Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Menjalin Silaturahmi Dengan Semangat Kebhinekaan

  • Jumat, 07 Juli 2017
  • 2882 kali

Memasuki bulan Syawal 1438 H, keluarga besar Badan Standardisasi Nasional (BSN) mengadakan halal bihalal di gedung II BPPT, kamis 6 Juli 2017. Halal bihalal bertema "Menjalin Silaturahmi Dengan Semangat Kebhinekaan" ini menghadirkan Prof. Dr. Muhammad A S Hikam, M.A., APU untuk memberikan siraman rohani.


"Mari kita instropeksi diri agar Ramadhan berikutnya dapat lebih baik daripada Ramadhan kemarin," ajak Kepala BSN, Bambang Prasetya dalam sambutannya. Bambang berharap Ramadhan yang telah lalu dapat memberikan spirit baru untuk bekerja. Dalam kesempatan ini, Bambang juga mengajak seluruh karyawan BSN untuk saling memaafkan.


"Puasa bukan hal yg remeh, karena di dalamnya banyak petunjuk-petunjuk" Hikam mengingatkan. Paket bulan ramadhan memang 30 hari berpuasa, disempurnakan dengan bertakbir, agar kita tergolong hamba yang bersyukur.


Secara spiritual, ada bukti sukses memerangi nafsu. Puasa merupakan ibadah yg mengetes kejujuran kita. Hanya Allah dan kita sendiri yang betul-betul tahu.


Ramadhan membakar semua hasrat yang bersifat duniawi baik fisik maupun godaan psikologis, bila sukses menjalankan puasa. Puasa yang sukses dilihat dari kualitasnya, bukan hanya dari kuantitasnya, hitungan harinya. Ganjaran puasa pun sangat luar biasa, seperti halnya terdapat dalam hadits, man shoma romadhona iimaanan wa'tisaban ghufirolahu maa taqoddama min dzambik. Siapa saja yang berpuasa di bulan ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa yang telah lewat baginya.


Hikam menjelaskan bahwa proses berpuasa sama dengan ritual lain, ada dimensi yang bersifat pribadi, dan ada dimensi bersifat sosial. Dan ini adalah salah satu ciri khas keberagaman. Ada hablumminallah dan hablumminannas


Disini kita bisa melihat, ujarnya, kenapa dalam ajaran islam, yang dilihat sebagai orang soleh bukan hanya bersifat satu dimensi secara pribadi tapi juga dilihat secara sosial.

 

Contohnya adalah adanya perintah zakat.
"Dalam surat Al Ma'un sangat jelas tercantum bagaimana 2 dimensi ini inheren dengan kehidupan kita sebagai umat islam," jelas Hikam. Singkatnya, dalam al Quran sudah ada forecasting yang luar biasa terhadap etos etik orang islam.


Dalam keberagaman, yang harus kita renungkan dalam idul fitri adalah bagaimana kita kembali kepada fitrah.Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang akan kembali lagi kepada Allah.


Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Hal ini tercermin dalam kehidupan bermasyarakat, apalagi dalam negara Indonesia yang ber-bhineka tunggal ika.


Sayangnya di indonesia saat ini mengalami disintegrasi nasional. Salah satunya dengan mengideologikan agama. Padahal agama bukan ideologi. Ideologi secara umum adalah bagaimana kehidupan di dunia, sedangkan agama ada spiritualitas. Kalau agama dijadikan ideologi, berarti ada reduksi, pendangkalan terhadap fungsi makna agama. "Apalagi menjadi ideologi politik, maka agama akan menjadi penjustifikasi dari pengelompokan yang berdasarkan kepentingan politik," paparnya.


Dalam kesempatan ini, Hikam berharap seluruh elemen masyarakat dapat menangkal disintegrasi nasional tersebut. Salah satunya adalah dengan sering mengadakan diskusi dengan arahan yang jelas dari orang yang berkompeten.


"Hidup di dunia ini adalah standar bagaimana anda akan hidup di akhirat. Oleh karena itu, jadilah pribadi terbaik di bidang masing-masing," tutupnya. (ald-Humas)