Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Green Plastic, Masa Depan Lingkungan Hidup Indonesia

  • Sabtu, 07 Januari 2023
  • 1840 kali

Oleh: Bagong Suyoto

Ketua Yayasan Pendidikan Lingkungan Hidup dan Persampahan Indonesia (YPLHPI) dan Ketua Koalisi Persampahan Indonesia (KPNas)

IPOL.ID – Saya diberi tas kain bertuliskan “I AM A GREEN PLASTIC AND THE EARTH LOVES ME”. Sebagai bentuk kampanye yang lebih ramah dan mengena. Mungkin saja, tas dari kain itu merupakan produk daur ulang dan mudah terurai secara alami.

Tanda mata itu diberikan setelah diskusi tentang green plastic atau plastik ramah lingkungan. Diskusi antara pengurus Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Yayasan Pendidikan Lingkungan Hidup dan Persampahan Indonesia (YPLHPI), Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI) bersama Nuan Saputri dkk (Greenhope), Anggi Septiana (Program Manajer Gerakan Plastik Akal Sehat Untuk Indonesia, PASTI) di Bantargebang, 27 Desember 2022.

Plastik konvensional sudah bertahun-tahun digunakan masyarakat di seluruh dunia ternyata sampahnya menimbulkan berbagai persoalan. Ujungnya sampah plastik menggunung di TPST/TPA resmi dan TPA liar, menumpuk di DAS, badan sungai, pesisir dan laut. Bahkan, Indonesia dinyatakan sebagai pencemar sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah RRC.

Karena sampah plastik konvensional tidak mudah terurai secara alami. Butuh waktu ratusan tahun, bahkan ada yang bilang ribuan tahun untuk terurai. Bahkan, nyaris yang hancur menjadi mikroplastik, lalu dimakan hewan laut, terutama ikan. Dan, ikan tersebut sebagian dimakan manusia.

IDN Times (17/10/2022) melaporkan, bahwa plastik yang dibutuhkan sekarang dan masa datang adalah plastik yang mudah terurai secara alami (biodegradable) dan compostable. Kedua istilah itu sebetulnya sangat membingungkan. Biodegrabledable artinya barang tersebut bisa mengalami degradasi dengan alami lewat mikroorganisme, seperti bakteri, jamur, dan ganggang. Selain itu, barang tersebut bisa berasimilasi ke lingkungan alam. Misal wadah sabun, sampo, dll.

Sedangkan compostable merupakan produk yang bisa terurai menjadi unsur alami dalam lingkungan dan dapat menghasilkan humus yang baik untuk tanah. Bahan compostable bisa memberikan nutrisi ke tanah serta membantu pertumbuhan pohon dan tanaman. Namun dalam prosesnya butuh penanganan khusus sehingga butuh bantuan manusia.

Jenis plastik biodedradable dan compostable itu bisa terurai hanya hintungan minggu atau bulan, mungkin tiga bulan. Jenis plastik tersebut yang masuk dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Pada SNI 7188.7.2016, Kriteria ecolabel – bagian 7: Kategori produk tas belanja plastik dan bioplastic mudah terurai, merupakan revisi dari SNI 7188.7:2011.

Dalam SNI 7188.7: 2016 telah lulus 3 jenis plastic: 1. Oxodegradable; 2. Biodagrable; dan 3. Bioplastik. Ketiga jenis plastik tersebut mudah terurai secara alami. Plastik oxodegradable dan biodegradable terurai secara alami butuh waktu 2 tahun. Bandingkan plastik konvensional (dari fosil minyak bumi) butuh waktu 100-1.000 tahun hingga dapat terdegradasi dengan sempurna.

Waktu dua tahun berarti menyediakan peluang bagi sektor daur ulang dan pemulung untuk melakukan usahanya. Siklus usaha dan pengembangan tak terganggu. Pemulung dan NGOs pendamping tak akan terganggu. Semua, masih bisa jalan! Porsi sampah plastik sekitar 13-14% dari total sampah (daerah dan nasional) dan menyerap pekerja ribuan, bahkan jutaan orang dalam pengelolaannya, mulai dari pekerjaan mengais sampah, memilah, mencacah sampai sektor industri daur ulang.

