Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

DGB IPB University: Jika Infrastrukturnya Lengkap, Industri Sagu Siap Beroperasi

  • Rabu, 01 Juli 2020
  • 897 kali

 

Pembangunan industri pangan lokal memiliki peranan penting dalam mewujudkan kemandirian suatu negara. Sagu sebagai kekayaan alam bangsa Indonesia membutuhkan pengelolaan dan pengembangan yang tepat sehingga dapat diterima dan dirasakan oleh seluruh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangannya.

“Insya Allah jika potensi luar biasa ini didukung oleh ketersediaan infrastruktur yang dibutuhkan, industri sagu akan bersemangat memproduksi sagu. Kebutuhan infrastruktur tersebut adalah jalan dan transportasi, konektivitas logistik, kanal, pelabuhan ekspor impor, jaringan komunikasi yang disediakan oleh pemerintah dan berbagai kebutuhan lainnya,” terang Prof Dr Evy Damayanti, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Dewan Guru Besar IPB University dalam sambutannya pada Webinar seri ke-3 dengan tema "Pengembangan Industri Pangan Berbasis Tepung Sagu" oleh Dewan Guru Besar (DGB) IPB University, (30/6).

Prof Evi menjelaskan bahwa tanaman sagu merupakan penghasil karbohidrat (pati) yang paling produktif. Hasilnya bervariasi dari 100 kilogram per batang hingga 1000 kilogram per batang atau sekitar 30 ton per hektar. Konsumsi sagu dan olahannya apabila ditingkatkan dapat mengurangi impor gandum yang setara dengan terigu (11 juta ton/tahun) dan konsumsi beras yang tinggi.

“Sagu adalah sumber daya pangan serbaguna yang diberikan oleh Sang Pencipta untuk kesejahteraan umat manusia. Hal ini terlihat dari karakteristik sagu dan beragam hasil olahannya serta keunggulan sagu sebagai pangan yang bergizi dan menyehatkan,” tambahnya.

Sementara itu, Dr Saptarining Wulan, SSi, MM selaku pengusaha makanan berbasis sagu dan dosen Gastronomi Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti mengungkapkan beberapa contoh olahan pangan berbasis sagu. Yakni nasi beras sagu, nasi goreng beras sagu, nasi sagu berempah, nasi sagu bakar, mie sagu goreng, sup timlo sagu, snack sagu. Ada juga bentuk produk yang sama dengan produk makanan sehari-hari seperti beras analog (sagu), mie sagu, atau pati sagu untuk subtitusi tepung yang ada sekarang ini.

Pada kesempatan yang sama, Ir Enny Ratnaningtyas, MS, Direktur Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan, Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian RI menjelaskan mekanisme program pengembangan industri sagu yang akan diupayakan oleh Kementerian Perindustrian. Yakni melalui pembangunan sentra Industri Kecil dan Menengah (IKM) sagu, pengembangan sistem manajemen mutu dan pengembangan industri terintegrasi yang bekerjasama dengan FAO.

“Penyusunan Standar Nasional Indonesia/SNI untuk program pengembangan sagu adalah pada SNI 3729-2008. SNI mengakomodasi penggunaan tepung lokal lainnya seperti tepung sagu sebagai bahan baku biskuit dan mie instan,” ungkapnya.

Menurutnya, bangsa yang hebat itu adalah bangsa yang antisipatif untuk mampu mengantisipasi berbagai persoalan. Seharusnya kita bukan makan kalori, tapi kita harus makan makanan sehat, beyond the calory.

“Kita harus mulai merevisi ulang arah pembangunan ketahanan pangan dan ketahanan gizi kita agar kita kuat bukan hanya pasokannya, tapi rakyatnya sehat menjadi produktif serta kompetitif,” tandas Prof Dr Tajuddin Bantacut, dosen IPB University yang merupakan Guru Besar Departemen Teknologi Industri Pertanian. (SM/Zul)

 

Tautan Berita: DGB IPB University: Jika Infrastrukturnya Lengkap, Industri Sagu Siap Beroperasi