Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Mencari Benchmarking Pemberantasan Korupsi Melalui Pencegahan 'Suap'

  • Selasa, 20 Agustus 2019
  • 2432 kali

Watyutink.com - Mencermati seleksi Calon Pimpinan KPK, banyak kalangan yang ragu akan mendapatkan hasil yang ideal. Bahkan ditinjau dari profil ada kekhawatiran akan menghasilkan pemimpin yang miskin terobosan dan melakukan "bussines as usual". Yang lebih mengkhawatirkan adalah porsi kegiatan pencegahan menjadi kurang maksimal. 

 

Berdasarkan pengamatan Bappenas yang disampaikan pada acara International Business Integrity Conference Jakarta, 4 Desember 2018 dinyatakan bahwa korupsi banyak diakibatkan oleh suap menyuap.

 

Berdasarkan jenis perkara  dalam kurun waktu tahun 2004–Mei 2018  terlihat  penyuapan menduduki 60 persen, pengadaan barang/jasa 23 persen, penyalahgunaan anggaran 6 persen, TPPU 4 persen, perijinan 3 persen, pungutan 3 persen dan merintangi proses KPK 1 persen. 

 

Data lain seperti ditunjukan pada grafik berikut, terlihat jelas bahwa alokasi dana suap  berkisar 3.4-4.1 persen dari biaya produksi dan kecenderungan sektor yang dianggap paling menonjol adalah sektor kontruksi, jasa, migas, industri, transportasi, perdagangan dan pertambangan. 

 

Apabila pencegahan di sektor ini dilakukan lebih intensif, maka di samping untuk menurunkan jumlah korupsi, juga dapat menyelamatkan uang negara dalam jumlah besar. Dampak lain ekonomi perusahaan juga lebih profitable sehingga akan terjadi persaingan usaha yang lebih fair. Hal ini akan dapat memperkaiki iklim usaha  yang akhirnya dapat meningkatkan  pendapatan negara. Secara makro daya saing nasional akan meningkat di tengah persaingan global yang semakin ketat.

 

Berdasarkan data tersebut maka pencegahan suap menjadi sangat kunci di masa mendatang dalam pemberantasan korupsi. Hal ini telah dibuktikan oleh negara yang dianggap sukses dalam memerangi korupsi di mana negara tersebut mempunyai badan pemberantasan korupsi, seperti Singapura dan Hongkong. Meski negara lain yang sukses memberantas korupsi bukan karena adanya badan semacam KPK tetapi memang pemerintah dan dari sektor swastanya  sudah baik dalam menerapkan good governance (Good Goverment Governance dan Good Corporate Governance, GCG). 

 

Di era sekarang di mana trend global (seperti dalam regulasi WTO) semakin menghormati regulasi yang berbasis pada good regulatory practisestandard and conformity assesment procedure yang prinsipnya mempunyai kesamaan di mana sinergi antara  regulator, swasta dan pakar selalu menjadi pertimbangan penting dalam menyusun suatu kebijakan. Dengan prinsip ini regulasi yang digulirkan berjalan mulus karena stake holder sebagai operator ekonomi dilibatkan dalam penyusunan kebijakan.

 

Dalam perumusan standar, sinergi ketiga unsur tersebut masih ditambah adanya e-balloting yang melibatkan publik secara luas untuk memberikan masukan, sehingga standar yang sudah ditetapkan merupakan hasil konsesus nasional. Demikian juga untuk standar internasional, bahkan dilakukan double konsesus antara perwakilan negara dan tim teknis masing-masing negara. 

 

Trend Global regulasi berbasis standard dan comfomity assesment ini disikapi oleh pemerintah dengan menerbitkan Inpres 10 tahun 2016, di mana di dalamnya diperintahkan untuk mengadopsi ISO 37001 yang baru terbit pada menjelang akhir tahun 2016. Kementerian/Lembanga (K/L) yang mendapat mandat adalah BSN (sebagai koordinator), KPK, Bapenas, KSP, MenpanRB dan BPKP.  

