Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

BSN Dorong Transaksi Aman Masa Pandemi

  • Selasa, 19 Mei 2020
  • 3046 kali

Pandemi Covid-19 yang dapat ditularkan secara langsung maupun melalui media penularan, telah menyebabkan perubahan di semua sektor usaha. Berdasarkan penelitian, media fisik seperti uang memiliki risiko menjadi perantara penyebaran Covid-19 lebih tinggi dari media contactless karena virus dapat bertahan di beberapa permukaan/ bahan. Salah satu cara untuk mengendalikan penularan virus tersebut adalah dengan transaksi digital atau online.

Demikian diungkapkan Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Kerja Sama, dan Layanan Informasi Badan Standardisasi Nasional (BSN), Zul Amri dalam webinar Knowledge Sharing “Solusi Transaksi Aman di Masa Pandemi Covid-19” melalui aplikasi zoom dan youtube pada Senin (18/05/2020).

Zul mengatakan berdasarkan data 2019 bahwa 80% transaksi secara online dilakukan melalui ponsel, dan 269,9 juta jiwa penduduk Indonesia sudah banyak beralih ke transaksi cashless. Selain itu juga terdapat 4,7 juta transaksi cashless, 128 triliun volume transaksi cashless serta peningkatan penggunaan uang elektronik sebesar 241,2% dari sebelumnya. “Apalagi di masa pandemic ini, tentunya jumlah transaksi online makin meningkat,” ujar Zul.

Saat ini terdapat berbagai macam transaksi digital antara lain mobile banking, internet banking, e-money, e-wallet, dan QR Code Indonesian Standard (QRIS). Menurut Zul, QRIS merupakan transaksi online yang sedang berkembang cukup pesat. “QRIS adalah layanan sistem pembayaran yang memanfaatkan teknologi QR Code (Quick Response Code). Transaksi digital ini dilakukan oleh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) seperti bank dan non bank (fintek),” pungkas Zul.

Untuk mengajukan QRIS, PSJP juga diwajibkan untuk memperoleh nomor Issuer Identification Number (IIN). Sebagaimana diketahui, BSN yang merupakan lembaga pemerintah non kementerian memiliki layanan sponsoring authority. BSN adalah perwakilan administratif The International Organization for Standardization (ISO) yang melakukan penerbitan nomor NNS/ IIN kepada PSJP berdasarkan ISO/IEC 7812 part 1 dan part 2 yakni menetapkan prosedur permohonan penerbitan IIN Nasional untuk mendukung Gerbang pembayaran Nasional (GPN) sesuai Peraturan Bank Indonesia (BI) Nomor 19/8/PBI/2017 dan Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) BI nomor 21/18/PADG/2019 dalam penerapan QRIS.

“BSN akan memberikan 8 nomor pertama untuk PJSP seperti Ovo, Gopay, bank-bank, dan sebagainya. Ini merupakan layanan BSN yakni layanan sponsoring authority,” ungkap Zul.

Sebagaimana diketahui, sesuai kebijakan Bank Indonesia (BI) per 1 Januari 2020, dalam implementasi pengajuan QRIS, izin dan permohonan penerbitan nomor NNS/ IIN nasional ke BSN ada yang paralel dilakukan PJSP sesuai rekomendasi dari Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI).

Terkait proses menjadi penyelenggara QRIS, Kepala Divisi Operasional Pelaksana Pengelola Standar Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), Lili Suliandari memaparkan untuk menjadi penyelenggara QRIS, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah pengajuan spesifikasi QRIS; mendapatkan surat rekomendasi dari ASPI; ijin dari BI; pendaftaran NNS ke BSN; serta pendaftaran merchant ke PTEN.

Sampai dengan saat ini, Lili mengungkapkan terdapat 22 bank dan 14 fintek penyelenggara QRIS. ASPI adalah asosiasi yang ditunjuk oleh Bank Indonesia diantaranya membuat standar untuk industri sistem pembayaran di Indonesia.

Sementara, Asisten Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Ronggo Gundala Yudha terkait QRIS yang diterbitkan oleh BI ini bahwa pembayaran menggunakan QRIS sudah memenuhi protocol Covid-19 social distancing. “Pembayaran menggunakan QRIS dapat dilakukan tanpa kontak fisik sama sekali dengan jaga jarak aman maupun tanpa tatap muka dengan pedagang. Jika tatap muka, pelanggan cukup scan menggunakan ponselnya dan kasir cukup memantau status transaksi dari aplikasi. Dan, jika tanpa tatap muka dapat didistribusikan via aplikasi messaging dan konsumen dapat dengan mudah melakukan scan langsung file QRIS yang diterima,” jelas Ronggo.

Terkait keamanan informasi, BI juga mewajibkan Penyelenggara Uang Elektronik atau dalam hal ini PJSP untuk memiliki sistem Manajemen Keamanan Informasi yang akan dimonitor oleh Bank Indonesia pada saat mereka ingin mengajukan izin sebagai penyelenggara UE. Selanjutnya, secara rutin, BI juga melakukan pemeriksaan ke penyelenggara tersebut untuk memastikan SMKI-nya. BI juga mewajibkan mereka diaudit oleh auditor independen secara berkala.

Acara yang dimoderatori oleh Kepala Bagian Kerja Sama BSN, Suhaimi A Kasman atau biasa disapa Nanu juga menghadirkan narasumber Strategic Partnership Division Head Rumah Zakat, Didi Sabir.

Melalui transaksi digital yang sudah terjamin keamanan informasinya terutama pada masa pandemic ini Zul berharap dapat memberi kemudahan. “Kemudahan dalam transaksi dan keamanan data, Cashless Society/Peningkatan transaksi nontunai, serta kemudahan dalam mengontrol pengeluaran (real time data). Selain itu dapat terjalin sinergi yang baik antara BSN, BI, dan ASPI.” tutup Zul. (nda-humas)