Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

BSN Dukung Harmonisasi Standar Tekstil Antar Anggota Ekonomi APEC

  • Rabu, 20 Februari 2019
  • 2864 kali

Industri tekstil dan pakaian jadi terus memainkan peran utama dalam perekonomian Indonesia. Industri ini memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan produk domestik bruto negara dan pendapatan valuta asingnya. Disinyalir, industri ini akan berkontribusi sekitar 5 persen untuk ekspor global.

 

Hingga kini, Indonesia masih menjadi produsen tekstil dan pakaian jadi terkemuka di kawasan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Tentu hal ini harus dapat dipertahankan dengan cara meningkatkan kualitas produksinya, dengan mengembangkan standar terkait tekstil.

 

Saat ini, industri tekstil di wilayah APEC sedang berfokus pada peningkatan aspek kesehatan, contohnya  produk tekstil antibakteri, deodoran, antijamur, dan antivirus. "Sayangnya, produk-produk ini tidak selalu diuji sesuai dengan standar internasional, dan skema sertifikasi serta metode pelabelan pada produk ini belum selaras. Masalah-masalah ini dapat menyebabkan hambatan perdagangan dan kerugian bagi konsumen di ekonomi APEC," ujar Deputi Bidang Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian Badan Standardisasi Nasional (BSN), Zakiyah saat membuka seminar Capacity Building on Testing Methods for Functionality Finishing on Textile Products and Certification Methods within the APEC Region di Jakarta, Rabu (20/02/2019). Seminar ini diselenggarakan oleh Japan Textile Evaluation Technology Council (JTETC) yang berkolaborasi dengan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), dan difasilitasi oleh Japan External Trade Organization (JETRO).

 

Dalam kesempatan ini, Direktur JTETC, Norimitsu Suso menekankan pentingnya harmonisasi metode pengujian dalam perdagangan. “Dengan adanya harmonisasi metode pengujian, standar kualitas produk yang dihasilkan satu sama lain akan sama, sehingga dapat meningkatkan ekspor dan meminimalisir hambatan perdagangan,” ujarnya.

 

Zakiyah pun mendukung adanya harmonisasi metode pengujian tekstil, khususnya bagi negara-negara di Asia Pasifik. Ia juga mendorong para peserta, baik produsen, lembaga sertifikasi, maupun laboratorium penguji dari anggota ekonomi APEC untuk memperhatikan standar tekstil di bidang kesehatan.

 

Adapun untuk mengakomodir kebutuhan industri tekstil di Indonesia dalam perdagangan diantara negara-negara Asia Pasifik, Zakiyah menyatakan bahwa BSN telah mengadopsi standar ISO secara identik dan menetapkan SNI ISO 20743:2010 - Penentuan aktivitas antibakteri produk yang diproses penyempurnaan antibakteri. "Tentu kami juga akan melihat perkembangan industri tekstil di Indonesia dan internasional untuk mengembangkan standar-standar baru" ujar Zakiyah.

 

Secara umum, hingga kini BSN telah menetapkan 326 Standar Nasional Indonesia (SNI) yang terkait dengan produk tekstil yaitu 208 standar untuk metode pengujian dan 118 standar untuk produk tekstil. Contoh SNI untuk produk tekstil adalah SNI 8444: 2017 - Kain Brokat, sedangkan SNI untuk metode pengujian terkait dengan tekstil misalnya SNI 08-1272-1989 tentang Tekstil, Istilah dan definisi dalam penyempurnaan. "SNI yang diadopsi dari standar ISO secara total adalah 193, dengan187 adopsi identik dan 6 adopsi dimodifikasi," jelas Zakiyah.

 

Dalam seminar ini, para pembicara / pakar memberikan pemahaman tentang pentingnya metode pengujian dan sertifikasi yang digunakan untuk Produk. Saya harap, para peserta seminar dapat mempelajari metode pengujian fungsionalitas tekstil maupun skema sertifikasinya, sehingga nantinya dapat  diterapkan untuk meningkatkan daya saing industri lokal dan dapat mengatasi hambatan perdagangan antar anggota ekonomi APEC," harap Zakiyah.

(ald-Humas)