Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Kepala BSN : Banjir Barang Impor, Standar sebagai Bariernya

  • Rabu, 01 Juli 2015
  • 742 kali

Menjelang pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan berlaku pada 1 Januari 2016, salah satu strategi untuk melindungi pasar domestik adalah standar. Apalagi jika, standar-standar yang diwajibkan oleh kementerian teknis dilaksanakan paling tidak 70 persen maka standar menjadi barier yang kuat. Demikian diungkapkan Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) Bambang Prasetya dalam Kunjungannya ke Redaksi Jawa Pos di Jakarta pada Selasa (30/06/2015). 

Lebih lanjut, Bambang yang didampingi Deputi Bidang Penelitian dan Kerjasama Standardisasi BSN Kukuh S. Ahmad; Kepala Pusat Kerjasama Standardisasi BSN Erniningsih; Kepala Pusat Informasi dan Dokumentasi Standardisasi BSN Abdul Rahman Saleh; Kepala Inspektorat BSN Nasrudin Irawan; Kepala Bagian Humas BSN Titin Resmiatin; serta Kepala Bidang Pemasyarakatan Standardisasi BSN Nurhidayati mengatakan produk impor yang masuk ke Indonesia harus memenuhi persyaratan SNI dengan mendaftarkan produknya ke Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) yang sudah diakreditasi oleh KAN. 

Seperti diketahui, terkait pemberlakuan MEA, laboratorium ataupun lembaga yang mensertifikasi harus sudah terdaftar di ASEAN. Dan, mayoritas Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) yang sudah terdaftar dan diakui ASEAN dominan di Indonesia.

Namun terkait pengawasan, Bambang menyampaikan masih terdapat kelemahan pada pengawasan produk yang beredar di pasar. Jika hal tersebut dilakukan dengan baik maka produk yang beredar lebih terjamin kualitas dan mutunya. 

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian tambah Bambang, BSN dalam hal efektivitas penerapan SNI memiliki kewenangan untuk melakukan uji petik yang pada akhirnya dapat menjadi barier untuk produk yang tidak sesuai dengan persyaratan SNI. Dalam UU Nomor 20/2014 uji petik tercantum dalam pasal 48 yang berbunyi (1) Dalam rangka efektivitas penerapan SNI, BSN dapat melakukan uji petik kesesuaian terhadap SNI berkoordinasi dengan kementerian/lembaga pemerintah non kementerian terkait; (2) Hasil uji petik kesesuaian terhadap SNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada KAN, instansi pembina, dan kementerian/lembaga pemerintah non kementerian yang bertanggung jawab melakukan pengawasan pasar sebagai masukan untuk tindak lanjut yang diperlukan. 

Bambang mengatakan, jika terdapat produk di lapangan yang sudah bertanda SNI namun tidak memenuhi spesifikasi teknis maka dapat ditelusuri lembaga mana yang telah memberikan SPPT SNI tersebut dan jika terbukti maka lembaga tersebut dapat dikenakan sanksi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).

Selain itu, peraturan yang sudah ada perlu ditertibkan lagi. Seperti Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yakni pengadaan barang/jasa yang didanai oleh APBN wajib mencantumkan persyaratan penggunaan SNI atau standar lain yang berlaku dan/atau standar internasional yang setara dan ditetapkan oleh instansi terkait yang berwenang.

"Oleh karenanya di setiap kesempatan, BSN menghimbau kepada K/L untuk melakukan amanat Perpres tersebut," tegas Bambang.

Dalam kunjungan redaksi yang diterima oleh Wakil Pimpinan Redaksi Jawa Pos Nasional Nanang Supriyanto; Wakil Pimpinan Redaksi Jawa Pos Metropolitan Ibnu Yunianto; Kepala Pemasaran Iklan Jawa Pos Irwan Setyawan; Redaksi Jawa Pos Muby; serta Koordinator Jawa Pos Metropolitan Wahyu Alamsyah, pihak Jawa Pos menanyakan mengenai kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA.

Menurut Kukuh, menyambut MEA perlu monitoring sebagai upaya mewujudkan AEC. Pemimpin Ekonomi Asean menyepakati AEC Blue Print yang menjadikan kawasan ASEAN as single market and production base, dimana single market and production base terdiri dari 5 elemen kunci yakni free flow of goods; free flow of services; free flow of investment; free flow of capital; dan free flow of  skilled labour. Dan standar masuk dalam free flow of goods. 

Dalam perwujudan MEA, para Pemimpin ASEAN sepakat untuk melakukan integrasi ekonomi ASEAN berdasarkan 12 sektor prioritas. Dari ke-12 sektor prioritas ASEAN tersebut, 6 (enam) sektor diantaranya terkait dengan aspek standardisasi dan penilaian kesesuaian yaitu Agro Based product (prepared foodstuff), Electronic, Wood based product, Rubber based product, Health Care (Pharmaceutical, Traditional Medicine and Health Supplement, Cosmetic dan Medical Device) dan Automotive.

Untuk itu, Indonesia tambah Kukuh, akan melakukan harmonisasi standar nasional dan tidak membuat standar ASEAN tersendiri sehingga standar nasional tetap berlaku serta selaras dengan yang lain agar memudahkan transaksi perdagangan. Selain itu juga akan saling mengakui hasil penilaian kesesuaian, hasil uji dan sertifikasi. Dari hasil pengakuan penilaian kesesuaian, Indonesia sudah paling siap karena KAN sudah diakui internasional. Begitu pula yang di atur dalam regulasi ASEAN bahwa hasil pengujian atau hasil sertifikasi yang diakui ASEAN adalah lembaga-lembaga yang diakreditasi oleh badan akreditasi yang sudah diakui oleh internasional.

Dengan demikian, tambah Kukuh menjawab pertanyaan Jawa Pos, Indonesia sudah siap secara standardisasi dan penilaian kesesuaian. “Sudah 80% tahap harmonisasi standarnya. Diharapkan akhir tahun 2015 sudah selesai” jelasnya.

Melalui Kunjungan Redaksi, diharapkan dapat menciptakan sebuah koordinasi, sinergi, serta kerjasama yang baik. Sehingga media dapat optimal memberikan informasi kepada masyarakat tentang program dan kebijakan BSN. Apalagi dengan pola strategi BSN melalui role model industri penerap SNI. Bambang berharap industri-industri lainnya dapat menerapkan SNI melalui success story para industri yang dipublikasikan oleh media.

 


Selain itu, media juga  diharapkan dapat memberikan kritik yang  bersifat konstruktif kepada Pemerintah guna memperbaiki maupun meningkatkan kualitas produk lokal dalam menghadapi perdagangan global melalui penerapan SNI. (nda/ria/ald)