Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Standardisasi dan Sertifikasi Dukung Hilirisasi Hasil Riset

  • Rabu, 24 Agustus 2016
  • 2906 kali

Direktorat Pengembangan Teknologi Industri Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) bekerja sama dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN) menyelenggarakan Workshop Standardisasi dan Sertifikasi Hasil Riset pada Senin (22/08/2016) di Serpong, Tangerang.

 

Workshop ini bertujuan untuk memberi pembekalan kepada penerima insentif Program Pengembangan Teknologi Industri terkait dengan standarisasi produk agar prototipe hasil pengembangan teknologi yang dikembangkan memudahkan untuk di-industrialisasi dan tidak mengalami “pengulangan pengembangan” dikarenakan berbeda dengan standar yang ada, atau menyulitkan sendiri ketika membuat standar.

 

 

Workshop yang diikuti oleh kurang lebih 50 peserta tersebut menghadirkan pembicara utama Kepala BSN Bambang Prasetya dan Kepala Bidang Pertanian, Pangan dan Kesehatan BSN Wahyu Purbowasito Setyo Waskito. Turut hadir dalam acara ini Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek Dikti Muhammad Dimyati, Sekretaris Utama BSN Puji Winarni, serta Direktur Pengembangan Teknologi Industri Kemenristek Dikti Hotmatua Daulay.

 

Dimyati dalam sambutannya menyampaikan, sebuah hasil riset agar dapat memasuki tahap produksi massal melewati proses yang sangat panjang. Setelah suatu produk telah sampai pada level 7-9 Tingkat Kesiapan Teknologi (masa pengujian di laboratorium dan pengujian lapangan untuk selanjutnya masuk ke manufacturing atau produksi massal), produk tersebut masih harus melalui tahapan IRL (Innovation Regulation Level). Level ini ialah tingkatan dimana suatu produk dikaji dengan pertimbangan ekonomis, sehingga dapat di-industrialisasi. “Karena pertimbangan teknis sudah di Level 7 sampai 9. Justru paling menentukan adalah level IRL, karena kebanyakan peneliti berhenti paling tinggi pada level level 7 atau 8 atau 9. Setelah itu tidak dimanfaatkan oleh industri,” ujar Dimyati.

 

Ia pun berharap, dengan prosedur riset yang sudah ada sekarang ini dan dapat distandarkan, proses penelitian sampai hilirisasi bisa lebih efisien. Pada akhirnya, prototipe hasil riset yang siap di-industrialisasi sudah bisa distandarkan, sehingga kita turut mendukung kebijakan Menteri Ristek Dikti di bidang hilirisasi.

 

 

Sementara itu, Bambang menjelaskan bahwa pada dasarnya standar dan penilaian kesesuaian diperlukan untuk acuan/pedoman keamanan, keselamatan, keselamatan dan perlindungan lingkungan, acuan mutu, serta efisiensi produksi-pemasaran sehingga produk kita lebih kompetitif. Selain itu, standar juga menjadi instrumen bagi produk agar mampu menembus pasar, baik dalam maupun luar negeri.

 

Oleh karena itu, kata Bambang, apabila produk yang dihasilkan para peneliti sudah ada Standar Nasional Indonesia (SNI) bisa lebih mudah masuk pasar. Salah satunya bisa masuk dalam e-catalog pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari dana APBN.

 

 

“Makanya sertifikasi produk (penelitian) supaya bisa berjalan, dengan mengacu standar yang ada. Kalau standar sudah ada, cari Lembaga Sertifikasi Produk yang diakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN). Kalau tidak ada standarnya, bisa diusulkan ke BSN,” kata Bambang.

 

Dalam workshop kali ini, para peserta juga mendapat kesempatan untuk berdiskusi dan mendapatkan bimbingan dari BSN mengenai standardisasi dan sertifikasi hasil riset. Para peserta dibagi menjadi 7 kelompok bidang fokus riset yaitu energi, pertahanan keamanan, kesehatan & obat, material maju dan bahan baku, pangan, teknologi informasi dan komunikasi, serta transportasi.(ria-humas)