Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Hadapi MEA, Kualitas Produk UPI Ditingkatkan

  • Kamis, 02 Juli 2015
  • 545 kali

 

Menyambut bulan ramadan dan Lebaran, Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Saut P Hutagalung melakukan safari ramadan ke sejumlah Unit Pengolahan Ikan (UPI) kelas rumahan atau Usaha kecil dan Menengah (UKM) yang sudah mendapat pembinaan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

 

Kunjungan tersebut dalam rangka memantau perkembangan dan peningkatan kualitas produk yang diolah dalam rangka mempersiapkan UPI skala kecil dan menengah menghadapi pasar bebas atawa Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) awal tahun 2016.

 

Salah satu UPI yang dikunjungi adalah Sakana Indo Prima yang terletak di Sawangan, Depok. Sakana fokus melakukan processing, trading dan consulting fisheries. UPI yang dimiliki Saefuddin dan Redy Ardiansyah ini mulai berdiri sejak tahun 2009.

 

Namun dalam dua tahun terakhir baru mengalami perkembangan signifikan lantaran mendapatkan pelatihan dari KKP bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Saefuddin mengaku produksinya meningkat 100% setelah mendapatkan label Standar Nasional Indonesia (SNI).

 

Kita saat ini sudah menjual ke beberapa supermarket, dari awalnya hanya diperjualbelikan secara recehan di pasar-pasar, ujar Saefuddin saat mendapat kunjungan Dirjen P2HP di UPI miliknya, Senin (29/6).

 

Saefuddin bilang, tidak mudah bagi mereka untuk mendapatkan SNI. Sebab semua proses pengolahan ikan, termasuk gedung dan peralatannya harus sesuai dengan SNI. Saat ini, ia bisa mengolah 2,5 ton hingga 3 ton ikan per hari. Rata-rata produksinya mencapai 100 ton hingga 120 ton per bulan.

 

Jumlah karyawan Sakana pun meningkat menjadi 140 orang karyan. Dimana sebagian besar mempekerjakan penduduk setempat. Produknya yang dijual di supermarket pun dibanderol Rp 12.000 - Rp 16.000 per kilogram (kg).

 

Berkat kerja keras dan pembinaan dari pemerintah, Saefuddin saat dapat meraup omzet rata-rata Rp 2,5 miliar sampai Rp 3 miliar per bulan dengan margin keuntungan sekitar 11% - 12%. Setelah mendapat pendampingan dan pembinaan dari KKP juga, Saefuddin mulai mengembangkan pabrik pengolahan miliknya. Bila sebelumnya pada tahun 2009 hanya seluas 260 meter persegi, kini sudah bertambah dan total menjadi 1.600 meter persegi.

 

Jadi setelah mendapat pembinaan dari KKP dan mendapatkan SNI sejak tahun 2014, kita tambah bangunan lagi, imbuhnya.

 

Menurut Saefuddin, pihaknya harus siap bersaing saat Masyarkat Ekonomi Asean (MEA) berlaku mulai awal tahun 2016 nanti. Apalagi dari informasi yang mereka terima, terdapat sejumlah industri besar yang siap menampung produk mereka asal memenuhi standar yang diminta. Ia meminta agar KKP dapat terus melakukan pendampingan dan membantu UPI skala kecil mendapatkan bahan baku seperti tuna yang selama ini sulit ditemukan karena lebih banyak diekspor.

 

Selain mengunjungi UPI milik Saefuddin, Saut juga mengunjungi UPICindy Group milik Sholihin yang berperan sebagai penyalur ikan pindang hygenis, tradisional, dan frozen fish. Sholihin mengatakan sejak mendapatkan pembinaan dari KKP, produksinya memang meningkat dan kualitasnya mulai diterima pasar hingga supermarket. Ia juga menambah jumlah karyawan hingga mencapai 60 orang. Meskipun skala rumahan tapi kualitas produknya setingkat dengan UPI skala besar sehingga mendapatkan SNI.

 

Solihin bilang membanderol Ikan Bandenga Presto yang dikelolanya seharga Rp 13.000 hingga Rp 14.000 per kg untuk size 4-6, namun untuk size 8-10 dibanderol Rp 15.000 - Rp 16.000 per kg. Dalam memasarkan produknya, ia gencar melakukan promosi seperti acara gemar makan ikan di sejumlah sekolah. Saat ini, Solihin memasarkan ikan marlin, tongkol, cakalang, tuna, makarel, semar, layang, cendro, cumi, bandeng, gurame, bawal, ikan mas, dan lele.

 

Menurut Saut, upaya pemerintah membina dan meningkatkan mutu produk UPI UKM adalah salah satu program KKP menghadapi MEA. Ia mengatakan kehadiran MEA tidak boleh memukul harga ikan di tingkat nelayan. Caranya adalah dengan meningkatkan mutu dan kemampuan UPI dalam negeri untuk mengelola ikan berstandar SNI. Sudah menjadi kewenangan pemerintah untuk melindungi UPI sektor UKM yang diperkirakan akan kesulitan menghadapi MEA bila dibiarkan bersaing sendiri. Saut memandang, UPI skala kecil dan menengah merupakan kekuatan utama pemerintah di bidnag perikanan dalam menghadapi MEA.

 

Dalam rangka memenuhi kebutuhan UPI skala UKM tersebut, pihaknya akan mengundang Asosiasi Tuna dan Cakalang untuk membicarakannya. Pemerintah akan mewajibkan minimal 5% dari hasil tangkap dialokasikan untuk UPI skala kecil dan menengah. Dengan begitu, tidak semua hasil tangkapan diekspor dan digunakan UPI skala industri. Selain itu, KKP juga berencana membangun Sistem Logistik Ikan Nasional tahap kedua.

 

Nantinya, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Maluku akan dijadikan sentra guna memasok bahan baku UPI diantaranya di Jawa. Menurut Saut untuk pembangunan cold storage terintegrasi dengan kapasitas produksi 300 ton. Investasi yang dibutuhkan ditaksir Rp 15 miliar. Nantinya cold storage tersebut akan diintegrasikan dengan empat coldstorage dengan kapasitas kecil.

 

Sejauh ini, KKP menilai, besarnya potensi produksi kedua wilayah tersebut belum diimbangi infrastruktur dan sarana angkutan yang memadai. Apalagi juga masih kesulitan encari lahan. Di sisi lain, ketersediaan listrik masih belum memadai. Untuk itu, KKP akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah setempat untuk menuntaskan hal tersebut.

 

Berdasarkan Data dari Ditjen P2HP menyebutkan, jumlah UPI di Tanah Air mencapai 63.887 unit. Jumlah itu terdiri 917 dikategorikan sebagai skala menengah besar. Adapun 62.272 unit (99%) merupakan skala mikro kecil.

 

sumber: kontan.co.id

link: http://industri.kontan.co.id/news/hadapi-mea-kualitas-produk-upi-ditingkatkan