Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Mengenal Batik Melalui Buku

  • Minggu, 17 Mei 2020
  • 2382 kali

Buku gudangnya ilmu untuk belajar
Kita giat belajar ‘tuk tanah air kita…
(Bimbo-Almamater)

 

KELOMPOK musik asal Bandung, Bimbo dalam lagu berjudul “Almamater”, terdapat potongan lirik seperti tersebut di muka. Bimbo memang beranggotakan orang-orang terpelajar, sehingga menganggap buku demikian pentingnya. Buku sebagai gudang ilmu adalah ungkapan yang sudah lama. Ungkapan “buku gudang ilmu” itu ada kelanjutannya, “membaca adalah kucinya”.

Berkaitan dengan buku, tahukah Anda bahwa tanggal 17 Mei adalah Hari Buku Nasional?  Hari Buku Nasional ditetapkan tahun 2012, didasarkan pada tanggal berdirinya Perpustakaan Nasional yaitu tanggal 17 Mei 1980. Penetapan Hari Buku Nasional ini bertujuan untuk  meningkatkan minat membaca dan menulis masyarakat Indonesia. 

Pada peringatan Hari Buku Nasional ini, penulis memanfaatkan momen untuk menandainya, dengan tulisan “Buku tentang Batik”. Buku tentang batik yang dimaksud adalah buku-buku yang ditulis dengan mengambil tema batik. Tinjauan ini dilakukan berdasarkan koleksi buku bertemakan batik yang ada di perpustakaan Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB), Yogyakarta.

Batik merupakan salah satu karya bangsa yang sudah ada sejak dahulu kala. Bahkan, batik Indonesia oleh Unesco ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Non-bendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity). Tetapi, sejauh mana minat para penulis untuk menulis buku tentang batik?

Penulis buku memang cukup menggembirakan, bahkan terus bertambah. Balai Besar Kerajinan dan Batik, yang waktu itu  bernama Balai Penelitian Batik dan Kerajinan telah menjadi pioner dengan menerbitkan buku Seni Kerajinan Batik Indonesia karangan SK Sewan Susanto tahun 1974.  Buku yang ditulis dalam waktu yang cukup panjang ini, sampai sekarang masih menjadi buku induk bagi siapa saja yang bersinggungan dengan batik.

Memasuki era 80-an hadir buku Batik Klasik karangan Hamzuri dan novel Canting karangan Arswendo Atmowiloto. Buku batik kembali hadir pada era 90-an dengan terbitnya buku Batik dan Mitra: Batik and Its Kind yang ditulis oleh Nian S Djomena dan buku Batik Belanda 1840-1940  yang ditulis oleh Harmen C.Veldhuisen.

Era tahun 2000, terutama 2006, buku batik terus bertambah setiap tahunnya. Pertambahan penulis buku batik terlihat signifikan pada tahun 2011 yaitu ada delapan penulis buku batik, termasuk Ani Yudhoyono dengan bukunya Batikku Pengabdian Cinta Tak Berkata.   Tidak semua penulis adalah new comer.  Iwan Tirta dan Kusnin Asa sama-sama menulis dua buku batik.  Adi Kusrianto dan pemilik batik Komar, Komarudin Kudiya  menulis tiga buku batik,.  Hartono Sumarsono secara rally menulis buku batik mulai tahun 2011.

Keinginan untuk mendokumentasikan  koleksi yang dimiliki, membantu generasi milenial mencari referensi tentang batik dan agar koleksinya bisa dinikmati oleh orang banyak telah mengantarkan Hartono Sumarsono menulis lima buku batik.  Buku Batik Pesisir Pusaka Indonesia Koleksi Hartono Sumarsono (2011), Benang Raja Menyimpul Keelokan Batik Pesisir (2013), Batik Garutan Koleksi Hartono Sumarsono (2016), Batik Betawi Koleksi Hartono Sumarsono (2017), dan Batik Sudagaran (2019). 

Selebihnya penulis buku batik adalah newbie. Walaupun pendatang baru dalam menulis buku batik, namun mereka bukanlah orang baru dalam dunia batik.  Irawati Suroyo Bambang As yang menulis buku Isen-Isen dalam Batik Tati Suroyo merupakan anak dari Tati Suroyo.  Kekaguman terhadap karya ibunda, menimbulkan keinginannya untuk menuliskan perjalanan Tati Suryo berkarya dalam batik.  Demikian juga  dengan Indrawati Gondowinoto.   Dia menulis buku familiografi yang berjudul Batika, Jejak Batik Keluarga Gan Tjioe Liam

Penulis buku batik tidak hanya perseorangan. Kementerian seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pariwisata turut menulis buku batik. Pemerintah daerah atau perangkatnya ikut  menulis buku batik.  Lembaga non pemerintah seperti Paguyuban Pecinta Batik Sekar Jagad juga melakukan rally menulis buku batik seperti Hartono Sumarsono.

