Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Mencoba Berdamai dengan Longsor dan Banjir di Selatan Manokwari

  • Sabtu, 23 April 2016
  • 3637 kali

 

Abresso Papua..

 

Tuhan Memberkati Tanah Papua, singgasana Kasuari, perlambang Provinsi Papua Barat. Kecantikan dan kekayaan alamnya melantunkan pujian yang tidak putus-putus. Tim Penelitian Geologi Ekspedisi NKRI Papua Barat  membeberkan fakta bahwa sebagian besar Papua Barat adalah batuan sangat tua (Paleozoikum) yang kaya akan sumber daya mineral dan endapan aluvial dataran rendahnya merupakan potensi minyak bumi. Tim Flora fauna sudah meng-herbarium-kan puluhan jenis kupu-kupu, anggrek liar, dan bunga khas papua Rondodendro  selain tentu saja dokumentasi sang bidadari cantik- Cendrawasih, Kasuari-sang unggas perkasa dan dan burung pintar-si pengumpul sampah serta beberapa jenis reptil endemi asli papua.

 

Sementara itu, kami yang bergabung dengan tim Penelitian Potensi Bencana berusaha menyusun temuan-temuan kerentanan bencana yang akan menjadi masukan tertulis untuk Pemerintah setempat dalam menyeimbangkan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Sejak pergeseran pertama kali ke Poskotis di Distrik Ransiki dari Ibukota Provinsi Papua Barat ,  Manokwari, pada awal Februari lalu, Tim Potensi Bencana Subkorwil 4/Mansel yang dipimpin oleh Letda. Czi Fadli,  sudah dicegat oleh pekerjaan alat berat pengerukan sisa longsoran di Distrik Tanah Rubuh, perbatasan Kab. Manokwari dengan Kab. Manokwari Selatan (Mansel). Selanjutnya tercatat sampel penelitian pada jalur Jalan Utama Manokwari-Bintuni di Distrik Oransbari tidak kurang dari 26 titik longsor yang tertelusur oleh Tim penelitian pada jarak tempuh tidak lebih dari 27 Km. Longsoran-longsoran yang terdata merupakan longsoran yang merusak /berpotensi merusak infrastruktur, yang dapat mengakibatkan korban jiwa ataupun kerugian ekonomi.

 

Hasil penelitan sejak 13 Februari 2016 pada 5 Distrik (Kecamatan) dari 6 Distrik yang berada di Mansel. yaitu Ransiki, Oransbari, Momiwaren, Dataran Isim dan Neney menunjukkan bahwa bencana longsor menempati rangking pertama potensi bencana di wilayah ini.  Kerentanan longsor terbanyak ditemukan di jalur jalan. Longsoran seperti ini dapat mengganggu arus transportasi yang berimbas pada perekonomian, bahkan pada kasus tertentu dapat mengisolasi suatu daerah.

 

Sebagai Kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Manokwari, Mansel memang saat ini sedang menggenjot pembangunan di wilayahnya. Pembangunan infrastruktur jalan merupakan salah satu prioritas utama mereka. Seyogyanya, inisaat yang tepat untuk memulai merencanakan pembangunan infrastruktur mempertimbangkan kerentanan longsor dengan pemetaan jalur jalan yang lebih matang untuk menghindari kerugian secara ekonomi yang lebih besar di kemudian hari, hanya karena longsoran yang berulang.

 

Perhitungan kecuraman dan bentuk sengkedan tebing buatan, pertimbangan vegetasi di atas dan sekitarnya, pembuatan tanggul dengan ketinggian yang memadai, serta antisipasi terhadap rembesan-rembesan aliran air , menjadi prioritas dalam proses eksekusi pembuatan jalur jalan. Karekter Mansel dan Pegaf yang bergunung-gunung dan kaya akan air, maka pembuatan drainase untuk menata aliran-aliran air kecil  menjadi wajib. Walaupun kecil, namun jika tidak ditangani, aliran-aliran air liar ini dapat merusak kepadatan tanah dan bebatuan di tebing yang memicu  terjadinya longsor terutama saat curah hujan tinggi.