Namun, pandangan ini ditentang oleh lembaga yang menaungi pemulung dan koleganya. Katanya plastik oxo dapat mengganggu siklus pencarian pemulung dan merusak mesin/ teknologi daur ulang, yang selama ini mengolah plastik konvensional. Mereka termasuk komunitas pendukung plastik konvensional.

Menurut informasi plastik kategorial oxo/oxium dikeluarkan dari SNI baru. SNI 7188.7.2016 tersebut direview menjadi SNI 7188-11: 2018: Kategori produk tas belanja plastik berbahan daur ulang. Sebab SNI baru menekankan plastik biodedradable dan compostable. Mungkin berkaitan dengan bahan baku yang dipakai dalam memproduk plastik tersebut, seperti tanaman singkong, jagung, kedelai, dll. Istilah yang lebih popular: bioplastic.

Dalam Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 55/2020 tentang Standar Industri Hijau Untuk Industri Tas atau Kantong Belanja Plastik dan Bioplastik. Pasal 2 ayat (2) menyaratakan; Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. bahan baku; b. bahan penolong; c. energi; d, air; e. proses produksi; f. produk; g. kemasan; h. limbah; dan i. emisi gas rumah kaca.

Pusat Standarisasi KLHK mengatakan, mengingat perkembangan teknologi dan masalah sampah plastik, KLHK sepakat untuk melakukan evaluasi terhadap SNI 2016. Karena masalah dan isu mikroplastik tidak sekuat sekarang. Plastik biodegrable berbahan nabati manun memiliki zat aditif. Zat aditif tersebut yang kemudian menimbulkan kontroversi karena membuat plastic tersebut terurai menjadi mikroplastik.

Meskipun ada SNI 7188-11: 2018, mungkin SNI yang baru lagi, fakta di lapangan dan keinginan konsumen serta hukum pasar, tampaknya akan tetap ada berbagai jenis plastik yang diproduksi dan beredar. Sekarang muncul keinginan ke arah plastik biodedradable dan compostable, plastik dengan aditif dan mudah terurai, maupun plastik konvensional. Ketiga jenis plastik tetap akan diproduksi dengan porsi pangsa pasar masing-masing. Justru yang mendominasi plastik konvensional.

Kita perlu menekankan pentingnya pengurangan plastik baik pada produsen maupun pengguna (masyarakat). Pengurangan dan penghetian plastik sekali pakai. Pihak corporate mulai mengikuti peta jalan pengurangan plastik. Para produsen plastik, kemasan plastic pun harus ikut bertanggungjawab pada sampah. Menurut amanat Pasal 14 dan 15 UU No. 18/2008 mereka seharusnya sudah melakukan dengan mapan, tidak perlu ada peta jalan. Mereka harus menjalankan prinsip pencemar membayar, berarti menjalankan extended producer responsibility (EPR). Tetapi, sampai sekarang Indonesia belum punya Peraturan Pemerintah (PP) atau Perpres tentang EPR.

Upaya-upaya inovatif dan kreatif pihak yang memproduksi plastik mudah terurai, green plastic atau apapun namanya, yang bisa mempercepat sikluas urai secara alami harus diberi peluang, diakomodasi dan diakui oleh pemerintah. Sebab upaya ini termasuk mengikuti arah keberlanjutan. Merupakan masa depan lingkungan hidup Indonesia.

Tampaknya urusan plastik dan sampah plastik akan berkepanjangan, karena pelaku utamanya adalah para corporate domestik dan internasional yang memiliki modal, teknologi, infrastruktur dan networking sangat kuat dan luas. Dan, boleh dibilang merupakan kekuatan raksasa yang sulit dikendalikan. Meskipun Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pun menyatakan perang terhadap sampah plastik. Apapun kondisinya, bisnis berbagai jenis plastik akan jalan terus dengan pangsa pasar dan porsi masing-masing. Berbisnis plastik berjalan sepanjang masa meskipun anjing terus menggonggong! Atau bisnis plastik nomor satu, masalah lingkungan hidup nomor kesekian. (Peri)

 

Tautan Artikel: Green Plastic, Masa Depan Lingkungan Hidup Indonesia