Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

BSN Dorong K/L Terapkan Tata Kelola SPK

  • Selasa, 07 Februari 2023
  • 1320 kali

Badan Standardisasi Nasional (BSN) sebagai lembaga pemerintah non kementerian yang memiliki tanggung jawab melaksanakan tugas pemerintahan di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian (SPK), mendorong apa saja yang menjadi kebijakan kementerian/lembaga (K/L) terkait SPK. Apalagi, jika K/L menerapkan tata kelolanya dengan memasukkan konsep SPK.

Demikian diungkapkan Deputi Bidang Pengembangan Standar BSN, Hendro Kusumo saat menerima audiensi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) di Kantor BSN, Jakarta pada Jumat (3/2/2022).

Audiensi dihadiri oleh Asdep Perumusan Kebijakan Pemenuhan Hak Anak Kementerian PPPA, Fatahillah; Analis Kebijakan Ahli Madya Kementerian PPPA, Dian Ekawati; Analis Kebijakan Ahli Muda Kementerian PPPA, Noel Sita Rukmi; serta Analis Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kementerian PPPA, Ivana Afrilia Stacia Nababan.

Tujuan audiensi adalah untuk mengetahui lebih dalam tentang kebijakan pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) di BSN guna menyusun Pedoman Penguatan dan Pengembangan Lembaga Penyedia Layanan yang akan ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2023 dengan memasukkan prinsip standar tentang ramah anak.

Sebagaimana diketahui, SNI bersifat sukarela, penerapannya pun bersifat sukarela. Namun demikian, disertai dengan pembinaan oleh K/L pembina sektor. Hendro berharap, kebijakan di K/L, peraturan yang dibuat oleh K/L bersifat memaksa atau menghimbau/ pembinaan.

Selain itu, standar berfungsi sebagai referensi/ persyaratan pasar. Adapun, pemberlakuan standar nasional secara wajib sebagai persyaratan pasar hanya dapat diterapkan secara efektif apabila inspeksi prapasar maupun inspeksi pasar dapat dilaksanakan secara efektif dan harmonis.

Sebagai contoh, kebijakan Kementerian Perdagangan terkait SNI Pasar Rakyat. “Di Kemendag, SNI menjadi tools untuk program Kemendag, SNI Pasar Rakyat. Jika ada yang membangun atau merevitalisasi pasar, diarahkan untuk menerapkan SNI pasar rakyat dengan pendekatan pembinaan. Ini artinya, pemerintah hadir untuk membina dan membenahi pasar. Sehingga, pada akhirnya konsumen sendiri yang akan memilih pasar mana yang akan dipilih. Apakah pasar yang masih belum teratur atau sudah ber-SNI,” tutur Hendro.

Menanggapi hal tersebut, Fatahillah berharap BSN dapat mengembangkan SNI ramah anak. Hal ini dilakukan dalam mendorong upaya pemenuhan hak anak (PHA) melalui peningkatan kualitas hidup anak sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,

“Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) memiliki mandat dan kewenangan untuk melaksanakan pelembagaan PHA serta penguatan dan pengembangan Lembaga Penyedia Layanan bagi peningkatan kualitas hidup anak. Karena segala aspek ramah anak menjadi suatu hal yang penting dan jika terdapat SNI ramah anak dapat menjadi acuan semua pihak,” ujar Fatahillah.

Seperti, bangunan dan perpustakaan ramah anak, bahkan bisa menjadi acuan penilaian kabupaten/kota layak anak.

Sampai saat ini menurut Hendro, satu rancangan SNI tentang Ruang Bermain Ramah Anak sedang dalam proses perumusan. Sekretariat Komite Teknisnya berada di Kemen PPA tepatnya di Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan.

Melalui audiensi ini, Fatahillah berharap dengan standardisasi dapat menjadikan Indonesia yang berdaya saing dan ramah anak. (nda-humas/ red: arf)




­