Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

SNI Biskuit Direvisi , Inilah yang Baru

  • Kamis, 14 Juni 2018
  • 93663 kali

Grup Riset Bank Pembangunan Singapura DBS (2016) menyatakan Indonesia merupakan negara dengan pangsa pasar terbesar dalam industri makanan kemasan se-ASEAN mengalahkan Filipina dan Singapura, diantaranya adalah produk biskuit. Konsumsi perkapita biskuit Indonesia mencapai 24,22 ons/0,1 Kg pertahunnya dan nilainya selalu naik mengingat konsumen biskuit hampir dari semua usia (balita sampai lansia). Jumlah konsumen biskuit diperkirakan 5%-8% dari total penduduk Indonesia. Nilai bisnis (omset) Biskuit ini berkisar Rp 18 - 20 Triliun pertahun.

 

Maka dari itu, pemerintah melalui Peraturan Kementerian Perindustrian No. 60/M-IND/PER/7/2015 memberlakukan wajib SNI 2973:2011, Biskuit. Selain pertimbangan melindungi konsumen karena biskuit merupakan produk pangan yang banyak dikonsumsi, peraturan ini juga untuk menjamin keamanan, gizi dan mutu produk biskuit, serta meningkatkan daya saing usaha biskuit yang sehat dan adil.

 

Badan Standardisasi Nasional sebagai lembaga pemerintah non kementerian yang bertanggung jawab menetapkan SNI (Standar Nasional Indonesia), baru-baru ini merilis revisi SNI Biskuit, Rancangan SNI atau RSNI3 2973:2018. Revisi ini sebagai upaya untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi, terutama dalam persyaratan mutu dan cara uji. Selain itu juga untuk mendukung perkembangan dan diversifikasi produk industri biskuit.

 

 

Perubahan yang terjadi pada standar ini diantaranya, Penyesuaian ruang lingkup; Penyesuaian acuan normatif; Penyesuaian istilah dan definisi; Penambahan syarat mutu abu tidak larut dalam asam dan deoksinivalenol dengan cara ujinya pada lampiran; Penyesuaian syarat mutu cemaran logam berat, arsen, mikroba dan kimia mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan; Penyesuaian metode uji mengacu standar terkini yang tertelusur secara internasional.


Untuk ruang lingkup,istilah dan definisi, dipertegas bahwa SNI versi ini tidak berlaku untuk egg roll, crepes, wafer (isi) selai, krekers manis, krekers rasa, nastar, kastengel, kukis lunak, dan pai isi selai. Acuan normatif, jika di SNI biskuit tahun 2011, hanya mengacu pada satu SNI, yaitu SNI 0428 (Petunjuk pengambilan contoh padatan), sekarang ditambah 11 SNI acuan, selain SNI 0428, semuanya SNI adopsi dari standar ISO tentang penentuan kadar air, penentuan nitrogen metode Kjeldhal, dan metode persiapan contoh uji dan pengujian mikrobiologi pangan. Salah satu keuntungan penggunaan acuan SNI adopsi ISO ini adalah jaminan ketertelusuran dan keberterimaan atau pengakuan hasi pengujian yang muaranya meningkatkan keberterimaan produk di pasar global.

 

Penambahan dua parameter pengujian yaitu kadar abu tidak larut dalam asam dan kadar deoksinivalenol adalah agar SNI semakin "presisi" dalam menjamin keamanan dan mutu atau gizi pangan, terutama biskuit. Kadar abu sebagai parameter nilai gizi, contohnya pada analisis kadar abu tidak larut asam yang cukup tinggi menunjukan adanya kontaminan atau bahan pengotor pada makanan tersebut. Di SNI biskuit versi revisi kadarnya maksimal 0,1%.

 

Yang kedua adalah kadar Deoksinivalenol (DON). Deoksinivalenol adalah salah satu mikotoksin yang dihasilkan kapang (jamur) bersifat toksik (racun), berpotensi karsinogenik, hepatatoksik bahkan mutagenik. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia dengan curah hujan, suhu dan kelembaban yang tinggi sangat mendukung pertumbuhan kapang penghasil mikotoksin.


Rancangan SNI ini dirumuskan oleh Komite Teknis 67-04, Makanan dan Minuman, yang telah dibahas melalui rapat teknis, dan disepakati dalam rapat konsensus pada tanggal 5 Desember 2017 di Jakarta. Hadir dalam rapat tersebut wakil dari pemerintah, konsumen, pakar, produsen, dan instansi terkait lainnya.

 

BSN membuka masukan masyarakat terhadap Rancangan SNI ini melalui website sispk.bsn.go.id mulai tanggal 14 Mei sampai dengan 13 Juli 2018. (har)