Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Indonesia Memperjuangkan Kelapa Sawit Pada Pertemuan Komite Technical Barrier to Trade (TBT) WTO

  • Kamis, 29 Maret 2018
  • 3717 kali

Pertemuan Komite TBT WTO diselenggarakan pada tanggal 20 - 22 Maret 2018. Delegasi Indonesia yang terdiri dari BSN, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Luar Negeri dan PTRI Jenewa dan dipimpin oleh Kepala Pusat Kerjasama Standardisasi-BSN. Dalam pertemuan ini, untuk pertama kalinya Indonesia menyampaikan concern kepada EU terkait perkembangan pembahasan amandemen Renewable Energy Directive (RED). Rencana amandemen RED Uni Eropa terkait perubahan pedoman energi terbarukan disinyalir berpotensi untuk menciptakan perlakuan yang berbeda antara minyak kelapa sawit dengan minyak nabati lainnya sebagai bahan baku biofuel.

Kekhawatiran ini disampaikan mengingat pengembangan minyak kelapa sawit dan produk turunannya merupakan salah satu produk unggulan Indonesia yang terus didorong oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus sebagai salah satu upaya untuk memenuhi komitmen Indonesia dalam mencapai Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Oleh karena itu, Indonesia bersama dengan Negara produsen sawit lainnya Malaysia, Thailand, Kolombia, Kosta Rika, Guatemala dan Nigeria meminta klarifikasi dari Uni Eropa atas draft amandemen RED dan mendorong terdapatnya konsistensi antara peraturan tersebut dengan ketentuan dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Selain itu, berkenaan dengan aspek transparansi, Indonesia turut mendorong Uni Eropa untuk menotifikasi rancangan kebijakan RED agar dapat ditanggapi oleh semua anggota WTO.

Sehubungan dengan penggunaan Palm Oil Free labeling oleh berbagai industry di Uni Eropa, Indonesia bersama dengan Kolombia, Malaysia dan Thailand juga memiliki concern tersendiri dikarenakan tindakan tersebut secara implisit menyampaikan pesan negatif terkait minyak kelapa sawit. Sebagaimana ditetapkan dalam regulasi Uni Eropa nomor 1169 tahun 2011 tentang Food Information bahwa penggunaan label pada produk pangan yang bersifat sukarela dapat dilakukan sepanjang tidak mengakibatkan kerancuan konsumen. Namun demikian pelabelan tersebut berpotensi dapat mengakibatkan kebingungan dan salah persepsi bagi konsumen.

Pertemuan Komite TBT dilaksanakan tiga kali dalam setahun guna membahas technical measures anggota-anggota WTO yang berpotensi menimbulkan hambatan teknis (akses pasar). Pada Sidang TBT ini Indonesia juga menyampaikan systemic concern atas kebijakan Traceability System of Tobacco Product Uni Eropa. Sebagai salah satu produsen produk tembakau dunia, Indonesia bersama dengan Kuba dan Republik Dominica menyampaikan pandangan bahwa kebijakan Traceability Uni Eropa perlu mempertimbangkan asas manfaat dan non-diskriminatif agar tidak menciptakan kondisi yang more restrictive than necessary untuk pemenuhan tujuan dari kebijakan.

Berbagai anggota WTO kembali mendorong Indonesia untuk menyampaikan perkembangan pembahasan elemen peraturan pelakasana dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) dan Kebijakan Pemberlakuan SNI Mainan Anak Secara Wajib. Berkenaan dengan hal ini, anggota-anggota WTO yang memiliki concerns kepada Indonesia juga mendorong Indonesia untuk segera menotifikasi rancangan peraturan pelaksana dari dua kebijakan tersebut.

Di sela-sela Pertemuan Komite TBT, Delegasi Indonesia juga telah melaksanakan pertemuan bilateral dengan Uni Eropa, Amerika Serikat, Singapura, Brasil dan Swiss untuk membahas perkembangan perumusan SNI Mainan Anak, saling keberterimaan hasil penilaian kesesuaian produk mainan anak, kebijakan RED Uni Eropa, emisi formaldehid pada produk kayu dan kebijakan penggunaan standardized packaging untuk produk tembakau (pks).