Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Kepala BSN : Standar sebagai acuan dalam produk inovasi

  • Senin, 19 Oktober 2020
  • 2735 kali

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan produk inovasi tidak terlepas dari riset atau penelitian. Perguruan tinggi sebagai sebagai salah satu sumber inovasi teknologi memiliki peranan yang penting dalam menumbuhkan produk-produk inovasi baru. Hasil riset yang dihasilkan di lembaga riset dan universitas harus selaras dengan dunia industri sehingga bisa produksi secara massal serta masyarakat dan dunia usaha akan mendapatkan manfaatnya.

Untuk mewujudkan hal tersebut perlu adanya peran standardisasi dan penilaian kesesuaian pada produk inovasi. Standar akan diperlukan untuk menjamin performansi, kesesuaian, dan keamanan dari suatu produk yang dihasilkan dan juga dalam proses produksinya. Standar menjadi acuan dalam produk inovasi yang menjadi batasan apa saja yang dapat dan tidak dapat dilakukan untuk keamanan produk dan perlindungan kepada konsumen.

Demikian disampaikan Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Kukuh S. Achmad dalam Webinar Standardisasi untuk Hilirisasi Produk Inovasi Unggulan Daerah Berdaya Saing Nasional yang ditayangkan melalui aplikasi zoom serta ditayangkan secara langsung melalui kanal Youtube BSN_SNI dan Facebook Badan Standardisasi Nasional pada Senin (19/10/2020).

Dengan standardisasi tambah Kukuh, diharapkan proses produksi produk inovasi akan lebih efisien atau low cost, terjamin keamanannya dan mempunyai daya saing nasional dan global.

Sebagaimana diketahui, salah satu yang menjadi isu dalam perkembangan produk inovasi yaitu ekosistem inovasi di Indonesia yang belum sepenuhnya terbangun. Hal ini menjadi salah satu hambatan dalam proses hilirisasi dan komersialisasi produk inovasi di Indonesia. Namun, standardisasi dan penilaian kesesuaian dapat memberikan kontribusi pada efisiensi proses penciptaan inovasi sejak tahapan penggalian ide untuk pengembangan inovasi sampai dengan komersialisasi/ produksi massal hasil inovasi.

Untuk memenuhi kebutuhan standardisasi produk inovasi, Kukuh mengungkapkan BSN berupaya melakukan relaksasi dalam mengidentifikasi kebutuhan SNI yang diperlukan dan mengupayakan ketersediaan SNI. Apabila belum ada SNI yang sesuai melalui proses pengembangan SNI dengan jalur percepatan (fast track), dan atau adopsi standar Internasional atau standar dari organisasi standar lainnya yang relevan dengan kebutuhan nasional.

Pada saat yang sama juga dilakukan penyiapan skema penilaian kesesuaian dan fasilitasi lembaga penilaian kesesuaian baik itu laboratorium penguji dan lembaga sertifikasi produk dengan tetap memperhatikan kaidah kebijakan standardisasi dan penilaian kesesuaian.

Selain itu, BSN juga melakukan fasilitasi industri bagi produk, jasa dan sistem untuk mendukung produk inovasi nasional yang telah dihasilkan untuk memenuhi persyaratan SNI sehingga produk tersebut bisa memasuki pasar dan diterima di masyarakat.

“Beberapa produk inovasi sudah dilakukan pendampingan BSN dalam penerapan SNI sehingga mereka mampu berdaya saing di pasar, antara lain produk Konverter kit produksi Amen Ben Gas, Mesin Laundry Kanaba produksi Hari Mukti Kanaba, Kompor Batik listrik Astoetik, insinerator dan ventilator,” ujar Kukuh.

