Pengenalan SNI pada Pelaku UMKM Diprioritaskan

Rabu, 26 Oktober 2022
1672 kali

PALEMBANG, KOMPAS — Literasi terhadap produk terstandar terus diperkuat. Masih banyak pelaku usaha terutama mikro, kecil, dan menengah yang belum menggunakan item SNI pada produknya. Skema jemput bola akan dilakukan untuk meningkatkan literasi produk terstandar di Indonesia.

Hal ini disampaikan Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) Kukuh S Achmad di Palembang, Rabu (26/10/2022), dalam pembukaan bulan mutu nasional tahun 2022. Dia menyatakan, upaya untuk memperkuat literasi Standar Nasional Indonesia (SNI) pada pelaku usaha terus dilakukan. Upaya ini sudah digelar sejak 1991 dan sampai sekarang masih terus berlangsung.

Hingga kini, sudah ada 11.600 SNI yang tercipta. SNI itu berkaitan dengan sistem, barang, dan jasa, serta proses. SNI tersebut dibuat oleh sejumlah instansi dan sekitar 310 di antaranya merupakan SNI dari sejumlah kementerian.

Namun, Kukuh menuturkan masih banyak pelaku usaha yang belum menstandardisasi produknya terutama usaha mikro kecil. Untuk pelaku usaha besar dan menengah, ucap Kukuh, sudah lebih teredukasi untuk menyematkan SNI pada produk atau jasanya. Mereka tahu manfaat dari SNI terutama bagi mereka yang melakukan aktivitas ekspor-impor.

Sementara untuk usaha mikro kecil, masih banyak yang belum menyematkan SNI. Itu karena SNI bersifat sukarela. Apalagi anggota BSN masih terbatas sehingga proses edukasi belum optimal. ”Di sinilah perlu peran semua pemangku kepentingan untuk mengedukasi para pelaku UMKM,” ucap Kukuh.

Selama ini, ungkap Kukuh, pola kerja yang dilakukan adalah menjadikan pelaku UMKM yang sudah memiliki SNI untuk memberikan saran dan pengalamannya pada teman-teman di satu komunitasnya. Dengan begitu, diharapkan akan lebih banyak pelaku UMKM yang berminat untuk mendaftarkan produknya dalam daftar SNI.

Menurut dia, dengan label SNI, akan memberikan nilai ekonomi, baik mendongkrak pendapatan maupun memperkuat posisinya di tengah daya saing global. ”Konsumen pasti akan lebih memilih produk yang terstandar karena telah dianggap telah memenuhi syarat dan berkualitas,” ucap Kukuh.

Selain memperkuat edukasi, lanjut Kukuh, pihaknya bekerja sama dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memanfaatkan Sistem Online Single Submission (OSS) untuk menyematkan SNI pada produk dan jasa yang masuk dalam sistem tersebut.

Bahkan, untuk investasi berisiko rendah, SNI bisa didapatkan secara gratis tentu dengan mengikuti sejumlah syarat yang ditetapkan. ”Sistem OSS ini cukup besar kontribusinya dalam mengenalkan SNI kepada investor,” ucap Kukuh.

Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru menyarankan agar edukasi SNI dilakukan secara jemput bola tidak hanya menunggu hasil dari sistem OSS. ”Datangi pelaku usaha yang potensial untuk segera mendaftarkan SNI,” ucapnya.

Hal ini penting karena ia yakin tidak semua pelaku UMKM tersentuh sistem OSS. ”Banyak daerah yang tidak tersentuh internet, padahal di dalam kawasan itu sudah banyak produk yang potensial,” ucapnya.

Dia menyakini, masih rendahnya produk atau jasa yang terstandar bukan karena tidak mau, melainkan belum mengenal lebih dalam mengenai pentingnya SNI. Menurut dia, standardisasi merupakan hal yang penting untuk meningkatkan mutu, baik mutu produk maupun pelayanan.

Bahkan, Herman berjanji akan mengerahkan seluruh jajarannya untuk memperkuat standardisasi terutama yang sudah merambah ke pasar ekspor. Dia mencontohkan rumah bongkar pasang yang menjadi ciri khas Sumsel yang sampai sekarang belum terstandar. Padahal produk ini sudah merambah ke pasar internasional.

Dia mencontohkan produk pempek yang menjadi makanan khas Palembang yang masih banyak yang tidak terstandar. Padahal produk ini menjadi ikon Palembang yang sudah dikenal masyarakat luas.

Henky Hotma Parlindungan Manurung, Deputi Bidang Industri dan Investasi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyebut, pendampingan kepada pelaku UMKM dan industri kreatif untuk mendaftarkan SNI terus dilakukan. Hingga kini, setidaknya sudah ada beberapa kelompok SNI sektor pariwisata yang terdaftar.

SNI itu terdiri atas standardisasi kebersihan, kesehatan, keselamatan dan kelestarian lingkungan tempat penyelenggaraan dan pendukung kegiatan pariwisata (CHSE). Selain itu, ada SNI untuk pengelolaan pariwisata alam, SNI untuk usaha jasa perjalanan wisata, SNI usaha angkutan jalan wisata, dan SNI untuk restoran.

”Secara mandatori, ada 39 standar usaha pariwisata yang sudah dituangkan dalam Peraturan Menteri Parekraf Nomor 18 Tahun 2021,” ucap Henky. Dengan standardisasi ini, diharapkan dapat mendatangkan manfaat ekonomi dan memperkuat posisi industri pariwisata Indonesia di kancah industri pariwisata global.

Sumber: https://www.kompas.id/baca/nusantara/2022/10/26/pengenalan-sni-pada-pelaku-umkm-diprioritaskan