 

Selain itu kesiapsiagaan personil dan peralatan berat dalam mengantisipasi longsor yang biasanya terjadi saat hujan mengguyur dan berulang pada titik-titik yang sama menjadi sama pentingnya dengan merencanakan jalur jalan dan menata aliran air . Sekedar mewacanakan seandainya nanti dibentuk Unit Pemadam kebakaran di sini, maka mereka layak mendapatkan pelatihan penanganan longsor dan dilengkapi dengan dengan peralatan berat seperti traktor keruk (backhoe)

 

Longsoran lainnya juga terjadi pada lereng-lereng perbukitan atau gunung yang dimanfaatkan sebagai ladang berpindah oleh masyarakat setempat. Longsoran jenis kedua ini biasanya merusak ladang warga itu sendiri atau pemukiman yang mungkin berada di bawahnya. Langkah mitigasi untuk kerentanan ini tidaklah lebih mudah, karena perlu edukasi yang berkelanjutan terhadap teknik bertani sebagian besar mayarakat di Mansel dan Pegaf. Selain itu kepemilikan lahan oleh individu atau adat menjadi kendala yang memaksa sebagian besar warga terpaksa bertani dan berkebun di tempat-tempat yang rentan terhadap longsor.

 

Kondisi kerentanan terhadap longsor tersebut diperparah dengan posisi geologis Kabupaten Mansel dan Pegaf. Kedua wilayah ini juga rawan terhadap gempa tektonik baik di darat maupun di dasar lautan, karena berdiri di atas patahan yang terkenal dengan nama Sesar Ransiki. Patahan ini merupakan daerah pertemuan tiga lempeng benua yaitu Asia, Australia dan Pasifik. Gempa besar seperti yang pernah terjadi di perairan laut Ransiki pada 2002, berkekuatan 7,8 Skala Richter, menghancurkan infrastruktur di wilayah Mansel secara masif. Gempa tersebut mengubah banyak morfologi tanah, ditandakan dengan mengeringnya beberapa sungai kecil dan banyak sumur penduduk setempat. Gempa juga sempat melontarkan tsunami yang menenggelamkan rumah-rumah di Kp. Wariap, Momiwaren, dan tidak terhitung lagi jumlah longsoran  yang diakibatkan olehnya.

 

Banjir.

Potensi Banjir mengitip pada urutan kedua. Dikelompokkan bersama banjir adalah erosi aliran sungai.  Erosi sungai menyebabkan rusaknya infrastruktur jalan, jembatan, pemukiman dan perkebunan masyarakat di bantarannya, salah satu contoh yang baru saja terjadi pada Jembatan Sungai Ransiki (Kalimati) pada 31 Maret 2016 lalu yang menyebabkan jalan di ujung jembatan amblas sehingga jalur Manokwari-Bintuni sempat terputus.

 

Saat itu curah hujan di bagian hulu sungai cukup tinggi, sehingga debit air sungai bertambah. Aliran arus sungai yang cukup deras masih ditambah material lumpur, pasir dan bebatuan yang terseret sepanjang aliran sungai. Aliran sungai seperti ini yang berpotensi menggerus apapun di area alirannya. Kekuatan hantaman erosi dapat lebih terlihat di belokan-belokan sungai.

 

Mitigasi awal yang dapat dilakukan adalah pembuatan tanggul/talut di Daerah Aliran Sungai (DAS) . Minimal tanggul-tanggul tersebut dibangun pada titik-titik tertentu untuk melindungi infrastruktur yang berada di dekat DAS serta di belokan-belokan sungai. Seiring upaya mitigasi awal, diperlukan perencanaan dan pengelolaan DAS, terutama pada lingkungan di daerah hulu sungai.

 

Pegunungan Arfak adalah penyumbang air utama dan terbesar serta merupakan hulu dari sungai-sungai yang melintasi distrik-distrik di Mansel. Hipotesa awal, jika Kabupaten pemilik Danau Anggi dan Anggigida ini tidak merencanakan dan mengelola wilayah resapan air, hutan dan lingkungannya dengan baik, maka akan terjadi kerentanan, dari kerentanan tersebut potensi bencana banjir dan kekeringan mengancam daerah hilir sungai yang sebagian besar berada di wilayah Kab.Mansel dan Kab. Manokwari.

 

Data-data primer dan sekunder di Kabupaten Pegaf akan mulai ditelusur oleh tim potensi bencana Subkorwil 4/Mansel pada awal bulan April ini. Ditargetkan selama 3-4 minggu tim dapat menemukan fakta-fakta kerentanan bencana yang sebelumnya telah diprediksikan.  Selain itu, bekerjasama dengan BPBD Provinsi Papua Barat,  Tim Ekspedisi NKRI berencana akan melakukan program pelatihan tanggap bencana pada salah satu wilayah Pegaf hingga terbentuknya Kampung Siaga Bencana. (didit)