Webinar “Standardisasi untuk Hilirisasi Produk Inovasi Unggulan Daerah Berdaya Saing Nasional” yang merupakan tindak lanjut dan implementasi dari kerjasama antara BSN dengan Universitas Hasanuddin juga menghadirkan Deputi bidang Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian BSN, Zakiyah; Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi dan Kemitraan Universitas Hasanuddin, Muh. Nasrum Massi memaparkan “Pengembangan Produk Inovasi di Sulawesi Selatan”; Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kementerian Riset dan Teknologi/ Badan Riset dan Inovasi Nasional, Jumain Appe menjelaskan “Kebijakan komersiliasi Produk Inovasi Nasional”; Peneliti Ahli Utama, Pusat Riset dan Pengembangan SDM BSN, Bambang Prasetya yang menyampaikan “Standardisasi dan Hilirisasi Produk Inovasi Indonesia”; serta Pemilik Astoetik, Nova; Pemilik Insenerator CV Indowash, Henry Yonothan; serta Tim Mutu Ventilator Agustinus Winarno dengan dimoderatori oleh Kasubdit Inovasi di Direktorat Inovasi dan Kewirausahaan – Universitas Hasanuddin, Asmi Citra Malina.

Senada dengan Kukuh, Jumain mengatakan standar dan inovasi harus sejalan. ”Tidak bisa tanpa ada keduanya. Karena memang jika kita mengadopsi inovasi masyarakat perlu keyakinan trust. Salah satu cara mendorong trust itu harus ada yang kita standarkan atau kita berikan sesuatu yang menjamin bahwa inovasi ini cocok dan memiliki manfaat. Standar bisa membantu produk baru atau pelayanan baru untuk menjamin keyakinan baik kepada industri atau pelanggan di pasar. Jika inovasi teknologi mengcreate job atau memberi impact yang besar harus memberi sesuatu yang menjamin keselamatan, keamanan maka dibutuhkan standar. Standar disini merupakan alat yang sangat bagus untuk memberikan apa yang diinginkan oleh customer/ pasar,” papar Jumain.

Standar, lanjut Jumain dapat memenuhi kebutuhan pasar. Apalagi jika mengembangkan inovasi yang bermula dari R&D. “Jika sudah ada inovasi kemudian distandarkan seperti ventilator. Inovasi dapat berkembang jika ada standarnya. Seperti, inovasi yang dihasilkan dapat masuk e-katalog tetapi harus ada SNI nya. Jika tidak, masyarakat tidak akan percaya. Standar sangat penting dalam mengadopsi inovasi. Apalagi dalam Omnibus Law sudah ada penetapan bahwa untuk usaha kecil menengah mikro, standarnya dibantu oleh pemerintah seperti pembiayaan atau insentif,” pungkas Jumain.

Sementara benchmarking dunia, Bambang Prasetya mengutarakan seperti pada penelitian UNIDO yang memperkenalkan 3C Konsep yakni Compete, Conform dan Connect. “Compete yakni bagaimana kita memproses suatu produk kita supaya dalam manufacturenya lancar, biayanya pun bersaing. Conform yaitu sesuai tidak dengan persyaratan yang diinginkan pasar maka ini urusan standar, pengujian. Setelah itu bagaimana menghubungkan adalah urusan trading bagaimana berbagai hal kita lakukan. Diantaranya adalah memperkuat promosi, memperkuat paten, dan sertifikasi diperkuat. Rumus 3C ini menjadi platform dimana menghadapi hilirisasi sekaligus tidak hanya berpikir nasional tetapi global juga,” ungkap Bambang.

Sebagai peneliti, tambah Bambang, seharusnya mengetahui manfaat lebih dari standar yang dapat dilihat dari 5 aspek yaitu terminologi dan simbol; kompatibilitas; kinerja ‘performance’; kinerja pengukuran dan pengujian; serta standar manajemen.

Melalui webinar “Standardisasi untuk Hilirisasi Produk Inovasi Unggulan Daerah Berdaya Saing Nasional”, Kukuh berharap ke depan sinergi BSN dengan Kemenristek dan perguruan tinggi, khususnya UNHAS dalam penguatan produk inovasi dapat ditingkatkan sehingga peran standar dan penilaian kesesuaian bisa lebih konkrit untuk menumbuhkan produk inovasi berdaya saing. (nda-humas)