Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Eighth Triennial Review dan Sidang Reguler Komite Technical Barriers to Trade (TBT)

  • Senin, 13 November 2017
  • 4172 kali

Sidang Reguler Komite Technical Barriers to Trade (TBT) kembali diselenggarakan di WTO, Jenewa pada tanggal 7 – 9 November 2017 dipimpin oleh Mr. Jose Manuel Campos (Chile) dan dihadiri oleh mayoritas anggota WTO. Delri yang hadir diwakili oleh Kemendag, Kemenperin, BSN, dan PTRI Jenewa. Pertemuan kali ini diawali dengan pembahasan Eighth Triennial Review dan dilanjutkan dengan pembahasan Specific Trade Concern (STC).

Eighth Triennial Review merupakan mekanisme reviu atas efektifitas dan implementasi Perjanjian TBT yang bersifat member driven. Terdapat satu proposal yang diajukan oleh Amerika Serikat (AS) dan dua proposal yang diajukan oleh Afrika Selatan (Afsel) yang mengangkat topik mengenai transparansi, operasional Komite TBT, good regulatory practices GRP dan conformity assestment.

Melalui topik transparansi, AS mendorong agar informasi terkait enquiry point dapat dilengkapi dan ditingkatkan keakurasiannya oleh seluruh anggota WTO. Pertimbangan utama AS adalah agar pertukaran informasi di antara TBT enquiry points dapat dilakukan secara tepat dan praktis. Terkait proposal AS tersebut, Chinese Taipei mengusulkan agar Sekretariat WTO dapat dilibatkan sementara AS cenderung mendukung ide self validation oleh masing-masing anggota WTO.

Selanjutnya, Afsel mengusulan proposal mengenai operasional Komite TBT yang pada dasarnya menyampaikan 4 usulan, yaitu:

  1. langkah-langkah prosedural yang dapat diambil untuk mendukung pembahasan STC agar lebih efisien;
  2. penyesuaian waktu (perpanjangan) untuk persiapan pertemuan Komite TBT;
  3. keseimbangan pembicara dalam sesi tematik; dan
  4. prosedur pemberian status pengamat (observer) pada Komite TBT.            

Atas masukan Afsel tersebut, disimpulkan bahwa mayoritas angota WTO mendukung ide dasar efisiensi agar penyelenggaraan pertemuan-pertemuan Komite TBT mendatang dapat memenuhi mandat Perjanjian TBT.

Pertemuan dilanjutkan dengan sesi formal yang salah satu agendanya membahas 56 STCs sebagaimana terdapat di dalam dokumen JOB/TBT/239. Berkenaan dengan STCs tersebut, terdapat dua kebijakan Pemri yang kembali diangkat oleh sejumlah anggota WTO sebagai STC, yaitu, Pedoman Teknis Pelaksanaan Standar Nasional Indonesia untuk Mainan Anak dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU 33/2014).

Pada dasarnya belum terdapat perubahan elemen-elemen pertanyaan dari anggota-anggota WTO kepada Indonesia terkait Obligatory Toy Safety. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan berkenaan dengan pemeriksaan contoh (sample) mainan, pengakuan hasil uji yang dilakukan oleh masing-masing laboratorium, time frame revisi peraturan terkait mainan anak. Sementara itu seluruh anggota yang mengangkat UU 33/2014 sebagai STC menanyakan ­bagaimana perkembangan implementasi dari ketentuan tersebut.

Memperhatikan konsistensi pembahasan STCs terkait Obligatory Toy Safety dan implementasi UU 33/2014 dalam sidang tersebut, kiranya Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait di Indonesia dapat lebih meningkatkan koordinasi dalam penyelesaian isu terkait mainan anak, mengingat isu tersebut telah 17 kali diangkat oleh anggota WTO. Selain itu kiranya K/L terkait juga dapat segera melakukan koordinasi dalam menanggapi kepentingan anggota WTO terkait isu halal termasuk hal-hal yang terkait dengan sertifikasi, akreditasi, penilaian kesesuaian, infrastruktur, dsb agar pada pertemuan Komite TBT mendatang Delri dapat menyampaikan pandangan komprehensif Indonesia. (PKS-BSN)