Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Memilih Mainan yang Aman untuk Buah Hati

  • Senin, 28 Mei 2018
  • 2629 kali

Mainan tentu menyenangkan bagi setiap anak, namun orang tua perlu waspada jangan sampai sesuatu yang disenangi mereka membawa ancaman serius, sebab orang tua tidak bisa sepenuhnya mengawasi cara bermain anak.


Memiliki buah hati yang cerdas dan energik tentu menjadi kebanggaan bagi orang tua. Apalagi jika sang buah hati sudah gemar dan mahir mengoperasikan sebuah alat permainan saat balita. Namun, tentunya diperlukan pengawasan dengan memberikan arahan dari orang tua agar balita paham dengan alat permainan yang dimiliki.


Yang tak kalah penting, mainan harus aman dan sudah memiliki standar mutu dan keamanan yang ditetapkan oleh pemerintah. Kepala Pusat Sistem Penerapan Standar BSN Wahyu Purbowasito Setyo Waskito menjelaskan, mainan yang aman tentunya yang ada pembuktian bahwa mainan tersebut sudah melalui beberapa proses pengujian mutu.


Pembuktian ini berupa adanya logo SNI di mainan tersebut. Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan beberapa SNI tentang Mainan Anak. Sebagian SNI tersebut telah diadopsi Kementerian Perindustrian ke dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 24/MIND/ PER/4/2013.


Dalam Peraturan Menteri tersebut, definisi mainan adalah setiap produk atau material yang dirancang atau dengan jelas diperuntukkan penggunaannya oleh anak dengan usia 14 tahun ke bawah. “Pemberlakuan secara wajib SNI Mainan anak dengan mempertimbangkan risiko atas penggunaan mainan.

Beberapa risiko dari penggunaan mainan yang tidak aman, seperti bahaya tertelan dan tersedak,” ujar Wahyu. Contoh aksesori yang tertempel pada boneka, bisa lepas dan tertelan.


Kemudian juga bahaya kerusakan alat pendengaran yang ditimbulkan suara seperti sirene mobil-mobilan. Wahyu lebih rinci menjelaskan, ada juga yang membahayakan seperti pistol mainan atau panah-panahan yang berbahaya untuk mata, yang lainnya bahaya terjerat atau tercekik yang ini biasa dijumpai pada permainan tali.


“Ada juga bahaya tersayat dan tergores, dari mainan yang terbuat dari bahan plastik, kayu, logam, dan mika. Bahkan, termasuk bahaya terjatuh yang biasa dijumpai pada ayunan atau seluncuran,” tambahnya. Maka dapat disimpulkan bahwa kategori mainan anak yang aman adalah yang telah memenuhi ketentuan SNI.


Tidak ada niatan apa pun dari pemerintah selain ingin melindungi anak-anak Indonesia harapan bangsa dari bahaya mainan, terutama yang berasal dari impor yang belum tentu ada jaminan kualitasnya. Memasuki era e-commerce , BSN juga tidak lupa mendorong pelaku usaha daring untuk melakukan sertifikasi pro duk agar dapat menjalankan bisnisnya secara berkesinambungan.


Pada era Industri 4.0 ini, produk dituntut aman dan terstandarisasi sehingga konsumen terlindungi, maka sudah sewajarnya pelaku usaha wajib mempunyai sertifikat produk. “Kementerian Perdagangan baru saja menandatangani MoU dengan Polri untuk mengawasi produk yang diperjualbelikan melalui online , agar produk wajib SNI tetap dipatuhi para penjual melalui media online ,” tegas Wahyu.


Bagi para produsen yang belum memiliki sertifikasi SNI, BSN giat melakukan sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat melalui berbagai kanal, melalui media sosial maupun berbagai kegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat seperti seminar dan pameran. BSN pun melakukan pembinaan dan pendampingan secara teknis kepada UKM, supaya produk UKM tersebut memenuhi kriteria yang ada dalam SNI maupun regulasi.


“Kendalanya masih adanya persepsi bahwa menerapkan SNI sulit, mahal, berbelit-belit, dan tidak imbang dengan manfaat yang didapat. Padahal, banyak contoh UKM atau pelaku usaha yang dapat membuktikan bahwa menerapkan SNI itu mudah, dan bermanfaat, asalkan ada tekad dan iktikad baik untuk menerapkan SNI,” ungkap Wahyu.


