Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Baja Ber-SNI Pun Abal-abal

  • Jumat, 07 Mei 2010
  • 2243 kali
Kliping berita :

JAKARTA - Masyarakat belum bisa tenang meskipun produk yang dibelinya sudah berlogo Standar Nasional Indonesia. Sebab, masih banyak produk tersebut yang ternyata tidak memenuhi standar itu sendiri alias abal-abal.

"Hampir semua produk baja di pasar tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan Badan Standar Nasional (BSN)," ujar Manajer Produksi PT Jakarta Cakratunggal Steel Handy Martinus kemarin.

Baja tulangan beton misalnya. Dari survei dan uji produk di pasar, kata Handy, ditemukan banyak produk berlogo SNI tapi belum memenuhi aspek ekonomis-kuantitatif. Rasio berat unit baja dengan diameter 8-10 milimeter itu berkisar 0,31-0,48 kilogram per meter. Angka ini 11-49 persen lebih rendah dari batas toleransi. Padahal yang diizinkan SNI hanya kurang-lebih 6-7 persen.

Dari kelima besi baja berlogo SNI, di luar Cakra Steel, itu, tidak ada satu pun yang memenuhi syarat. Padahal baja digunakan untuk konstruksi bangunan. "Ini kan merugikan konsumen," ujar Handy.

Berdasarkan pantauannya, kebanyakan produsen besi dan baja itu sebetulnya sudah mengantongi SNI. Tapi, dalam prakteknya, produk yang dihasilkan tidak memenuhi standar. Sementara itu, banyak juga produk yang jelas-jelas tidak punya SNI tapi mencantumkan logo tersebut.

Pemerintah mengakui di pasar masih banyak barang ber-SNI yang tidak memenuhi standar. "Tapi kami sebatas mengawasi di pasar," kata Iskandar, seorang staf dari Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementerian Perdagangan.

Contohnya, untuk produk besi baja dilaporkan ke Kementerian Perindustrian. Kalau terbukti produk tak memenuhi SNI, produsen melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan bisa dikenai sanksi pidana.

Selain produsen yang nakal karena menjual produk abal-abal, kesadaran masyarakat akan pentingnya SNI masih minim. Menurut Kepala Badan Standardisasi Nasional Bambang Setiadi, masyarakat lebih memilih membeli produk yang murah daripada berkualitas.

Ia mencontohkan kasus maraknya tabung elpiji yang meledak pada 2008 karena selang gas tidak mengikuti SNI. Belakangan kasus ini menyeruak kembali dengan modus berbeda, yakni dengan mengoplos isi gas. Untuk ini, BSN tidak bisa menindak, "Karena ini bukan wewenang kami. Kami hanya menetapkan standar," ujar Bambang.

Selain memberi rasa aman bagi konsumen, sejatinya SNI menjadi alat untuk meningkatkan daya saing industri untuk menghadapi perdagangan bebas ASEAN-Cina. Dengan aturan SNI yang bagus dan sesuai dengan kondisi di Indonesia, produk asing yang tak berkualitas secara otomatis berkurang. Saat ini sudah ada 1.491 produk yang ber-SNI. Saat ini ada 97 jenis produk yang wajib lulus uji SNI, di antaranya helm, baja, produk elektronik, lampu hemat energi, bahan kimia, dan semen.

Tahun ini BSN mendapat alokasi dana Rp 60 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2010 untuk memperkuat daya saing industri dalam negeri lewat berbagai pengujian mutu produk. Sebanyak Rp 35 miliar di antaranya untuk program Gerakan SNI, sedangkan sisanya akan diberikan kepada pihak-pihak yang akan mengembangkan syarat mutu. MUTIA RESTY

Sumber :
Koran Tempo
Jum'at, 7 Mei 2010 hal. A18





­