Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

REGULATORY REFORM DAN PUBLIC CONSULTATION MENJADI TEMA DALAM The 8th APEC CONFERENCE ON GOOD REGULATORY PRACTICES (GRP) CEBU, Philiphina, 27-28 Agustus 2015

  • Selasa, 01 September 2015
  • 1966 kali

Prinsip penting dalam penerapan GRP adalah Transparency and Public Coordination, Internal coordination of rulemaking activity, serta Regulatory Impact Assessments. Implikasi dari penerapan GRP berdasarkan prinsip-prinsip tersebut memberikan manfaat bagi pengaturan dan tata laksana penyusunan peraturan/kebijakan pada suatu negara (Better Regulation). Sebagai informasi, pembahasan terkait GRP di forum APEC  merupakan mandat dari APEC - Sub Committee on Standard and Conformance (APEC-SCSC) yang saat ini secara kontinyu dibahas bersama dengan negara anggota APEC termasuk Indonesia. GRP juga telah dibahas di forum Komite TBT yang merupakan bagian penting dari pelaksanaan penerapan Persetujuan TBT WTO.

 

Dari baseline study tentang GRP yang dilakukan oleh APEC dinyatakan bahwa penerapan GRP sangat penting bagi perdagangan dan investasi serta terjadinya peningkatan kualitas regulasi. Pada prinsipnya, regulasi teknis secara sistematik harus direview untuk mengetahui apakah penerapan tersebut telah dilaksanakan secara efektif dan efisien. Dilaporkan bahwa hampir 100% negara ekonomi APEC memiliki regulatoryreview dengan target waktu serta sektor spesifik yang akan direview, namun beberapa diantaranya termasuk negara berkembang masih memiliki kendala dalam penerapannya yaitu belum adanya sistem yang terintegrasi secara optimal. Hal ini disebabkan beberpa faktor antara lain, kurangnya komitmen pemerintahdalam menerapkan GRP beserta elemennya, dukungan infrastruktur baik SDM maupun IT tools, belum ada penunjukan single authority yang bertugas memantau dan mengawasi pelaksanaan regulatory reform, serta kurangnya kesadaran dalam melakukan transparansi (konsultasi publik dan notifikasi)  terhadap kebijakan publik yang dihasilkan oleh Pemerintah.

 

Salah satu contoh negara yang telah memiliki sistematik review dan menerapkan GRP termasuk elemen-elemennya adalah Mexico. Kebijakan Mexico dalam melakukan regulatory reform didukung oleh Pemerintah dari tingkat federal, subnational sampai Internasional. Pemerintah melakukan regulatory reform secara transparansi dan kontinyu dengan target waktu yang telah ditentukan serta dapat diakses melalui online single portal/trade reppository. Selain itu, Pemerintah Mexico juga melakukan Regulatory Impact Analisys (RIA) termasuk melakukan konsultasi publik secara terbuka dengan tujuan untuk memperoleh masukan dari para pihak yang berkepentingan. Keterlibatan stakeholder khususnya peran SME’s sangat penting dimana program regulatory reform yang di tetapakan oleh Pemerintah dapat menentukan masa depan/iklim investasi yang bagi baik bagi dunia usaha.

 

Selain Mexico, beberapa negara anggota APEC juga berbagai pengalaman dalam penerapan GRP diantaranya Amerika Serikat, New Zealand, China Taipei, Philiphine, Malaysia, Chile, Indonesia serta Australia. Pada Konferensi APEC GRP ke 8 ini menghadirkan 10 pembicara, 5 discussant termasuk Indonesia serta dipandu oleh 1 (satu) orang moderator.

Beberapa point penting yang dihasilkan dari pertemuan tersebut antara lain:

  1. Mekanisme untuk mereview regulasi yang signifikan dengan menetapkan periode waktu evaluasi, melakukan studi kasus atau survey terhadap tingkat kepuasan stakeholder dengan regulasi yang tersedia.
  2. Melaksanakan RIA secara mandatory untuk regulasi yang ada serta regulasi yang akan diusulkan. Setiap Institusi menunjuk otoritas yang bertanggung jawab untuk melakukan RIA
  3. Menentukan apakah RIA dapat diwajibkan pada seluruh peraturan perundangan di level nasional. Jika tidak, mempertimbangkan penerapan RIA pada kantor pemerintah, industri atau sektoryang dipilih.
  4. Menentukan langkah-langkah penting antara lain menyusun roadmap capacity building antara lain training risk asessment dan RIA.
  5. Mekanisme konsultasi publik, Konsultasi publik dilakukan harus mempertimbangkan faktor demografi suatu negara, IT tools yang digunakan seperti media sosial, evaluasi terhadap feedback yang diterima dari stakeholder, serta keterwakilan stakeholder dalam konsultasi tersebut.

 

Rekomendasi yang dihasilkan melalui forum ini menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia untuk segera melakukan reformasi terhadap proses penyusunan regulasi di Indonesia yang merupakan bagian penting nawacita pemerintah saat ini. Langkah-langkah yang sebaiknya di lakukan oleh Indonesia antara lain;

  1. Mereview substansi peraturan penyusunan perundang-undangan di Indonesia yang ditetapkan melalui UU No. 11 tahun 2012 agar selaras dengan ketentuan internasional
  2. Pedoman konsultasi publik yang merupakan Juknis dari UU No.11 tahun 2012 agar disosialisasikan ke seluruh kementerian/lembaga.
  3. Menetapkan Program regulatory review setiap tahun sesuai dengan target dan isu yang diprioritaskan
  4. Menyusun guidelineRegulatory Implact Analysis (RIA) secara wajib atau sukarela bagi regulasi teknis yang berdampak signifikan terhadap perdagangan Indonesia; Dibidang standardisasi dan penilaian ksesesuaian, Pedoman RIA sangat penting dan menjadi acuan bagi K/L untuk menyusun regulasi baru atau mereview regulasi yang telah ada. Pedoman ini diharapkan dapat memudahkan K/L dalam pengambilan keputusan apakah regulasi tersebut perlu direview atau dipertahankan.
  5. Melakukan konsultasi publik dengan memperhatikan ketentuan internasional, termasuk melakukan notifikasi terhadap setiap kebijakan yang berdampak terhadap perdagangan. (notifikasi tidak hanya dilakukan pada agremeent tertentu tetapi agreement lain yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia)
  6. Penggunaan media sosial dalam konsultasi publik dimana faktor demograsi menjadi salah satu kendala dalam proses konsultasi publik
  7. Menetapkan single authority yang bertanggung jawab untuk mengontrol dan mengevaluasi setiap regulasi yang ditetapkan oleh K/L. Single Authority ini juga nantinya harus menyediakan sistem informasi yang terintegrasi agar dapat diakses oleh semua pihak.

 

Pelaksanaan Konferensi Good Regulatory Practice ke 8 telah berlangsung di Cebu Philiphina, tanggal 27-28 Agustus 2015 dihadiri oleh perwakilan negara anggota APEC, private sector serta pihak terkait lainnya. Delegasi Indonesia diwakili oleh Suhaimi Kasman (BSN) dan Roch Ratri Wandansari (GAPMMI).  (dilaporkan oleh: Nn)