Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

BSN Beri Kuliah Umum SNI Kopi di UNSRI

  • Senin, 25 Maret 2019
  • 2832 kali

Sabtu (23/03) Kantor Layanan Teknis BSN Palembang mendapat undangan untuk mengisi kuliah umum bagi sekitar 300 mahasiswa UNSRI dari 5 angkatan kampus Palembang dan Indralaya. Kuliah yang dibuka oleh Prof. Filli Pratama, M.Sc (Hons), Ph.D Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya juga menghadirkan pembicara Ketua Dewan Kopi Sumsel, Drs. M. Zain Ismed, MBA.

 

Prof. Filli Pratama, M.Sc.(Hons), Ph.D. pemilik 7 paten diantaranya kopi blok siap seduh dan metode pembuatannya dengan penambahan Dekstrin serta paten Tekwan kering cepat saji dan metode pembuatannya dengan aplikasi pembekuan ini berharap Kuliah Umum dengan Tema Tantangan Pengembangan Teknologi Hasil Perkebunan Sumsel dapat memacu akademisi UNSRI agar ‘’getol’’ untuk turun ke lapangan mengatasi permasalah riil di depan mata di bidang pengolahan komoditas perkebunan terutama kopi.

 

Prof. Filli Pratama yang pernah menjabat kepala Lab. Kimi Hasil Pertanian, juga berharap mahasiswa mampu menggabungkan solusi kekinian, antara teori revolusi industri 4.0 dengan praktik lapangan yang pernah dilalui untuk mengatasi masalah kopi Sumsel.

 

Selaras dengan yang disampaikan Prof. Filli Pratama di pembukaan, Drs. M. Zain Ismed, MBA, menyampaikan harapan agar akademisi UNSRI tidak menjadi ‘’menara gading’’ harus mau dan getol turun ke lapangan mengatasi tantangan kopi Sumsel yang menurutnya memerlukan sentuhan ilmu, RnD dari akademisi.

 

Kami, Dewan Kopi Sumsel, lanjut pria yang pernah menjabat GM Pemasaran PT PUSRI ini, tidak dapat bergerak sendiri, kami memerlukan bantuan dan dukungan dari kalangan akademisi. Melalui kopi ini, mari kita balik ke dusun atau ‘’mbangun deso’’, karena bisa jadi sebagian besar dari kita bisa sampai kuliah menjadi doktor dan guru besar karena orang tua kita adalah petani kopi, ungkat M. Zain Ismed.

 

Dewan Kopi Sumsel dibentuk dengan satu tujuan, membangun ‘’marwah’’ Kopi dan Petani Kopi Sumsel. Seperti diketahui bersama Sumsel ini pemilik lahan kopi terluas di Indonesia, 263 ribu hektar yang dikelola oleh lebih dari 200 ribu KK Petani. Dengan kondisi seperti ini, Sumsel juga menjadi penghasil biji kopi terbesar di Indonesia sebanyak 140 ribu ton per tahun, cerita M. Zain Ismed.

 

Fakta yang kita dapat berbeda, bahwa kesejahteraan petani kopi kita masih rendah, Kopi Sumsel kurang dikenal yang semuanya itu bermuara dari mutu kopi yang rendah sehingga dalam hal ini pas sekali kami menggandeng Badan Standardisasi Nasional untuk meningkatkan mutu kopi Sumsel, jelas M. Zain Ismed.

 

BSN yang diwakili personel KLT BSN Palembang, Haryanto dan Anthony Ahmad Fathony menceritakan pengalaman dalam melakukan pembinaan SNI Produk kepada UKM Kopi Sumsel. Menurutnya permasalah kualitas Kopi Sumsel ini seperti gunung es. Masalah klasik petik pelangi adalah pucuknya, jika dilihat lereng dan kakinya masalah bukan hanya teknis, seperti dikatakan oleh para ahli Kopi bahwa mutu kopi 60% ditentukan di hulu, budidaya dan pengolahan pasca panen. Melainkan juga masalah budaya, ekonomi, dan pola pikir petani kopi. Maka pendekatan yang diperlukan harus multidisiplin ilmu.

 

Adanya BSN di Palembang yang sudah dua tahun ini diharapkan mampu memberikan kontribusi solusi peningkatan mutu untuk Kopi Sumsel, baik di hulu maupun di hilirnya. Sampai saat ini baru 2 Kopi Sumsel yang meraih SNI Kopi Bubuk (SNI 01-3542-2000), jelas Haryanto.

BSN saat ini baru menetapkan 21 SNI tentang kopi, yang mayoritas masih fokus di hilirisasi kopi, masih perlu dikembangkan SNI untuk teknologi pengolahan Kopi terutama di pascapanen dan penyangraian. Seperti diketahui bersama, bahwa hampir teknologi pascapanen di petani masih sangat tradisional, minim sentuhan ilmu dan standar.

 

Ke depan, BSN KLT Palembang akan mengusulkan agar dapat dikembangkan SNI di teknologi pengolahan pascapanen dan penyangraian, apalagi mengingat trend kopi Indonesia yang sangat digemari oleh pasar dunia. Penikmat kopi sekarang bergeser bukan hanya mencari kafein dalam meminum kopi, tapi lebih dari itu, mencari sensasi aroma dan rasa yang dibentuk dari teknologi pengolahan pascapanen dan penyangraian. Cerita Haryanto.

 

Boleh dibilang, teknologi proses pengolahan pascapanen kopi inilah menentukan cita rasa kopi sekitar 30% dan teknologi serta seni penyangraian sebesar 30%. Dalam rantai ini, teknologi masih dikuasai oleh luar, meskipun sudah mulai muncul produk lokal, seperti mesin sangrai buatan Jember, Malang, Semarang, Bandung dan Bali.

 

Melalui kuliah umum ini, Haryanto berharap agar mahasiswa jurusan teknologi pertanian dapat melihat kopi sebagai rantai nilai yang sangat potensi tinggi, mulai dari pengolahan pasca panen, sangrai, giling bahkan sampai teknik penyeduhan (brewing). Harus mulai dari sekarang, kalau tidak orang lain yang akan menguasainya. Kita yang memiliki kopi enak, kebun terluas tapi dinimkati oleh orang lain. Tutup Haryanto. (klt_palembang)