Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Baja tak Standar Ancam Konsumen

  • Senin, 08 Maret 2010
  • 1685 kali

Kliping Berita

Pabrik asal Cina itu umumnya memproduksi baja tulangan beton.

JAKARTA -- Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) menengarai ada sejumlah pabrik berkapasitas produksi kecil hasil relokasi dari Cina yang memproduksi baja tak sesuai standar. Tren relokasi terjadi karena pemerintah Cina merestrukturisasi industri baja sejak empat tahun lalu.

Ketua Umum IISIA, Fazwar Bujang, mengatakan baja tak standar tersebut bisa merugikan konsumen di Indonesia. Dia menengarai sejak berada di Cina, pabrik-pabrik tersebut sudah berproduksi tanpa menggunakan aturan tertentu. Selain itu, proses produksinya pun sebagian besar masih menggunakan tenaga manusia sehingga riskan terhadap keselamatan pekerjanya. ''Mereka menarik baja yang masih merah menggunakan tangan,'' ungkapnya di Jakarta, akhir pekan lalu.

Fazwar menjelaskan, pemerintah Cina melakukan restrukturisasi industri bajanya, mengingat di sana kondisinya cukup kompleks. Terdapat lebih dari 1.000 industri baja hulu hingga semi hilir dengan rentang skala industri yang beragam. Mulai pabrik baja sekelas Posco dengan produksi belasan juta ton per tahun hingga yang kurang dari 100 ribu ton per tahun.

Menurut Fazwar, pemerintah Cina menertibkan industrinya yang berkapasitas produksi kurang dari 600 ribu ton per tahun karena dianggap tidak efisien dan polutif. ''Sekitar 70 persen dari 1.000 lebih pabrik baja di sana itu kena penertiban,'' katanya.

Akibat pengetatan peraturan tersebut, Fazwar menjelaskan, investor dari Cina tadi beralih ke negara yang peraturan industrinya belum ketat seperti Indonesia. Besar investasi yang dikucurkan terbilang kecil, di bawah 10 juta dolar AS per pabrik. Produksinya pun terbatas, kurang dari 100 ribu ton per tahun.

Fazwar mengungkapkan pabrik-pabrik relokasi itu memanfaatkan scrap (limbah produksi) dari industri baja besar sebagai bahan bakunya. Pabrik ini lalu mengolahnya, misalnya, menjadi baja tulangan beton. ''Karenanya, mereka muncul di Tangerang atau Semarang. Di Cikupa, Tangerang, kami duga ada sekitar 20-an pabrik hasil relokasi dari Cina, kami akan coba bina mereka,'' paparnya.

Direktur Eksekutif IISIA, Edward R Pinem, menambahkan produk industri baja relokasi tak aman bagi konsumen karena proses produksi yang dapat menghasilkan produk tak homogen. Misalnya, baja tulangan beton yang dihasilkannya mungkin memenuhi persyaratan dimensi.

Namun, Edward melanjutkan, kualitas kekuatan produk tersebut tidak sama di setiap bagian. Dia khawatir pabrik-pabrik itu dapat mengancam industri di Tanah Air yang sudah ada. ''Saat ini utilisasi pabrik besi baja yang memproduksi kawat dan paku hanya 30 persen karena dibanjiri produk seperti itu,'' ujarnya.

Dirjen Industri Logam, Mesin, Tekstil, dan Aneka (ILMTA) Kementerian Perindustrian, Anshari Bukhari, mengakui adanya sejumlah pabrik relokasi dari Cina yang memproduksi baja tak standar. Dia berjanji akan mengawasi dan menertibkan pabrik baja yang bermasalah tersebut.

Salah satunya, Anshari menyebutkan, penertiban melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI). Menurutnya, pabrik baja ini pada umumnya memproduksi besi dan baja yang sudah diwajibkan memenuhi SNI seperti baja tulangan beton atau HRC (hot rolled coil). ''Ini bagian dari kita melindungi industri lokal dalam ACFTA,'' janjinya. c15, ed: budi r

Sumber : Republika, Senin 8 Maret 2010, hal. 14




­