Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

UMKM Penerap SNI Berbagi Pengalaman

  • Senin, 30 Oktober 2017
  • 7317 kali

Masih dalam rangkaian kegiatan Bulan Mutu Nasional (BMN) 2017, Badan Standardisasi Nasional (BSN) menyelenggarakan Talkshow Success Story UMKM Penerap SNI: “Manfaat Penerapan SNI bagi UMKM”  pada Kamis (26/10/2017) di Makassar, Sulawesi Selatan. Acara yang dibuka Kepala BSN, Bambang Prasetya dihadiri oleh industri, instansi, Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK), masyarakat umum dengan narasumber Direktur PT Putra Multi Cipta Teknikindo (Kompor Batik Listrik BerSNI), Nova Suparmanto; Pemilik Mina Food (Naget berSNI), Erlina Restu; Pemilik BDS Snack (Amplang berSNI), Sriastuti; Pemilik Abien Naya – Slime, Imelda dan Naya; Pemilik UKM 88 Marijo, Mariyani; serta Pemilik Eltisyah, Askari.


Menurut Bambang dalam pembukaannya menyampaikan bahwa  berdasarkan amanah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian dalam Pasal 53 mengenai Pembinaan terhadap Pelaku Usaha dan Masyarakat dalam penerapan SNI bahwa terhadap Pelaku Usaha mikro dan kecil, diberikan pembinaan paling sedikit berupa fasilitas pembiayaan Sertifikasi dan pemeliharaan Sertifikasi. Pemberian fasilitas pembiayaan sertifikasi dan pemeliharaan sertifikasi tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pembinaan penerapan SNI kepada pelaku usaha mikro kecil menengah dilakukan dengan kerjasama dan sinergi dengan Kementerian, Lembaga, Pemda dam komunitas pembina UMKM untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi dalam pembinaan, baik dari sisi mutu produk sampai dengan pemasarannnya.


Lebih lanjut, Bambang mengatakan BSN telah mengembangkan role model industri penerap SNI. “Ada standar, Penilaian Kesesuaian, metrologi yang masuk dalam satu pilar. Beyond dari itu semua yang terpenting adalah penerapan. BSN tidak bisa sendirian, harus bisa bersinergi dengan seluruh stakeholder termasuk LPK. ” ujar Bambang.


Seperti diketahui, pada periode 2015-2017, BSN telah melakukan pembinaan penerapan SNI kepada 441 UMKM. Tahun 2017, telah dilakukan pembinaan terhadap 105 UMKM yang meliputi produk pangan dan non pangan termasuk juga untuk mendukung 10 produk unggulan nasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah seperti produk kopi, elektronika, kakao, alas kaki dan tekstil dalam produk teksil. Selain itu juga produk unggulan daerah seperti pempek di Sumsel, bawang goreng di Palu, produk olahan Ikan di Makassar dll. Saat ini,  ada 30 UMKM yang bersertifikasi SNI dan sekitar 15 UMKM masih proses sertifikasi SNI di LSPro dan diharapkan ke depan semakin banyak UMKM yang bisa memenuhi SNI.

“Tentunya ini menjadi lokomotif untuk menggarap penerapan SNI di hulu. Hulu dimulai sejak awal, mengerti produknya, ini harus usaha mikro dan kecil. Dan, Makassar sebagai lokomotif industri wilayah Timur,” tegas Bambang.

“Beberapa Role Model yang telah dibina merasakan manfaatnya setelah mendapatkan SNI, seperti proses produksi  lebih teratur, usaha dikelola lebih baik, kepercayaan konsumen semakin tinggi dan akses pasar semakin luas yang pada intinya meningkatkan omset perusahaan,” kata Bambang. Talk show ini menghadirkan role model penerap SNI seperti pangan olahan ikan. Pembinaan ini dilakukan kerjasama dengan Kementerian Kelautan Perikanan dan Pemda. Para Duta SNI yang sebagian besar ibu-ibu ini ada yang berasal dari Balikpapan dengan produk Amplang, Nugget dari Rembang, Bandeng Cabut Duri dari Pinrang  dan produk Bakso serta otak-otak dari Makassar. Selain itu, ada juga produk Kompor Batik Ber-SNI yang merupakan hasil inovasi dari inovator Yogyakarta serta produk mainan anak Slime hasil karya anak yang masih berusia 10 tahun yang sudah memenuhi SNI.

Dalam talkshow  industri penerap SNI ini mengaku setelah menerapkan SNI produksi dan penjualannya meningkat.

Nova Suparmanto, Pemilik Kompor Batik Listrik Astoetik mengatakan berawal menjadi mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), ia menciptakan kompor energi listrik untuk membatik. Kompor listrik Astoetik menggunakan teknologi modern yang hemat energi dan ramah  lingkungan. Setelah menerapkan SNI IEC 60335-2-9:2010 Peranti listrik rumah tangga dan sejenis – Keselamtan Bagian 2-9: Persyaratan khusus untuk pemanggang, pemanggang roti dan pemasak portabel sejenis, Astoetik lebih percaya diri meningkatkan akses pasarnya. Bahkan dengan sertifikat SNI ini, produk Astoetik mampu masuk dalam katalog pengadaan barang pemerintah.

