakat daerah lebih menguasai kondisi di lapangan. Yang penting bagi daerah adalah peningkatan kompetensi SDM di daerah yang bila deperlukan dapat difasilitasi oleh BSN melalui pelatihan-pelatihan seperti Training for Trainer,” ungkap Suprapto.

Acara ini mendapat respons baik dari para peserta sosialisasi. Antusiasme peserta mewarnai diskusi dengan banyaknya pertanyaan yang dikemukakan pada sesi tanya-jawab dengan para narasumber. (Put)