Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Hortikultura Butuh SNI

  • Selasa, 23 Maret 2010
  • 2133 kali

Kliping Berita


Oleh EH Ismail


Banyak produk tidak memenuhi standar ekspor negara tujuan.

JAKARTA – 6 Produk komoditas hortikultura nasional mengalami kesulitan menembus pasar luar negeri. Bahkan, perjanjian perdagangan bebas ASEAN-Cina (ACFTA) pun tak mampu membuat penetrasi komoditas hortikultura ke Cina menjadi lebih mudah.


Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati, mengatakan, kendala umum sulitnya ekspor hortikultura adalah persoalan karantina di negara-negara tujuan ekspor. Balai karantina negara tujuan ekspor memberlakukan aturan yang sangat ketat dan kompleks sebelum meloloskan komoditas hortikultura Indonesia.


''Akibatnya kita susah masuk ke sana,'' ujar Dimyati kepada Republika , Senin (22/3).

Di antara negara-negara tujuan ekspor yang menerapkan aturan ketat adalah Amerika Serikat, Australia, Jepang, Korea Selatan, dan Cina. Sementara Eropa cenderung lebih akomodatif terhadap produk-produk dari negara tropis.


Agar dapat masuk ke negara-negara tujuan ekspor, lanjut Dimyati, komoditas hortikultura Indonesia harus lebih dulu terdaftar di badan pengawas pangan dunia yang berpusat di Paris. Badan pengawas akan mencatat jenis hama dan penyakit yang terdapat dalam komoditas hortikultura untuk diumumkan kepada negara-negara tujuan ekspor.


''Nanti negara-negara tujuan ekspor akan melihat hama dan jenis penyakit komoditas kita. Kalau hama dan penyakitnya sudah ada di sana, ya tidak apa-apa, tapi kalau belum ada, ya produk kita tidak boleh masuk,'' jelas Dimyati.


Dari Indonesia, ada sejumlah komoditas hortikultura yang sulit masuk ke pasar internasional yaitu mangga, manggis dan pisang. ''Mangga problemnya hama lalat buah, manggis bermasalah dengan getah kuning dan semut yang suka bersembunyi di belakang kelopak, sedangkan pisang masalahnya layu bakteri.''


Saat ini, kata Dimyati, pemerintah terus-menerus melakukan upaya untuk meningkatkan kualitas produk hortikultura dalam negeri. Salah satunya, berupaya mempercepat penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk hortikultura.


Dimyati berharap, dua tahun ke depan, penerapan SNI Wajib sudah bisa dilakukan terhadap semua petani hortikultura. Dengan begitu diharapkan, buah-buahan dan sayuran Indonesia mudah menembus pasar luar negeri.


Batasi pupuk kimia

Ihwal sulitnya produk hortikultura menembus pasar internasional, Wahana Masyarakat Tani dan Nelayan Indonesia (Wamti) berpendapat, hal ini merupakan salah satu akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebihan di lahan-lahan pertanian. 


''Kita jadi susah ekspor karena kandungan kimia di buah-buahan dan sayuran melebihi ambang batas internasional,'' ujar Ketua Wamti, Agusdin Pulungan. Dia menerangkan, saat ini negara-negara tujuan ekspor komoditas hortikultura menerapkan peraturan ketat tentang batasan minimal kandungan kimia dalam produk hortikultura. Aturan itu mengacu kepada prinsip keamanan pangan yang ditangani tim internasional Rapid Alerts System for Food and Feed (RASFF).


''Kabarnya banyak komoditas hortikultura kita yang tidak bisa lolos di balai karantina beberapa negara. Penyebabnya karena residu kimianya terlalu tinggi,'' ucap Agusdin.


Karena itu, Wamti menyeru pemerintah untuk membatasi penggunaan pupuk kimia di lahan-lahan pertanian. Dalam sistem pertanian nasional, kata Agusdin, pemerintah melalui Kementerian Pertanian senantiasa menambah subsidi untuk pupuk kimia (anorganik).


Sementara subsidi untuk pupuk organik jauh lebih kecil dibandingkan pupuk kimia. Akibatnya, petani terpaksa menggunakan pupuk kimia dan mengabaikan pupuk organik. ''Karena itu, kalau produk hortikultura kita mau mudah menembus pasar, ya harus mengurangi penggunaan pupuk kimia.'' ed: wachidah


Sumber : Republika, Selasa 23 Maret 2010, hal. 14.




­