Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Produsen Baja Lapis Minta Hal ini Ke Pemerintah

  • Kamis, 13 Desember 2018
  • 2701 kali

Industri baja - BiSNIs.com BiSNIs.com, JAKARTA--Produsen baja lapis berharap Kementerian Perindustrian tidak mudah memberikan persetujuan Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi produk impor yang akan masuk ke pasar domestik.

Henry Setiawan, Presiden Direktur PT Sunrise Steel yang juga menjabat sebagai Ketua Klaster Baja Lapis Aluminium Seng Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (the Indonesia Iron and Steel Industry Association/IISIA), mengatakan industri saat ini sedang mengerjakan revisi SNI wajib untuk baja lapis aluminium seng (BjLAS) yang telah berlaku sejak 2007 silam dan diperkirakan bisa rampung secepatnya setelah rapat konsensus pada Januari 2019.

"Kami sangat berharap Kemenperin, yang memberikan persetujuan SNI, bisa menjadi filter dan tidak mudah memberikan persetujuan SNI ke depannya bagi produk impor supaya ada barrier-nya," katanya kepada BiSNIs, Rabu (12/12/2018).

Henry menjelaskan revisi SNI untuk BjLAS diperlukan mengingat saat ini daya beli masyarakat lebih kuat dibandingkan 11 tahun yang lalu sehingga standar dalam SNI yang berlaku sejak 2007 tersebut juga perlu ditingkatkan. Peningkatan kualitas produk juga bertujuan supaya daya tahan produk lebih lama.

Sebagai informasi, dalam aturan SNI 4096:2007 tentang Baja Lembaran dan Gulungan Lapis Paduan Aluminium Seng, untuk baja ringan interior minimal memiliki material berlapis aluminium seng AZ 50, sedangkan untuk baja ringan untuk eksterior minimal menggunakan material berlapis AZ 70."Kami [pelaku industri] revisi dari standar lapisan 70 gram menjadi 100 gram supaya umur lebih lama. Kalau 70 gram hanya 5 tahun masa pakai, 100 gram bisa 11--12 tahun," jelasnya.

Revisi SNI ini juga bertujuan untuk menahan gempuran produk impor dengan kualitas rendah dan harga murah. Selain itu, Henry juga berharap Permendag 22/2018 segera direvisi secara resmi sehingga produk impor tidak akan semakin liar.Sebelumnya, Sally Dandel, VP Marketing PT NS BlueScope Indonesia, menuturkan kompetisi dengan produk impor yang memiliki harga dan kualitas rendah, menjadi tantangan terbesar bagi perseroan.

Dari data yang dimiliki BlueScope, sejak Oktober 2015 produk baja dengan lapisan di bawah AZ 50 meningkat hampir 300%.Hal ini, lanjutnya, bertentangan dengan uji coba yang dilakukan perseroan bahwa untuk membuat rangka baja atau penutup baja tidak dianjurkan menggunakan material berlapis di bawah AZ 70.“Jika hal ini tidak dikontrol, dapat mendistorsi masyarakat. Masyarakat ingin mendapatkan produk dengan harga rendah, sehingga tidak memperhatikan kualitas,” katanya.

Simon Linge, President Director PT NS Bluescope Asean, mengatakan meskipun permintaan baja lapis mengalami kenaikan hingga mencapai 1,3 juta ton per tahun, saat ini produk impor lebih banyak mendominasi. Pada 2016, pangsa pasar baja lapis impor mencapai 53%.“Kami sebagai produsen baja lapis meminta bantuan pemerintah karena banyak produk baja lapis yang masuk tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Mereka juga masuk dengan harga dumping yang lebih murah dari harga di negara asal,” ujarnya. Tag : industri baja Editor : Maftuh Ihsan

 SUMBER : Bisnis Indonesia Online, 12 Desember 2018