Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Kajian Implementasi UU No.33 Tahun 2014 Dalam Kerjasama Dagang Internasional

  • Senin, 07 Desember 2015
  • 2349 kali

Dipimpin oleh Adrian Short dari European Business Chamber of Commerce Indonesia, Kamar dagang asing yang terdiri dari American Chamber of Commerce Indonesia, European Business Chamber of Commerce Indonesia, Korean Chamber of Commerce and Industry, dan US-ASEAN Business Council melakukan audiensi dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk membahas implementasi UU No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal di Menara Thamrin, Jakart, pada 3 Desember 2015. Audiensi ini diterima oleh Kepala BSN, Bambang Prasetya, Sekretaris Utama BSN, Puji Winarni, serta Deputi Bidang Penelitian dan Kerjasama Standardisasi BSN, Kukuh S Ahmad.

 

Seperti diketahui, UU no.33 Tahun 2014 tentang Jaminan produk Halal mewajibkan sertifikasi halal dan pelabelan halal untuk barang dan / atau jasa yang berhubungan dengan makanan dan minuman, obat-obatan, kosmetik, produk kimia, produk biologi, produk rekayasa genetik, dan produk lainnya yang diterapkan, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat yang mana produk-produk tersebut diproduksi, diimpor, didistribusikan dan / atau diperdagangkan di daerah Indonesia.

 

 

 

Adrian menyatakan bahwa kamar dagang asing percaya bahwa sertifikasi halal merupakan ketentuan penting yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, serta kepastian bagi konsumen Indonesia, dan untuk menambah nilai lebih untuk barang yang diproduksi dan dijual di Indonesia. Namun, ruang lingkup yang luas dan kompleksitas hukum halal menjadi perhatian khusus bagi para stakeholder, asosiasi sektoral dan kamar dagang internasional. Melalui Kamar Dagang Indonesia & Industri (KADIN), asosiasi sektoral dan kamar dagang asing telah menyampaikan masukan dan perhatian mereka tentang ini.

 

Sesuai dengan azas Pancasila dan UUD 1945, Pemerintah Indonesia berkewajiban untuk memberikan jaminan kemerdekaan penduduk untuk memeluk agama dan kepercayannya, termasuk di dalam jaminan akan produk halal yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat muslim. Kamar dagang internasional menyetujui dan mendukung azas tersebut. Namun, kamar dagang asing merasa ada persyaratan tertentu dalam hukum halal yang perlu dievaluasi kembali karena dikhawatirkan dapat menghambat bisnis, perdagangan, dan investasi di Indonesia. Lebih penting lagi, ada kemungkinan hukum halal tersebut dapat menghalangi konsumen Indonesia dan pasien mengakses obat-obatan yang berkualitas baik dan aman.

 

Sejauh ini, kamar dagang asing mengakui dan mendukung pelaksanaan sertifikasi halal secara  sukarela yang dilakukan oleh LPPOM-MUI serta peraturan BPOM no.HK.03.123.06.10.5166 dari 2010 yang sudah mensyaratkan bahwa bahan-bahan yang berasal dari babi, atau telah memiliki kontak dengan bahan-bahan yang berasal dari babi, harus diberi label yang jelas. Namun, pelaksanaan hukum halal dikhawatirkan memiliki beberapa konsekuensi yang tidak diharapkan. Kamar dagang internasional telah membuat kajian tentang kemungkinan konsekuensi yang dapat terjadi, antara lain menciptakan biaya tambahan bagi konsumen, berpotensi mempengaruhi kesehatan masyarakat, mengurangi efisiensi, dan menghambat bisnis.

 

Bambang Prasetya mengemukakan bahwa BSN sedang mengadopsi dan membuat skema halal agar Indonesia memiliki “national differences”, saling menghormati standar masing-masing negara.  Sebagai lembaga yang bertanggung jawab di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian, BSN pun turut diminta ikut andil dalam merumuskan PP tentang Jaminan Produk Halal.

 

Sejalan dengan tugas BSN tersebut, melalui Audiensi ini, kamar dagang asing turut menyampaikan harapannya kepada BSN untuk menyuarakan ke pihak terkait, agar mereka ikut dilibatkan dalam penyusunan PP tentang Jaminan Produk Halal.

 

 

Di penghujung audiensi, Bambang mengapresiasi kajian-kajian yang telah dilakukan oleh kamar dagang internasional, dan menyarankan agar kamar dagang asing terus melakukan kajian secara berkelanjutan. sehingga dapat menjadi masukan dalam merumuskan PP tentang Jaminan Produk Halal. (ald)