Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Keamanan Pangan, Tanggung Jawab Bersama

  • Senin, 20 November 2017
  • 8325 kali


Di era globalisasi saat ini, arus pangan menjadi sangat kompleks. Pemenuhan kebutuhan pangan khususnya di Indonesia bukan hanya lewat produksi dalam negeri tetapi juga luar negeri. Disamping itu, seiring dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat, proses produksi panganpun menjadi sangat bervariasi. Dengan kompleksitas ini, terdapat kemungkinan bahwa bahan pangan dapat tercemar oleh bahan berbahaya. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu diselesaikan secara bersama-sama. Tidak hanya dari elemen pemerintah saja, tetapi dari seluruh lini seperti, akademisi, industri, dan masyarakat umum. 

Selain itu, salah satu unsur untuk mencegah bahan pangan tercemar adalah penerapan standar. Standar merupakan alat dagang yang efektif dan efisien. Seperti halnya pada pangan, industri dapat menerapkan SNI ISO 22000 tentang Sistem Manajemen Keamanan Pangan. Standar ini menggunakan Hazard Analysis dan Critical Control Point (HACCP) dengan melakukan analisis potensi bahaya keamanan pangan, merancang rencana HACCP, merancang program prasyarat, dan memutuskan program prasyarat operasional.  SNI ISO 22000 juga memilih tindakan pengendalian untuk mencegah atau menghilangkan bahaya tersebut.

 


 

Demikian disampaikan Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Bambang Prasetya dalam The 1st SEAFAST International Seminar 2017 “Current and Emerging Issues of Food Safety: Innovation Challenges” pada Senin (20/11/2017) di Bogor, Jawa Barat.  Saat ini, tambahnya banyak pelaku usaha yang berlomba-lomba menerapkan standar sistem manajemen. BSN bahkan telah mengembangkan banyak role model. Role model yang telah dibina BSN kurang lebih sebanyak 400 UKM.

Menurut Bambang, sistem pengembangan role model tersebut diantaranya dengan menunjukkan kisah sukses industri yang pada akhirnya dapat diikuti oleh industri lainnya; distribusi lokasi dan komoditas; praktik terbaik dapat disalin oleh pemerintah daerah; dukungan finansial kepada UKM untuk meningkatkan kemampuan manajerial, teknologi dan infrastruktur / fasilitas UKM; pelatihan bekerjasama dengan program CSR; advokasi implementasi HCCP dan ISO 22000; serta pengembangan produk / proses yang dikaitkan dengan Universitas dan asosiasi.Setelah menerapkan standar para role model tersebut merasakan benefitnya. “Role model merasakan banyak benefit dalam menerapkan standar.  Yakni kesinambungan dalam kualitas; mengurangi produk reject;  akses ke pasar yang lebih luas melalui asosiasi ritel (Carefour, Supermarket, E-katalog; memenuhi syarat untuk mengambil bagian dalam pengadaan pemerintah); akses ke pasar ekspor; manajemen yang auto pilot; serta peningkatan kreativitas,” jelasnya.


Senada dengan Bambang terkait permasalahan pangan, Ketua Komite SEAFAST Center, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Ing. Aziz Boing Sitanggang mengatakan keamanan makanan (baik yang diimpor atau diproduksi secara nasional) untuk konsumsi manusia penting untuk diatur, dimonitor, disebarluaskan, dan diinformasikan oleh pemangku kepentingan terkait. Dan ini perlu dikoordinasikan secara baik sehingga permasalahan keamanan pangan dapat diselesaikan.

 

 

Sementara, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya (Deputi III) Badan POM, Suratmono mengutarakan keamanan pangan bagian tak terpisahkan dari ketahanan pangan. Kesehatan masyarakat dan pembangunan untuk aspek keamanan mutu menjadi bagian dari energi pemanfaatan dan merupakan salah satu dari empat dimensi ketahananan pangan selain ketersediaan, akses, pemanfaatan dan juga stabilitas pangan. Pangan yang aman, bermutu, bergizi berkontribusi nyata dalam mewujudkan kesehatan masyarakat serta ketahanan nasional yg kuat. Oleh karenanya, mutu dan gizi pangan menjadi bagian agenda rencana pembangunan menengah nasional tahun 2015-2019 dimana salah satu arah kebijakan pembangunan kesehatan dalam RPJMN ini adalah peningkatan pengawasan pangan dalam rangka peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

 

 

The 1st SEAFAST International Seminar 2017 yang juga menghadirkan narasumber Direktur dan Peneliti SEAFAST Center; Departemen Ilmu Pangan dan Teknologi, Nuri Andarwulan; Wakil Ketua Codex, Purwiyatno Hariyadi serta dihadiri para akademisi, industri dan instansi/lembaga terkait diharapkan dapat memberikan gambaran bagi berbagai stakeholder pangan betapa pentingnya keamanan pangan yang merupakan tanggung jawab bersama dari berbagai pemangku kepentingan. (nda)

Attachment