Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Penerapan SNI Produk Baja Mesti Diperketat

  • Jumat, 09 Maret 2018
  • 2258 kali

 

Erandhi Hutomo Saputraerandhi@mediaindonesia.com


PRESIDEN Amerika Serikat Donald Trump berencana menaikkan tarif impor baja sebesar 10% dan aluminium sebesar 25% dari sejumlah negara, termasuk Tiongkok sebagai produsen baja terbesar. Jika tarif itu diberlakukan, dikhawatirkan produk baja Tiongkok bakal membanjiri negara lain, termasuk Indonesia.

Ekonom Universitas Indonesia Berly Martawardaya berpendapat pemerintah perlu mengoptimalkan standardisasi terhadap baja dan aluminium secara ketat. Ia yakin jika SNI (Standar Nasional Indonesia) diterapkan sungguh-sungguh, Indonesia tidak akan dibanjiri produk baja dan aluminium asal Tiongkok yang bisa mengancam industri dalam negeri.

"Yangtidak memenuhi kualitas SNI tidak bisa masuk, berapa punharganya," ujarnya, kemarin.

Saran senada disampaikan ekonom Institute for Deve-lopment of Economics Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhin-egara. Menurutnya, pemerintah perlu memperketat pengawasan impor baja.

"Kita akan kebanjiran baja murah dari Tiongkok. Apalagi produk baja mereka kemarin diisukan atau diduga banyak dioplos untuk menghindari bea masuk. Yang seharusnya mereka bayar 10%-15%, karena dioplos, bayar bea masuknya hanya 5%. Ini yang merugikan produsen baja domestik."

Untuk mengantisipasi hal itu, kata Bhima, Kementerian Perdagangan dan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kemente-rian Keuangan perlu secara ketat mengawasi. "Pengawasan harus benar-benar diperketat," tegasnya.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta W Ramdani berpendapat Indonesia tidak perlu terlibat perang tarif dengan AS. Pemerintah, kata dia, hanya perlu mengontrol atau mengaudit secara ketat terhadap impor besi-baja, khususnya dari Tiongkok dan AS. Hal itu untuk melihat apakah jenis dan jumlah yang diimpor memang sesuai kebutuhan atau tidak.

"Perlu juga diwaspadai a-pakah kedua negara tersebut menerapkan dumping terhadap Indonesia, karena ini dapat mengganggu competitiveness harga besi-baja produksi nasional dan merugikan investasi hulu besi-baja yang sedang kita kembangkan," ujar Shinta saat dihubungi, kemarin.

 

Antidumping

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan penerapan bea masuk antidumping (BMAD) produk baja ibarat "buah simalakama".

Mendag mengatakan pengenaan BMAD produk baja akan memunculkan protes dari industri hilir, namun apabila tidak dikenakan maka industri huluyang akan protes.

"Daripada pusing, kami kirimkan surat ke Kementerian Perindustrian agar mereka yang merekomendasikan, karena itu kan di bawah Kemenperin," kata dia.

Bea masuk antidumping adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang dumping yang menyebabkan kerugian.

Barang dumping adalah barang yang diimpor dengan tingkat harga ekspor yang lebih rendah dari harga yang sebenarnya dibayar untuk barang sejenis dalam perdagangan pada umumnya di pasar domestik negara pengekspor untuk tujuan konsumsi.

Menurut Enggar dampak tidak langsung penerapan tarif impor baja AS adalah membanjirnya barang dari luar negeri ke Indonesia. Hal tersebut dapat diantisipasi dengan menerapkan antidumping atau kebijakan sejenisnya.

"Jadi artinya kami harus waspada karena ini bagian deregulasi dari paket kebijakan yang dikeluarkan menyangkut post-border. Artinya menuntut kami harus lebih hati-hati lagi, kami akan segera minta kerja sama dengan Bea Cukai," kata dia., seperti dikutip dari Antara, kemarin. (E-2)

SUMBER : Media Indonesia, 8 Maret 2018




­