Mainan memang tidak surut peminatnya terlebih pada musim liburan dan lebaran. Suhu Wan Muhammad, pemilik ritel Idol Mart yang menyediakan mainan anak, mengatakan ada dua hari di mana omzet setiap cabang toko miliknya bisa meningkat dua kali lipat dari biasa, yakni Minggu saat besok anak masuk sekolah dan hari kedua setelah Idul Fitri.


“Idul Fitri dimanfaatkan orang tua untuk membelikan anak-anak mereka mainan. Anak-anak pun seperti terbiasa membelanjakan angpau mereka untuk mainan. Toko Idol Mart sangat ramai H+2 Lebaran,” ucapnya sumringah. Meskipun anak-anak sudah mengincar tokonya sebagai tujuan belanja mainan mereka, tidak semua yang laku di pasaran dijual di Idol Mart jika mainan tersebut berbahaya.


“Kembang api ataupun petasan bagi kami itu berbahaya, memang sangat laku saat liburan dan lebaran tapi komitmen kami jelas tidak ingin menjual yang membahayakan. Pistol-pistolan dengan peluru juga tinggi peminatnya namun tidak ada di Idol Mart,” jelas Suhu.


Ketua Asosiasi Masyarakat Retail Indonesia (AMRI) juga menjamin setiap mainan di tokonya sudah bersertifikat SNI sekalipun mainan impor. Mainan yang dibeli dari para perajin UKM pun harus yang sudah label SNI. Uji SNI memang penting agar menjaga anak Indonesia sekaligus menguntungkan produsen sebagai nilai plus brand mereka, meskipun bagi beberapa kalangan sangat berat terkendala biaya.


Seperti Mainan Kayuku, mainan edukatif anak terbuat dari kayu ini memang belum memiliki sertifikasi SNI. Namun pemiliknya, Diana Susanti, meyakini produknya aman tanpa racun. “Untuk meyakinkan konsumen, saya tunjukan sertifikat aman bebas racun dari cat air yang kami gunakan, “ terang Diana.


Proses mendapat SNI memang tengah dilakukan, karena harus dilakukan untuk setiap jenis mainannya yang jumlahnya banyak sehingga terkendala waktu yang lama dan biaya. Diana juga sudah yakin jika bentuk mainan yang diproduksinya sesuai standar tidak tajam dan khawatir tertelan. “Kami punya panduan bagi konsumen.


Mainan A untuk usia berapa dan kegunaannya apa sehingga mereka tidak salah membeli dan aman bagi anak,” jelasnya. Ditambah setiap produk yang dibuat dikonsultasikan kepada ahli tumbuh kembang anak. Setiap mainan dikhususkan untuk usia tertentu dengan manfaat yang bisa didapat.


Biaya untuk uji standar memang yang menjadi masalah bagi pengusaha terlebih bagi pelaku UKM. Hal tersebut yang disampaikan Sutjiadi Lukas, ketua Asosiasi Mainan. Hampir seluruh toko sudah tidak berani lagi menjual mainan yang tidak ada label SNI. Produsen juga sudah sadar dan perlahan mendaftarkan produk mereka ke BSN.

 

Mainan yang dijual di luar toko seperti yang sering dijumpai di pinggir jalan berbagai bentuk truk dan mobil dari kayu. “Mereka tentu susah karena buat langsung jual jadi individu. Sementara kalau ingin mendaftar SNI harus badan usaha. Jadi sebaiknya mereka bergabung ke koperasi nanti koperasi yang urus semua,” saran Sutjiadi.


Menurutnya, pengrajin boneka juga masih jauh dari sertifikasi aman sebab mereka usaha secara sendiri dan dijual sendiri. Harus ada kesadaran atau pihak BSN yang menjemput untuk menawarkan bisa juga mendatangi langsung tempat produksi.


ananda nararya

 

SUMBER : http://koran-sindo.com/page/news/2018-05-27/0/9/Memilih_Mainan_yang_Aman_untuk_Buah_Hati

27 Mei 2018




­