Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Inisiasi menjadi SNI, Upaya optimalkan Program Inovasi Global Gotong Royong Tetrapreneur (G2R-T)

  • Rabu, 25 Oktober 2023
  • Humas BSN
  • 1125 kali

Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi desa dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang berbasis kearifan lokal dan bertumpu pada peran serta komunitas di masing-masing desa, selama ini telah dilakukan kajian dan role model dalam bentuk program Global Gotong Royong (G2R) Tetrapreuner.

Menurut Penggerak Swadaya Masyarakat Ahli Utama, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT), Aisyah Gamawati, G2R Tetrapreneur rencananya akan diterapkan di 152 kawasan transmigrasi. “Untuk pilot project pertama akan dilaksanakan di Muna, Sulawesi Tenggara bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI (Kemendikbud Ristek) dan Universitas Gadjah Mada (UGM),” ungkap Aisyah.

Lebih lanjut, Aisyah mengatakan G2R Tetrapreneur rencananya akan diarahkan dalam bentuk SNI dan diharapkan bisa diterapkan di desa-desa lainnya dengan pendekatan model inovasi ini, baik melalui pembinaan maupun pemberlakuan.

Badan Standardisasi Nasional (BSN) menyambut baik inisiatif tersebut dan siap untuk bersinergi dan berkolaborasi. Demikian disampaikan Deputi Bidang Pengembangan Standar BSN, Hendro Kusumo saat menerima Audiensi Kemendesa PDTT di Kantor BSN, Jakarta pada Senin (23/10/2023). Secara prinsip, Hendro siap mendukung dan menyambut baik semua pihak yang akan menjadikan aspek standardisasi dan penilaian kesesuaian sebagai tools dalam rangka memperbaiki dan memperkuat tata kelola pemerintahan yang baik.

“Kita prinsipnya menyambut baik berbagai inisiatif semua pihak. Dimana dalam konteks tata Kelola pemerintahan yang baik, maka dalam konsep yang telah dikenal sebagai Good Regulatory Practices (GRP), tentu harus didukung oleh dua pilar yang kuat, yakni Good making policy practices yang merupakan bagian dari operasionalisasi kewenangan yang terdapat di kementerian/lembaga (K/L) dan Good Standardization Practices yang dikelola dan dikoordinasikan oleh BSN. Sehingga, jika pendekatan GRP itu dipilih dalam rangka Good governance maka kita tentunya akan saling support, bersinergi, dan berkolaborasi dengan K/L yang berwenang, yang dalam hal ini adalah Kemendes, juga pemangku kepentingan lain yang terkait,” ujar Hendro.

Sementara itu, Penggagas awal dan Tenaga Ahli G2R Tetrapreneur yang juga sebagai Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada (UGM), Rika Fatimah, menerangkan bahwa G2R Tetrapreneur merupakan model inovasi gotong royong berbasis komunitas melalui gerakan wirausaha berkelanjutan berkemampuan untuk penciptaan kemandirian dan kewibawaan asli Indonesia menuju produk ikonik global.

Mencermati dinamika yang telah berkembang, Rika Fatimah menegaskan sudah saatnya aspek standardisasi mutu menjadi suatu hal yang penting tidak hanya untuk pasar domestik, namun juga untuk pasar internasional. “Diharapkan dengan G2R Tetrapreneur yang menjadi bagian dari standardisasi mutu nasional, mampu untuk mendorong ekonomi desa dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang berbasis kearifan lokal,” terang Rika.

Kendati demikian, dalam diskusi Hendro juga mengingatkan tentang perlunya memperhatikan tujuan penyusunan standar serta bagaimana menentukan parameter yang akan menjadi persyaratan yang bisa dipenuhi oleh semua pihak yang nantinya akan menerapkan. “Untuk menyusun suatu standar maka yang perlu diperhatikan adalah saat ini yang diberlakukan seperti apa, bagaimana pengaturannya, di lapangan praktiknya seperti apa, apakah peraturan tersebut ada sanksinya atau tidak, atau hanya bersifat pembinaan, karena hal ini untuk memposisikan, jangan sampai setelah ada SNI malah jadi memberatkan pemangku kepentingan” jelas Hendro.

Terkait substansi yang ada di program G2R-T, maka Hendro menggarisbawahi tentang apa yang perlu diidentikasi, yang akan menjadi substansi SNI dan mana yang merupakan bagian dari program pembinaan oleh K/L.

Dalam penentuan persyaratan, menurut Hendro dalam penyusunan SNI harus memperhatikan parameter apa saja yang akan menjadi persyaratan umum, aspek fundamental yang perlu dimasukkan sebagai persyaratan khusus, dan beberapa informasi umum pendukung lainnya, namun bukan sebagai persyaratan.

Selain itu, penting untuk menetapkan parameter persyaratan minimum apa yang harus dipenuhi, karena pada saat penerapan jika persyaratan tersebut tidak dipenuhi, maka temuannya akan menjadi Non Conformity (ketidaksesuaian). Sehingga, diharapkan sedari awal telah teridentifikasi apa yang menjadi persyaratan minimal, sehingga pelaku usaha terkait dapat memenuhi persyaratan minimum.

“Oleh karenanya, dalam menyusun SNI sangat krusial untuk selalu melakukan benchmarking dan juga melihat best practices terhadap SNI yang telah ada, yang dijadikan untuk operasionalisasi kebijakan sektoral. Kita telah punya pengalaman dari SNI pasar rakyat, SNI Layanan rehab ketergantungan NAPZA, juga dari penyusunan SNI Ruang bermain ramah anak” pungkas Hendro.

Hadir dalam audiensi Direktur Pengembangan Standar Infrastruktur, Penilaian. Kesesuaian, Personal, dan Ekonomi Kreatif BSN, Iryana Margahayu; serta Direktur Perencanaan Perwujudan Kawasan Transmigrasi, Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (Dirjen PKKTrans), Kemendesa PDTT, Bambang Widyatmiko. (nda-humas)

 

Galeri Foto: Inisiasi menjadi SNI, Upaya optimalkan Program Inovasi Global Gotong Royong Tetrapreneur (G2R-T)

 




­