Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Perlukah Penerapan SNI Produk?

  • Rabu, 24 Februari 2021
  • 883 kali

Di tengah persaingan pasar maupun derasnya produk impor yang masuk di Indonesia, konsumen perlu mencermati produk yang beredar sesuai dengan kualitas yang bermutu. Tetapi yang terjadi di lapangan, banyak konsumen lebih memilih produk yang harganya murah dibandingkan kualitas mutu produk.

Hal ini membuat banyak produsen dalam negeri gigit jari dengan produk impor yang memiliki harga lebih murah dari produk dalam negeri. Walaupun dari segi kualitas produk dalam negeri kecenderungan memiliki kualitas yang lebih baik.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada tahun 2020 saat terjadi pandemi covid-19 yang melanda di seluruh dunia, Indonesia mencatatkan neraca perdagangan surplus US$ 21,74 miliar. Ini ditopang dengan kegiatan ekpor yang lebih baik dan menurunnya impor barang konsumsi, bahan baku, dan barang modal.

Kondisi ini sebenernya menjadi peluang bagi pelaku usaha untuk meningkatkan peluang pasar yang lebih luas lagi. Tetapi harus memperhatikan pula daya beli konsumen yang sedang babak belur menghadapi pandemi ini.

Saat ini, pemerintah telah meluncurkan kampanye Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI). Gerakan ini mengedukasi masyarakat untuk selalu menggunakan produk dalam negeri dan bagi UMKM agar mampu berdaya saing dengan produk serupa serta mendorong go digital.

Setelah gerakan ini diluncurkan, respon positif bermunculan dari kalangan pelaku usaha dan berharap gerakan ini menjadi angin segar khususnya UMKM agar lebih kompetitif.

Diferensiasi Produk

Agar memiliki daya saing dari produk yang lain, tak jarang beberapa pelaku usaha lebih mementingkan kualitas dan kuantitas produk dengan menerapkan standar, salah satunya adalah Standar Nasional Indonesia (SNI). Dengan menerapkan SNI pelaku usaha menjadikan produknya sebagai diferensiasi produk.

Sehingga lebih percaya diri dan produknya dapat bersaing dengan produk serupa. Di sisi lain, konsumen cerdas lebih percaya dengan produknya karena aman dan nyaman.

Walaupun dari segi harga ada biaya yang dibutuhkan untuk sertifikasi SNI, tetapi pelaku usaha mampu memiliki strategi khusus agar produknya laku dijual dan konsumen semakin loyal.

Apabila kita perhatikan lebih dalam, banyak pelaku usaha khususnya UMKM di Indonesia bersemangat dalam menerapkan SNI produk. Seperti produk cokelat oleh Kampung Coklat Blitar yang sudah mendapatkan SPPT SNI 7934:2014, pempek Honey mendapatkan SPPT SNI 7661.1:2013, bakso ikan Shanaya mendapatkan SPPT SNI 7266:2017, bawang goreng merah Hj. Mbok Sri mendapatkan SPPT SNI 7713:2013, dan masih banyak lagi pelaku UMKM yang telah mendapatkan SPPT SNI pada produknya.

Di balik kisah sukses UMKM tersebut, pemerintah melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN) sesuai yang diamanahkan UU No. 20 Tahun 2014 untuk melakukan pembinaan dan pendampingan bagi UMKM dalam menerapkan SNI.

BSN terus melakukan sosialisasi dan menjemput bola dalam penerapan SNI secara sukarela bagi pelaku usaha khususnya UMKM. Pembinaan ini dilakukan secara gratis serta menjadikan UMKM tersebut sebagai role modelagar UMKM yang lain dapat mengikuti jejak rekamnya dalam menerapkan SNI.

Dengan komitmen yang tinggi dan semangat dalam menerapkan SNI, pelaku usaha mampu menembus pasar domestik dan telah menjajaki permintaan pasar luar negeri.

Tak jarang banyak pelaku usaha saat ini, ingin menerapkan SNI secara sukarela karena konsumen sudah mulai cerdas dalam memilih dan memilah produk.

Untuk itu, penerapan SNI produk merupakan salah satu cara bagi pelaku usaha untuk meningkatkan daya saing produknya dan memberikan diferensiasi produk agar konsumen semakin percaya dan lebih memilih produk yang sudah ber-SNI. (rmy)

 

Link: Perlukah Penerapan SNI Produk? Halaman 1 - Kompasiana.com




­