Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Peran SNI pada Kedokteran Gigi

  • Kamis, 15 Oktober 2020
  • 4892 kali

 

Penyakit gigi dan mulut adalah salah satu dari penyakit yang masuk ke dalam pelayanan primer di Indonesia. Penduduk Indonesia rata-rata memiliki rata-rata 4-5 gigi yang bermasalah. Saat ini, terdapat 34.000 dokter gigi di seluruh Indonesia yang menggunakan peralatan dan material kedokteran gigi. Sementara, industri material dan peralatan gigi Indonesia masih belum bisa memenuhi kebutuhan material dalam negeri. Peralatan kedokteran gigi saat ini 95% masih didapatkan secara impor. Penggunaan produk dari luar negeri ini dikarenakan produk teknologi kesehatan gigi Indonesia mayoritas belum mampu memenuhi standar yang ada. Pasien dan dokter memerlukan kepastian keamanan dalam penggunaan peralatan dan material kedokteran gigi.

 

Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan 35 Standar Nasional Indonesia (SNI) di Bidang Kedokteran Gigi. "Informasi mengenai SNI Bidang Kedokteran Gigi ini perlu untuk diketahui oleh profesi Kedokteran Gigi, masyarakat umum, serta para pengambil kebijakan, oleh karenanya BSN menyelenggarakan acara Bedah Standar terkait kedokteran gigi," ungkap Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Kerja Sama dan Layanan Informasi BSN, Zul Amri saat membuka acara Bestan Daring #5 Mengenal SNI di Bidang Kedokteran Gigi melalui platform Zoom, kanal Facebook dan Youtube pada Kamis (15/10/2020).

 

Jumlah 35 SNI ini tergolong sedikit jika dibandingkan dengan 185 standar ISO yang sudah tersedia pada ISO TC 106, ditambah 57 standar ISO yang masih dalam pengembangan. Tahun 2021 dalam usulan PNPS, Komtek 11-12 Kedokteran Gigi kembali mengajukan tiga judul baru untuk Program Nasional Perumusan Standar.

 

Ketua Komite Teknis 11-12, Yosi Kusuma Eriwati, dalam paparannya menyampaikan bahwa SNI material dan peralatan kedokteran gigi masih perlu dikembangkan. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa berbagai stakeholder seperti dokter gigi dan industri perlu mengacu pada SNI/ISO untuk produk-produk yang digunakan maupun yang akan diedarkan di Indonesia. “Dengan adanya SNI Kedokteran Gigi ini kami berharap Dental Materials and Devices yang beredar di Indonesia dapat menjadi aman dan efektif bagi pasien” Tutur Yosi.

 

Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan dan Halal, Wahyu Purbowasito, mengatakan bahwa masih banyak tantangan yang dihadapi dalam memenuhi kebutuhan SNI terkait kedokteran gigi. Di antaranya ketersediaan SNI terkait kedokteran gigi; Bagaimana SNI yang sudah ada digunakan sebagai acuan bagi produsen dan konsumen; Keterbatasan Lembaga Penilaian Kesesuaian; Adanya produk-produk yang belum ada SNI-nya; Bagaimana menjembatani hasil inovasi untuk dapat dijadikan SNI; Bagaimana memaksimalkan peran perkumpulan atau asosiasi keahlian untuk aktif dalam pengembangan, penerapan SNI, dan pengawasannya.

 

Dokter Gigi di Jogja International Hospital, Drg. Mirza Mangku Anom, berbagi testimoni pengalaman penggunaan alat dan material kedokteran gigi dalam praktek sehari-hari. Menurutnya, kurangnya pengetahuan tentang SNI di bidang kedokteran gigi menjadi salah satu kendala dalam pemilihan alat dan material. Kemudian, ia menyampaikan bahwa mayoritas produk kedokteran gigi berasal dari luar negeri. Selain itu, hampir tidak ada produsen yang menjelaskan produknya ber-SNI atau tidak. Lebih lagi, update perkembagan alat dan bahan kedokteran gigi yang sangat cepat juga mempengaruhi pemilihan produk.

 

Selain mendapat wawasan baru, Dr. Mirza menanggapi bahwa melalui pengetahuan mengenai SNI ini, praktisi bidang kedokteran gigi juga mendapatkan standar yang harus dicapai saat praktik. Adanya SNI terkait Kedokteran gigi ini juga memberi rasa aman dan nyaman baik bagi dokter maupun bagi pasien. “Mungkin produsen juga terpicu untuk membuat produk yang sesuai dengan standar SNI. Sehingga produksi kedokteran gigi Indonesia semakin meningkat, dan harapanya bisa mandiri, tidak lagi bergantung pada luar negeri.” ungkap Mirza.

 

“Kesadaran akan adanya standar akan menimbulkan kebutuhan. Tanpa adanya standar kita tidak punya kompas untuk mengarah pada kehidupan yang lebih baik,” tutup Wahyu.

 

Kegiatan Bedah Standar (Bestan) Daring ini diikuti peserta dari berbagai profesi seperti dokter gigi, pemerintah, industri, dan kalangan umum. (Put – Humas)