 

Perjalanan proses adopsi menjadi standard nasional SNI termasuk di dalam jajag pendapat publik melalui e-balloting berjalan lancar sampai akhir tahun 2016.  Demikian pula pembuatan skema akreditasi terhadap lembaga sertifikasi sistem manajemen anti suap selesai di pertengahan 2017. Kemudian dilanjutkan uji coba penerapan di beberapa lembaga, dinas dan perusahaan swasta  di daerah dan di pusat, antara lain Badan Karantina Pertanian Makassar, Dinas Kesehatan Palembang, BNN, BPK, SKK Migas, PT Hari Murti Teknik DIY.  

 

Saat ini, sudah tercatat 70 organisasi/lembaga/perusahaan yang telah menerapkan sistem managemen anti suap. Contoh lain yang lebih masif  dalam penerapan managemen anti suap adalah SKK MIGAS, yang pada bulan November 2018 di Surabaya menyatakan akan menerapkan standar ini. Kepada vendornya yang mengikuti tender akan diwajibkan (quasi mandatory, wajib untuk tujuan tertentu).

 

SKK MIGAS dapat dijadikan obyek pengamatan yang strategis, karena membawahi 160 kontrak karya, melibatkan lebih 6000 vendor dengan nilai di atas Rp100 triliun per tahun. Dengan asumsi peluang terjadinya suap 3 persen saja, maka akan terdapat penghematan uang sebesar Rp3 triliun per tahun. Dampak dari penerapan ini antara lain adalah penghematan recovery cost dan ini berarti akan meningkatkan pendapatan negara karena akan disetor ke negara. Secara skematis penerapan sistem manajemen anti suap dapat diilustrasikan pada gambar di bawah ini.

 

Implementasi sistem managemen anti suap sebagaimana sistem managemen lain dapat dilakukan secara sistemik, komprehensif dan integral. Sistemik diartikan sistem berjalan megikuti kebutuhan stake holder (mekanisme pasar) dan dapat berjalan auto-pilot karena melibatkan pihak ketiga sebagai operator baik dari swasta, organisasi, lembaga dibawah pemerinah daerah. Komprehensif dapat diartikan mengikuti trend global, dan trend di masyarakat. Sistem ini juga mengikuti perkembangan di level internasional dan nasional. Integral dimaksudkan dapat  diaplikasikan di berbagai level horisontal oleh organisasi/lembaga/swasta di berbagai sektor. 

 

Di Indonesia sistem mamagemen sejenis ini telah berjalan lebih dari  5-15 tahun, seperti sistem managemen mutu, sistem managemen lingkungan dan sistem managemen keamanan pangan. Belakangan muncul  sistem managemen keamanan rantai pasok, keamanan informasi, pengelola usaha pariwisata, pengelola usaha umroh  sebagai reaksi terhadap maraknya penipuan di usaha jasa ini.

 

Peluang untuk menerapkan sistem ini menyebar secara cepat dapat memanfaatkan posisi strategis KPK sebagai koordinator Tim Nasional Pencegahan Korupsi sebagaimana tertuang dalam Strategi Nasional Pencegahan Korupsi Perpres No. 54 Tahun 2018. Implementasi bekerja sama secara horisontal dengan K/L  dan vertikal dengan pemerintah daerah dan dinas di daerah.

 

Demikian pula  untuk sektor swasta dapat bekerja sama dengan KANDIN, KADINDA, Asosiasi Industri dan Asosiasi Profesi. Implementasi ini bisa bersifat sukarela (voluntary), wajib (madatory) atau quasi mandatory tergantung kebutuhan. Bahkan untuk meningkatkan capain korupsi di tingkat partai politik dapat dilakukan dengan mengembangkan role model, baik di tingkat kepengurusan parpol, maupun anggota leglisatif untuk meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat.

 

link: https://www.watyutink.com/topik/berpikir-merdeka/Mencari-Benchmarking-Pemberantasan-Korupsi-Melalui-Pencegahan-Suap