Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Penelitian Jadi Candu, Tak Ambisi Jabatan

  • Selasa, 06 Februari 2018
  • 2599 kali

 

 

 

Penelitian Jadi Candu, Tak Ambisi Jabatan

Hingga saat ini dia tetap konsisten melakukan Penelitian. Sederet publikasi riset telah dihasilkan oleh pria yang genap berusia 58 pada Maret 2016.

 

PENAMPILANNYA cukup sederhana, santun, dan disiplin. Meskipun telah menjabat sebagai Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) sejak Oktober 2012, pria kelahiran Blitar, 23 Maret 1960 ini semangatnya tidak pernah padam untuk melakukan Penelitian.

 

Kepiawaian meneliti dari ayah dengan empat orang ini tidak datang dengan serta merta. Keinginan untuk meneliti muncul sejak dia belajar di bangku SMA. Kekuatan spiritual doa sejak kecil telah memberikan petunjuk jalan.

 

Dalam setiap doanya, pria yang pernah mengenyam pendidikan di SDN I, Wlingi, Jawa Timur itu ingin memiliki kesempatan bisa berbagi ilmu kepada bangsa Indonesia.

 

Selain itu, kepada INDOPOS, suami Suparti Safrina ini mengaku, sejak kecil ia diajarkan orangtuanya bekerja di sawah. Potensi alam di pedesaan banyak memberi inspirasi untuk diteliti. "Semua saya amati, ada tanaman yang bermanfaat untuk kesehatan. Dan ini menjadikan saya tertarik untuk meneliti, dan ini menjadi hobi," ujar Bambang kepada INDOPOS, Jumat (2/2).

 

Minat Bambang untuk meneliti tanaman tidak berhenti di situ. Setelah menyelesaikan pendidikan di SMAN 3 Malang, Jawa Timur, 1979, dia melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB). Ia berhasil masuk tanpa melalui tes seleksi.

 

Memasuki kampus, pria dengan motto yang penting passion, inspirasi akan datang ini terus intens melakukan penelitian di bidang tanaman. Salah satu risetnya adalah memanfaatkan limbah industri kayu plywood untuk kertas. Sepak terjangnya dalam Penelitian pria yang menyelesaikan pendidikan tinggi di IPB pada 1983 itu pun mengantar masuk di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

 

Di LIPI dia mendapatkan program beasiswa Habibie bersama World Bank. Ia pun berangkat ke luar negeri melanjutkan program S2. Ia meneliti kulit kayu, lagi-lagi dalam doanya ia ingin meminta kemudahan Penelitiannya di Jerman agar bisa dibawa ke Indonesia dan bermanfaat untuk bangsa Indonesia. "Tren di Jerman saat itu Penelitian biodegradasi untuk limbah. Saya mendapatkan penawaran meneliti di pusat Penelitian bioteknologi di bawah Kementerian Pertanian," ungkapnya.

 

Selesai pendidikan di Jerman dengan predikat magna cumlaude, dia balik ke Indonesia dan melanjutkan Penelitian di LIPI. Yang ada di dalam benaknya saat itu hanya ingin segera menJadi pegawai fungsional, tanpa memikirkan jabatan. "Saya rajin menulis dan menulis. Saya tidak memikirkan jabatan, alhamdulillah di usai 39 jabatan saya sudah mentok Jadi ahli peneliti utama LIPI," ujarnya sumringah.

 

Menjadi ahli peneliti utama LIPI, tidak menyurutkan semangatnya melakukan Penelitian. Dengan berbekal kemampuannya meneliti, ia merangkul dunia industri (Dudi) untuk pengembangan bidang Penelitian. Tidak sedikitnya industri tertarik, alhasil dia mendapatkan tawaran kontrak dengan salah satu industri. "Ada industri yang tertarik, untuk membuat bahan bangunan bisa dipotong seperti kayu, tapi tahan api dan ringan. Saya meneliti dengan kontrak selama 6 tahun," katanya.

 

Dalam perjalanan Penelitian bersama pelaku industri, pria yang menuntaskan program pendidikan S2 di Jerman pada 1989 ini mendapatkan tawaran membantu Penelitian di Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). "Di sana banyak riset yang hanya berhenti di publikasi dan tidak rampung sampai hilirisasi," terangnya.

 

Dalam perjalanan selanjutnya, lagi-lagi mendapatkan tawaran untuk bergabung ke Kementerian Riset.Teknologi (Ristek) dan Pendidikan Tinggi (Dikti). Ia mendapat posisi sebagai asisten deputi III. Bambang dua kali diminta untuk kembali ke LIPI. Dia kembali ke LIPI dan menjabat sebagai kepala Pusat Bioteknologi LIPI di Cibinong periode 2005-2010. "Jabatan ini nyambung dengan tesis saya," ucapnya.

 

Tidak berhenti di sini, pria yang memiliki segudang jabatan di organisasi peneliti ini pun dipromosikan menjadi Deputi Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI periode 2010-2012.

 

Lagi-lagi kekuatan doa telah membimbingnya menjadi Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN). "Ini sangatlah langka, dari eselon III bisa menjadi Kepala BSN yang paralel jabatan eselon II," pungkasnya, (Nasuha)

 

SUMBER : HARIAN INDOPOS, 3 FEBRUARI 2018