Setiap buku mempunyai karakter, walaupun terkadang mengambil lokus yang sama.  Namun dalam pembahasannya tetap saja masing-masing buku saling memperkaya satu dengan yang lainnya.

Beberapa buku batik ditulis dalam rangka melestarikan  batik seperti yang mereka tuangkan dalam kata pengantarnya.

Kostman dalam buku Batik Indramayu: Pesona Batik Kota Mangga. Beliau berpengharapan bahwa buku yang ditulis dapat dijadikan referensi dan sumber inspirasi untuk menciptakan kreasi serta inovasi dalam melestarikan Batik Tradisional Indramayu.  Melalui buku tersebut juga bisa lebih mengenalkan kepada masyarakat secara lebih luas bahwa seni dan budaya batik di Indramayu mempunyai ciri khas yang tidak dimiliki oleh batik daerah lainnya.  Bagi generasi muda Indramayu sebagai generai penerus selanjutnya, dengan membaca buku ini  bisa lebih mengenal dan melestarikan seni dan budaya batik Indramayu.

“Penyusunan dan penerbitan buku ini merupakan sebuah  usaha untuk melestarikan warisan budaya yang merupakan salah satu kekayaan bangsa Indonesia” ungkap GBRAY Murywati S. Darmokusumo Darmokusumo dalam bukunya Batik Yogyakarta Dan Perjalanannya Dari Masa ke Masa

Hartono Sumarsono menyampaikan bahwa buku Batik Garutan yang beliau tulis bukanlah suatu kajian ilmiah.  Melainkan hasil pengamatan seorang pecinta dan kolektor batik semata, yang ingin melestarikan keberadaan dan keindahan batik Garutan serta merekamnya dalam buku supaya tidak hilang dimakan waktu.

Informasi Beragam

Melihat informasi yang disampaikan dalam buku batik sangat beragam. Pertama dan utama sekali adalah segala hal yang berkaitan dengan teknologi batik itu sendiri.  Mulai dari bahan dan peralatan yang diperlukan sampai dengan proses pembuatannya.  Umumnya semua buku batik menulis tentang hal ini.  Baik secara sekilas atau detail.

Harmen C. Veldhuisen menulis buku Batik Belanda 1840-1940 Pengaruh Belanda pada Batik dari Jawa Sejarah dan Kisah-kisah di Sekitarnya.  Buku ini  merupakan rujukan untuk karya-karya batik yang dibuat dalam industri batik milik para wanita pengusaha Indo-Eropa yang dapat dikenali dari pola-pola serta motif-motif Eropanya  Hal senada juga terlihat dalam buku Batik Pekalongan Dalam Lintasan Sejarah yang ditulis oleh Kusnin Asa.

Sri Soedewi Samsi, mantan Kepala Balai Penelitian Batik dan Kerajinan periode 1 Februari 1971-1 Februari, telah menuangkan kumpulan ragam hias  daerah-daerah yang dikunjunginya  menjadi sebuah buku.  Wilayah kerja Balai Penelitian Batik dan Kerajinan yang meliputi seluruh Indonesia, telah memungkinkan beliau untuk melakukan hal tersebut.  Buku yang berjudul Teknik dan Ragam Hias Batik karangannya diluncurkan saat usia beliau 80 tahun.

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 0239:2014,  batik adalah kerajinan tangan sebagai hasil pewarnaan secara perintangan menggunakan malam (lilin batik) panas sebagai perintang warna dengan alat utama pelekat lilin batik berupa canting tulis dan atau canting cap untuk membentuk motif tertentu yang memiliki makna.

Makna inilah yang dalam keseharian dikenal dengan istilah filosofi.  Filofi ini menjadi salah satu perhatian Adi Kusriyanto dalam bukunya  Batik: Filosofi, Motif  dan Kegunaan. Filosofi juga menjadi tema utama dalam buku Makna Simbolik Batik Keraton Cirebon yang ditulis oleh Bambang Irianto dan pengusaha muda di bidang batik, Sally Giovanny..

Iwan Tirta  menulis buku tentang perjalannya berkecimpung di dunia batik Menyajikan perenungan batin beliau mendampingi, menggeluti dan menyatukan diri dengan  batik dalam buku  Batik Sebuah Lakon.  Merupakan rekaman lakon beliau berinterksi dengan batik dengan segala suka dukanya, segi positif-negatifnya, kegagalan-keberhasilannnya. Sama tetapi tidak serupa dengan buku Batik Winotosastro: Pemikiran, Perjuangan, dan Upaya Winotosastro Mengankat dan Melestarikan Kerajinan Batik yang  ditulis oleh Supriharjo.

