Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Ada Ribuan SNI untuk Industri yang Rentan AC-FTA

  • Senin, 10 Mei 2010
  • 1373 kali
Kliping Berita

JAKARTA, Indonesia terus berupaya mengamankan pasar dalam negeri untuk menghadapi Kesepakatan Perdagangan Bebas China-ASEAN (AC-FTA). Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan daya saing produk nasional melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Kepala Badan Standarisasi Nasional (BSN) Bambang Setiadi mengungkapkan, BSN sudah menyiapkan 1.756 SNI untuk 11 sektor yang menjadi prioritas penerapan SNI. Sektor-sektor itu adalah baja, alumunium, elektronik dan kelistrikan, petrokimia, mesin dan perkakas, hasil pertanian, perkebunan dan hortikultura, makanan dan minuman, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, serta mainan anak.

Bambang menjelaskan, pemerintah perlu menetapkan sektor prioritas untuk menyiapkan sektor yang rentan diserang produk asal China. Masalahnya, industri di dalam negeri sendiri belum mematuhi kewajiban SNI ini meskipun bertujuan untuk melindungi produk dalam negeri.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (EPS), baru 30% produk industri lokal yang memiliki SNI. Memang, Bambang mengakui, berbagai masalah yang ada di BSN turut menjadi penyebab lambannya penerapan SNI oleh industri lokal. Misalnya, sumber daya manusia dan laboratorium penguji masih terbatas. Selain itu, sosialisasi mengenai SNI juga masih minim.

Tapi, sebenarnya, menurut Bambang, BSN sudah berupaya memperbaiki kinerja mereka. Ambil contoh, sejak Maret 2010 lalu, BSN telah menyediakan fasilitas/free download ketentuan SNI di situs resminya. "Fasilitas itu diharapkan memudahkan industri menerapkan SNI dalam menghadapi AC-FTA," katanya akhir pekan lalu.

Selain itu, Agustus nanti, rencananya BSN akan mendeklarasikan (Gerakan Nasional Penerapan SNI (Genap SNI). Lewat gerakan ini nantinya, SNI juga akan menjadi kewajiban bagi para pelaku usaha dalam negeri ketika mengikuti pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Wakil Ketua Komite Tetap Teknologi, Riset, dan Standardisasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rauf Purnama menilai, pemerintah juga harus memprioritaskan pemberlakukan SNI di produk hasil industri primer yang mengeksploitasi sumber daya alam. Soalnya, "Industri ini cenderung tidak bergantung terhadap impor bahan baku,”ungkap Rauf. (Tedy Gumilar)

Sumber : Kontan, Senin 10 Mei 2010, Hal. 2



­