Erlina Restu, Pemilik Mina Food asal Rembang mengungkapkan Mina Food memproduksi hasil olahan ikan yakni naget ikan. Alasan memilih bidang olahan ikan laut karena Rembang memiliki hasil laut namun belum terlalu secara maksimal dalam hal pengolahannya. Selain naget, Mina Food juga memproduksi donat ikan, sisik naga, udang gulung, kaki naga, bakso sayur, dan udang gulung. Menurut Erlina, untuk bisa bertahan dalam dunia bisnis, bukan hanya meningkatkan variasi produk tetapi juga harus menjaga kepercayaan pelanggan salah satunya dengan menerapkan standar produknya. Dengan pembinaan yang dilakukan oleh BSN dan Kementerian Keluatan dan Perikanan, Mina Food berhasil meraih sertifikasi SNI 7758:2013 Naget Ikan. Erlina menjamin bahwa naget ikan produksi Mina Food bebas cemaran logam dan bahan berbahaya lainnya serta bermutu dengan kandungan nilai gizinya.


Sriastuti, Pemilik BDS Snack menceritakan jatuh bangun dunia bisnisnya sebelum sesukses seperti sekarang ini. BDS Snack memproduksi amplang ikan. BDS Snack menerima bantuan pembinaan sertifikasi SNI dari BSN bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Menurutnya, BDS Snack menerapkan SNI 7762:2013 Amplang Ikan supaya alur produksinya tertata sesuai standar dengan harapan produknya lebih terjamin mutu, dan keamanannya untuk dikonsumsi, sehingga kepercayaan konsumen meningkat yang berimbas pada kenaikan omzet penjualan.



Mariyani, Pemilik UKM 88 Marijo penerap SNI 7316:2009 Bandeng Cabut Duri mengutarakan proses pengolahan bandeng cabut duri hampir semua dilakukan secara manual. Mariyani melanjutkan, UKM bertenaga 28 orang ini mampu menghabiskan 500-700 ikan tiap harinya. Tidak hanya menghasilkan ikan segar tanpa duri, limbah ikan bandengnya, ia olah menjadi bahan makanan lain. Duri ikan dijadikan abon ikan, sementara tulang tengah ikan dijadikan kerupuk stik. Pada tahun 2014, setelah UKM 88 Marijo mendapatkan sertifikat SNI merasakan ada peningkatan permintaan pada pasar. Lebih mudah untuk mengajukan ke hotel/restoran dan kesempatan ekspor lebih terbuka. Selain itu, produksinya meningkat 100% dibandingkan sebelum menerapkan SNI.



Askari, pemilik Eltisyah produksi Bakso dan Otak-Otak Ikan merupakan salah satu pelopor dan penggerak UKM hasil perikanan dan kelautan Sulawesi Selatan yang gigih untuk menerapkan standar GMP, sertifikasi halal, sertifikasi kelayakan produksi dan SNI dalam proses produksi olahan pangan. Askari mengatakan UKM Eltisyah merupakan salah satu UKM binaan BSN untuk penerapan SNI 7757:2013 Otak-Otak Ikan. Bahkan, industri ini juga telah mendapatkan sertifikat HACCP dan Sertifikat Kelayakan Produksi (SKP) yang menjadi persyaratan utama dalam melakukan kegiatan pengolahan hasil perikanan dan kelautan.



Emilda dan Naya, pemilik Slime Abien Naya, gadis cilik berusia 9 tahun yang memproduksi mainan anak slime menceritakan berawal dari hobinya membuat mainan anak bernama slime sebagai produk usahanya. Namun, di media sosial beredar rumor bahwa produk slime mengandung bahan kimia berbahaya, ibunda Nayla, Imelda berkeinginan menguji produknya sesuai standar keamanan mainan anak. Kemudian Imelda mengajukan pembinaan penerapan SNI ke BSN hingga akhirnya mendapatkan sertifikat SNI mainan anak yakni SNI ISO 8124-1:2010 – Keamanan mainan serta EN 71-5 Ftalat. Dengan diterbitkannya sertifikat SNI ini, maka slime yang diproduksi oleh Naya telah dijamin keamanannya.

Melalui Talkshow Success Story UMKM Penerap SNI: “Manfaat Penerapan SNI bagi UMKM” diharapkan dapat bermanfaat dan memperluas industri  lainnya untuk menerapkan SNI sehingga dapat bersaing di pasar perdagangan global.
Selain talkshow, juga dilakukan pemberian sertifikat SNI kepada UMKM penerap SNI kepada PT Putra Multi Cipta Teknikindo; Mina Food; BDS Snack; dan Abien Naya – Slime yang disaksikan oleh Kepala BSN dan Direktur Pengolahan dan Bina Mutu Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Innes Rahmania. (nda)