Di sini kita bertemu dengan Kartini Muljadi, Pengacara yang Melestarikan Batik dengan bukunya Batik Indonesia: Sepilihan Koleksi Batik Kartini MuljadiTumbu Ramelan dalam buku The 20 th Century Batik Masterpieces:Tumbu Ramelan Colections. Atau The Glory of Batik : The Danar Hadi Collection.  Buku ini berisi  koleksi batik Jawa yang dikumpulkan selama empat puluh tahun oleh H. Santosa Doellah. Koleksi pemilik Danar Hadi  ini  berjumlah sekitar 10.000 lembar yang terbentang satu setengah abad, dari pertengahan abad ke-19 hingga penerbitan buku tersebut (2011). ‘Harta’ ini  juga dibagikan kepada  masyarakat luas melalui museum batik yang sangat indah.  Bisa dikatakan museum yang berlokasi  Jalan Slamet Riyadi 261, Solo ini adalah museum batik swasta yang paling lengkap dan terorganisir secara profesional di Indonesia.

Keeksotisan Batik Jawa Timur: Memahami Motif Dan Keunikannya yang ditulis oleh duet Yusak Anshori dengan Adi Kusriyanto merupakan salah satu contoh.  Demikian juga dengan Ungkapan Batik di Semarang: Motif Batik Semarang 16 tahun yang ditulis oleh Saroni Askin

Batik Lamongan: Jejak Ekonomi kreatif Warisan Sunan Sendang yang ditulis oleh Siifwatir Rifah juga termasuk kategori ini.

Melihat pertumbuhan penulis buku batik, menimbulkan pertanyaan mengapa makin banyak orang menulis tentang batik?

Menurut hemat penulis ada dua hal yang mendorong bertambahnya penulis buku batik.  Penobatan batik Indonesia sebagai warisan budaya milik dunia  (world heritage) pada tahun 2009 menjadi faktor pendorong utama.  Hal ini terlihat dengan pertambahan penulis batik yang sigifikan sesudah tahun tersebut.

Hampir semua buku menuangkan perihal ini dalam buku mereka.  Penetapan yang menggugah para penulis untuk melestarikan batik dengan melakukan  dokumentasi melalui buku.  Pergantian generasi merupakan pendorong ke dua.

Komarudin Kudiya dalam Batik Eksistensi untuk Tradisi menyampaikan bahwa umumnya pelaku usaha batik merupakan penerima tongkat estafet dari orang tua yang juga mewarisi dari generasi sebelumnya. Inovasi perlu dilakukan agar eksistensi batik tetap kokoh.  Menyebarluaskan karya-karya batik dapat menjadi ATM, Amati, Tiru dan Modifikasi sesuai perkembangan zaman.

Bagaimana dengan  minat membaca buku batik?  Minat membaca buku batik juga bertambah.    Ada tiga  alasan yang mendasarinya.

Pertama, pertambahan penulis buku batik secara langsung berarti pertambahan minat baca buku batik. Dengan membca buku-buku batik, muncul ide untuk menulis buku batik. Demikian juga ketika menulis buku batik.  Membaca buku batik diperlukan untuk menjadi referensi.

Kedua, viewer  blog   https://batikcpta41.wordpress.com/ menunjukkan demikian.  Blog yang berisi informasi buku-buku koleksi perpustakaan BBKB, yang sebagian besar adalah buku batik. Viewer-nya terus merangkak naik.  Jumlah viewer sampai bulan Mei 2020 sudah melebihi viewer selama tahun 2019. Statistik judul yang dilihat pada tahun ini menunjukan unggahan tentang batik Nitik yang terbanyak .

Ketiga novel Canting karangan Fissilmi Hamida yang terbit pertama kali tahun 2018, sudah mengalami cetak ulang.

Buku batik telah hadir dengan berbagai nuansa.  Masih banyak nuansa lain yang bisa dihadirkan.  Apalagi dengan semaraknya pemerintah daerah menciptkan batik khas daerahnya masing-masing.  Belum lagi para kolektor batik yang belum berbagi koleksinya untuk masyarakat luas dalam bentuk buku.  Mari menulis buku batik.  ‘Galeri batik’ akan bertambah di perpustakaan, sehingga dapat memanjakan mata banyak orang dengan keindahannya. ***

 

Tautan: Mengenal Batik Melalui Buku