Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Peran Standar dan Ketertelusuran Dalam Keamanan dan Mutu Pangan

  • Rabu, 15 Maret 2017
  • 15440 kali

Program Nasional perumusan standar. Dalam menusun SNI maka kita memperhatikan beberapa aspek, diantaranya kebutuhan pasar, perlindungan konsumen, kemampuan iptek, kondisi flora fauna dan lingkungan hidup, bahkan ada juga pertimbangan keyakinan beragama.

 

Untuk memberikan pengertian akan pentingnya standar dan kalibrasi, terutama untuk keamanan pangan dan kualitas produk pangan, Deputi Bidang Penerapan Standar dan Akreditasi - Badan Standardisasi Nasional (BSN) Kukuh S Achmad  menyosialisasikan "peran standar dan ketertelusuran dalam keamanan dan mutu pangan" dalam acara In-depth Seminar yang diselenggarakan oleh Foodreview Indonesia pada Rabu, 15 Maret 2017 di IPB International Convention Center, Bogor.

 

Acara yang dibuka oleh Pemimpin Redaksi Foodreview Indonesia, Purwiyatno Hariyadi ini mengambil tema "Building Preventive Food Safety Measures: Ensuring the Growth and Sustainability of Food Industry. Hadir dalam seminar ini adalah instansi pemerintah dan para pelaku industri di bidang pangan, diantaranya adalah perwakilan dari BPOM, PT Indofood CBP Sukses Makmur, PT Adib Global Food Supplies, PT Astaguna Wisesa, PT Capsugel Indonesia, dan industri-industri terkait pangan dan kesehatan lainnya.

 

 

Dalam kesempatan ini, kukuh menyampaikan bahwa standar dan ketertelusuran berperan penting dalam keamanan dan mutu pangan. "Dengan adanya standar, produsen / industri dapat memahami kepastian batas / persyaratan yang diterima pasar," ujar Kukuh. Standar juga dapat dijadikan acuan dalam pembinaan / proses produksi, sehingga dapat meningkatkan efisiensi mutu barang / jasa. "Standar juga dapat meningkatkan kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi perdagangan antar produsen, antara produsen dan konsumen," tambahnya.

 

Bagi konsumen, standar juga dapat menjamin kualitas dan keamanan produk. Publik/masyarakat juga dilindungi dari segi keamanan, keselamatan, kesehatan, dan kelestarian lingkungan. "Dengan kata lain, standar berguna sebagai perlindungan konsumen," jelas Kukuh.

 

 

Hingga saat ini, BSN telah menetapkan sekitar 11ribu SNI. Sesuai UU No.20 tahun 2014, cakupan dari standardisasi dan penilaian kesesuaian ada 5 kelompok, yaitu barang, jasa, sistem, proses, dan orang. Penerapan SNI sendiri pada dasarnya bersifat sukarela, namun pemerintah, dalam hal ini kementerian terkait, dapat mewajibkan penerapan SNI bila nenyangkut keamanan, keselamatan, kesehatan, dan kelestarian lingkungan

 

Codex ada untuk melindungi kesehatan konsumen dan memfasilitasi praktek yang fair dalam perdagangan pangan. Dalam kita menyusun standar pangan Indonesia, lanjut Kukuh, sebagian besar mengacu pada standar Codex Alimentarius. Dari sekian banyak standar codex yang sudah diterbitkan, Indonesia memanfaatkannya dalam 3 kelompok. Ada yang diadopsi menjadi peraturan di Indonesia, ada yang diadopsi menjadi SNI, dan ada yang menjadi referensi / acuan dalam penyusunan SNI. “Hingga saat ini, Indonesia sudah memanfaatkan 62% standar codex, baik diadopsi ataupun dijadikan referensi,” jelas Kukuh.

 

Ketika kita berbicara tentang ketertelusuran pengukuran, pada akhirnya kita tidak bisa lepas dari pemastian kompetensi, siapa yang memberi jaminan suatu pengukuran atau pengujian, itu hasilnya valid atau tidak dengan standar ketelitian yang lebih tinggi.

 

Selain ada BSN, dalam UU No.20 tahun 2014 juga ada Komite Akreditasi Nasional (KAN). KAN tugasnya memberi akreditasi dan sertifikasi. KAN merupakan lembaga non struktural yang keanggotaannya merupakan perwakilan dari para pemangku kepentingan. Keppres mengamanatkan Kepala BSN menjadi Ketua KAN.

 

Menurut persyaratan kalibrasi dalam standar, semua peralatan yang digunakan, termasuk peralatan bantu, yang berkontribusi signifikan terhadap akurasi atau validitas hasil harus dikalibrasi (ISO/IEC 17025, ISO/IEC 17020, ISO 15189, dll). Bahkan, bla diperlukan, untuk memastikan hasil yang valid, alat pengukuran harus dikalibrasi dan atau diverifikasi terhadap standar pengukuran yang dapat ditelusuri ke standar pengukuran internasional atau nasional (ISO 9001, ISO 22001, dll).

 

 

Dalam kesempatan ini, Kukuh juga menjawab pertanyaan para peserta terkait penyusunan SNI serta peran SNI dalam menguatkan daya saing bangsa. “Adapun terkait SNI wajib, yang memiliki kewenangan mewajibkan SNI adalah Menteri atau Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang memiliki kewenangan mengatur ekspor produk-produk tertentu. Jadi BSN bukanlah regulator. BSN tugasnya menyusun SNI dan memastikan SNI yang diperlukan tersedia untuk masyarakat,” jelas Kukuh menjawab pertanyaan peserta seminar. (ald-Humas).