Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Bahaya Perokok Pasif

  • Rabu, 03 Februari 2016
  • 3354 kali

Dharma Wanita Persatuan Badan Standardisasi Nasional (DWP BSN) bekerja sama dengan Biro Hukum, Organisasi dan Humas (Biro HOH) BSN menyelenggarakan Seminar “Bahaya Perokok Pasif” dan Pemeriksaan Pap Smear pada Rabu (3/2/2016) bertempat di Ruang Komisi 1,2 dan 3 Gedung II BPPT, Jakarta. Seminar menghadirkan pembicara utama dr. Fordiastiko, Sp.P (Spesialis Paru) dari Rumah Sakit Paru Dr. Goenawan Partowidigdo Cisarua.

 

 

Seminar yang dibuka langsung oleh Kepala BSN Bambang Prasetya ini diikuti oleh seluruh karyawan dan anggota DWP BSN. Hadir pula dalam acara ini jajaran pejabat Eselon I, II, III dan IV di lingkungan BSN. Seminar digelar sebagai bagian dari program sosial DWP BSN, yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja bebas asap rokok serta mengedukasi bahaya perokok pasif bagi kesehatan karyawan BSN.

 

Bambang Prasetya dalam sambutannya mengungkapkan, seminar seperti ini sangat penting dilaksanakan untuk mengetahui bahaya rokok, terutama bagi para perokok pasif. Selain itu, kegiatan ini juga menjadi cara untuk menjadikan karyawan BSN mempunyai stamina dan kesehatan yang bagus.

 

“Seminar ini penting, untuk mengetahui bahaya rokok bagi yang perokok pasif. Karena itu kita simak, memperkaya ilmu belajar bagaimana menjaga diri supaya sehat, mencegah bahaya rokok,” ujar Bambang.  Apalagi BSN masih mempunyai tugas di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yaitu menjalankan program 10 langkah BSN menghadapi MEA. “Supaya BSN lebih mantap, karyawannya sehat dan semangat,” tambah Bambang.

 

Sementara itu Fordiastiko menyampaikan, merokok sudah menjadi kebiasaan yang turun temurun di masyarakat. Bahkan menjadi “olok-olok” bila tidak merokok terutama di kalangan remaja. Parahnya, porsi iklan rokok tidak sebanding dengan upaya pencegahan. Kita pun kurang pengetahuan tentang kandungan asap rokok.

 

 

Fordiastiko mengatakan, efek asap rokok terhadap badan memang tidak akut. Namun akan timbul setelah bertahun-tahun. “Misal kita mulai merokok pada usia 17 atau 20 tahun, di usia 50 tahun kita sudah mengidap disabilitas, ketidakmampuan kita melakukan sesuatu,” ujar Fordiastiko.

 

Berdasarkan data tahun 2011, ada 61 juta perokok aktif di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 20 persen perokok aktif berusia 13-15 tahun. “Sebaiknya harus kita cegah, sebab mereka belum mengerti betul bahaya akibat merokok,” kata Fordiastiko.

 

Asap rokok, lanjut Fordiastiko, sangat berbahaya. Asap rokok mengandung partikel tar dan nikotin serta lebih dari 4000 zat kimia maupun 60 karsinogenik (penyebab kanker). “Gas ini tidak ada yang bermanfaat sama sekali. Mengapa kita mesti merokok?” kata Fordiastiko.

 

 

Adapun bahaya akibat rokok dan asapnya diantaranya ialah penyakit paru seperti kanker paru, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), tuberkulosis, pneumonia, dan asma. Bahkan PPOK diproyeksikan menjadi penyebab kematian ketiga pada tahun 2020.

 

Fordiastiko pun menyampaikan, bagi perokok aktif, untuk berhenti merokok, diperlukan strategi, yaitu mulai dari niat diri sendiri (motivasi), tata laksana medis adiksi dan withdrawal, serta dukungan keluarga.

 

 

 

Selain mendengarkan penjelasan dari narasumber, peserta pun diberi kesempatan untuk berdiskusi dan tanya jawab. Banyak pertanyaan yang muncul selama sesi tanya jawab. Diskusi pun berlangsung hangat dan menarik. Selain seminar, dalam kesempatan ini juga dilangsungkan pemeriksaan pap smear bagi para karyawati BSN. Pemeriksaan pap smear dilakukan sebagai upaya pencegahan kanker serviks, yang notabene kanker pembunuh wanita nomor 1 di Indonesia. (ria-humas)