Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

EDUKASI DAN SOSIALISASI PUBLIK IMPLEMENTASI PERJANJIAN TBT WTO DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT, PONTIANAK 27 MEI 2015

  • Jumat, 29 Mei 2015
  • 849 kali

 

 

Peran standardisasi dan penilaianan kesesuaian sebagai penguat daya saing produk industri dan penggerak irama perekonomian daerah di Provinsi Kalimantan Barat, demikian pesan yang disampaikan oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bapak Drs. Robertus Isdius, M.Si dalam sambutannya pada pembukaan acara Edukasi dan Sosialisasi Publik Implementasi Perjanjian TBT WTO di Provinsi Kalimantan Barat pada tanggal 27 Mei 2015. Komoditi unggulan Provinsi Kalimantan Barat seperti karet, CPO, dan produk kayu maupun komoditi lainnya harus memperhatikan mutu yang baik untuk memenuhi persyaratan negara tujuan ekspor. Edukasi dan Sosialiasi Publik ini merupakan tindaklanjut dari 2 (dua) MoU yang telah ditandatangani antara BSN dengan Pemerintah Kalimantan Barat dan Universitas Tanjung Pura Pontianak. Koordinasi lintas sektoral ini diharapkan dapat menjadi sarana yang efektif untuk membangun networking, menyusun strategi penanganan isu TBT-WTO, penguatan posisi Indonesia dalam menghadapi tuntutan globalisasi perdagangan.

 

Kegiatan edukasi dan sosialisasi publik mengahadirkan 4 (empat) pembicara yakni Erniningsih Haryadi – Kepala Pusat Standardisasi, Hendro Kusumo – Kepala Bidang Lingkungan dan Serbaneka – PPS, Sugiri - Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri, Dinas Perindag Kal Bar dan Suhaimi Kasman, Kepala Subbidang Notifikasi –PKS, dihadiri 100 lebih peserta berasal dari Dinas Perindag Kalbar, asosiasi Eksportir maupun importir, UMKM serta Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tanjung Pura Pontianak.

 

Dampak globalisasi dibuktikan dengan mudahnya perdagangan barang/jasa masuk ke suatu negara tanpa ada batasan dan Indonesia sebagai negara yang memiliki pangsa pasar terbesar di kawasan ASEAN tidak boleh menolak dampak dari arus perdagangan tersebut. Dalam kerangka WTO, Setiap negara berhak melindungi kepentingan esensialnya dengan cara-cara yang smart sesuai kaidah Perjanjian TBT yakni melalui standar, penilaian kesesuaian maupun regulasi teknis sesuai prinsip Good Regulatory Practices (GRP), hal tersebut diungkapkan oleh Erniningsih Haryadi. Menurut Erniningsih, ditingkat nasional, dengan diratifikasinya UU No. 7 Tahun 1994 maka Indonesia sepatutnya berkomitmen melaksanakan prinsip-prinsip tersebut secara adil dan transparan. Dalam aspek standardisasi dan penilaian kesesuaian, UU Nomor 20 tahun 2014 merupakan komitmen Indonesia menjadi bagian dari WTO khususnya dalam Perjanjian Technical Barrier to Trade (TBT) WTO.

 

Dalam rangka mendukung pelaksanaan UU SPK, tugas BSN adalah mengembangkan kegiatan standardisasi di Indonesia. Pengembangan SNI memperhatikan aspek antara lain kebijakan nasional standardisasi dan penilaian kesesuaian, perlindungan konsumen, kebutuhan pasar, kemampuan inovasi dan teknologi, keyakinan beragama serta unsur budaya dan kearifan lokal, demikian yang disampaikan Hendro Kusumo. Menurut Hendro, penyusunan SNI juga harus memperhatikan perkembangan standardisasi internasional sebagaimana amanat dalam Annex  3 dari Perjanjian TBT WTO. Disamping itu, sepatutnya penyusunan SNI meliputi antara lain performansi produk barang/jasa, metode pengujian, sistem manajemen, lingkungan serta ketentuan lainnya seperti kompatibilitas dan interoperabilitas produk yang dapat diintegrasikan dengan produk lainnya.

 

Industri Maju, Perdagangan Tangguh untuk pertumbuhan dan Pemerataan demikian slogan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalimantan Barat. Profil wilayah yang berbatasan langsung dengan negara ASEAN yaitu Malaysia dan Brunei Darussalam harusnya dimanfaatkan secara optimal baik itu melalui hubungan laut maupun darat. Program Pemerintah untuk meningkatkan ekspor sebesar 300 % belum dapat dicapai bila faktor pendukung lainnya seperti infrastruktur yang masih minim serta laju inflasi di Provinsi Kalimantan Barat selalu berada diatas inflasi nasional, demikian pemaparan dari Bapak Sugiri. Menurut Sugiri, keberadaan BSN sebagai NB dan EP TBT WTO di Indonesia diharapkan sebagai fasilitator atau “advisor” bagi daerah (Pelaku Usaha & Pemda) atas standar, regulasi teknis, skema/prosedur penilaian kesesuaian di negara (calon) tujuan ekspor Kalbar. Disamping itu, harapan besar dari Pemda Kalimantan Barat agar BSN membantu daerah dalam mendorong penerapan SNI bagi industri/komoditi prioritas dan/atau potensi ekspor Kalbar, membantu daerah dalam menyusun standarisasi produk-produk khas daerah yang belum memiliki SNI untuk dijadikan acuan SNI sehingga daya saing dapat terus dipertahankan.

 

Menyambut baik harapan masyarakat Kalbar tersebut, BSN mendorong kepada para pelaku usaha setempat agar dapat berpartisipasi dan aktif menyampaikan setiap hambatan teknis perdagangan yang terjadi dengan negara tujuan ekspor. Fungsi NB dan EP dapat dimanfaatkan sebaik mungkin oleh para pelaku industri sebagai gateway antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor, demikian pemaparan yang disampaikan oleh Suhaimi. Salah satu contoh komoditi yang sedang berkembang di Kalbar adalah Aloe Vera, potensi aloe vera cukup signifikan dalam mendongkrak ekonomi Kalbar. Untuk mengembangkan ekspor, maka pelaku usaha harus lebih aware terhadap regulasi yang dikeluarkan antara lain persyaratan keamanan pangan, label yang dikeluarkan oleh International Standard Aloe Vera Council (IASC), aturan REACH untuk produk kosmetika dengan kandungan aloe vera, serta Directive lainnya yang berlaku. Indonesia harus memperkuat posisinya baik itu defensif maupun ofensif yang tentunya hal tersebut harus didukung dengan referensi standar serta kajian-kajian yang memiliki legitimate objective yang kuat. (Sekretariat TBT EP)