Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Pemerintah Siapkan Sejumlah Langkah

  • Selasa, 19 April 2011
  • 1108 kali
Kliping Berita

Jakarta, kompas - Pemerintah tetap melanjutkan implementasi Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China karena dinilai tetap ada benefit bersih dari pelaksanaan perjanjian itu. Meski demikian, terhadap beberapa subsektor yang menghadapi masalah karena ACFTA, terutama usaha kecil menengah, dapat dilakukan sejumlah pendekatan.

Demikian antara lain hasil rapat koordinasi di Kantor Menteri Koordinator Perekonomian, Jakarta, Senin (18/4). Pertemuan ini berlangsung sebelum digelar retret yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Bogor, Jawa Barat. Rapat koordinasi dipimpin Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan dihadiri, antara lain, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dan Menteri Perindustrian Mohammad S Hidayat.

Mari mengatakan, Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) yang sudah berlangsung sejak 1 Januari 2010 tetap dilanjutkan karena tetap ada benefit yang diperoleh. Berkaitan dengan adanya subsektor yang bermasalah, menurut dia, akan dilakukan pendekatan menggunakan Protocol Bilateral (Agreed Minutes) yang disepakati di Yogyakarta, April 2010.

”Kesepakatan ini untuk menjaga supaya perdagangan bilateral tumbuh dan seimbang,” ujar Mari. Hal ini juga untuk menindaklanjuti langkah-langkah seperti peningkatan investasi dan kerja sama di industri olahan, barang penolong dan modal, kerja sama untuk pembiayaan investasi dan perdagangan, serta hubungan business to business di antara asosiasi terkait.

Berkenaan dengan peningkatan daya saing, ujar Mari, pemerintah akan menyelesaikan pekerjaan rumah di dalam negeri terkait peningkatan daya saing, pengamanan pasar dalam negeri dari persaingan tidak sehat, dan melakukan promosi ekspor.

”Tim koordinasi hingga tingkat menteri akan melakukan langkah-langkah dalam upaya penyelesaian pekerjaan rumah tadi. Tim akan fokus pada peningkatan daya saing secara menyeluruh, bukan saja terhadap China, dan akan disiapkan rencana aksi yang jelas perihal apa, siapa, dan kapan dilakukan berbagai program/aksi yang ada,” ujar Mari.

Hidayat menambahkan, tim peningkatan daya saing diusulkan sampai ke level kementerian. Artinya, semua kementerian, bukan hanya Kemperin, kini memiliki tanggung jawab bersama untuk meningkatkan daya saing. Pertemuan tingkat menteri akan dilakukan sebulan sekali.

Menurut Mari, dalam hal ini pemerintah sangat memprioritaskan kepentingan nasional, keberpihakan kepada UMKM, dan melindungi industri dalam negeri dari persaingan tidak sehat.

Terobosan infrastruktur


Menperin menegaskan, cikal bakal kelemahan daya saing berkenaan dengan perdagangan bebas adalah ketidaksiapan infrastruktur. Problematik mendasar ini tidak bisa diselesaikan dengan kebijakan bisnis biasa.

”Kita membutuhkan keberanian dan dukungan semua pihak untuk membuat terobosan khusus, termasuk dalam politik anggaran. Persoalan mendasar ini harus bisa diselesaikan dalam satu tahun supaya kita bisa mengejar kemajuan yang ada,” ungkap Hidayat.

Menurut dia, terobosan pembangunan infrastruktur membutuhkan dukungan anggaran. Karena itulah defisit anggaran yang selama ini mencapai 1,4 persen perlu dinaikkan menjadi 1,8 persen. Asumsinya, setiap kenaikan 0,1 persen diperkirakan mencapai Rp 7 triliun. Dengan kenaikan defisit anggaran 0,4 persen, pemerintah memiliki Rp 28 triliun yang dapat digunakan untuk mendorong daya saing.

Hidayat menjelaskan, pihaknya mempertajam langkah-langkah antisipasi ACFTA dalam bentuk matrikulasi yang lengkap dengan masalah dan langkah penanganannya serta jangka waktu dan kementerian/badan penanggung jawabnya. Hal itu, antara lain, langkah pengamanan pasar dalam negeri berupa mengoptimalkan Standar Nasional Indonesia (SNI), labelisasi bahasa Indonesia, mengoptimalkan proses antidumping/safeguard/countervailing duty, serta peningkatan pengawasan di pelabuhan impor dan penyelundupan barang impor.

Selain itu, dibuat juga matrikulasi peningkatan daya saing dengan fokus ketersediaan gas untuk industri, pemecahan masalah tingginya biaya logistik dalam negeri, pemberian insentif fiskal, dan ketersediaan bahan baku. Tak ketinggalan langkah-langkah penguatan daya saing sektor industri yang mengalami dan berpotensi mengalami injury (babak belur).

Indonesia berperan

Sementara itu, CEO CIMB Group Dato Sri Nazir Razak, dalam kuliah umum di Universitas Indonesia, Senin, menegaskan harapannya agar Indonesia yang juga Ketua ASEAN tahun ini dapat berperan lebih besar dalam menyongsong Komunitas ASEAN tahun 2015. Tahun itu ekonomi Indonesia diproyeksikan akan setara dengan separuh produk domestik bruto (GDP) negara-negara ASEAN.

Dato Sri menyatakan, dengan fungsi ekonominya saat ini, ASEAN bisa memperoleh entitas baru sebagai ”negara ekonomi” ASEAN yang kuat berpengaruh.

”Dengan modal 600 juta penduduk atau sekitar 8,8 persen populasi dunia dengan GDP 1,8 triliun dollar AS, ASEAN bakal menjadi kekuatan ketiga terbesar di Asia yang kaya budaya sekaligus menjadi jembatan perdagangan antara China, India, Timur Tengah, dan Pasifik. ASEAN bakal menjadi salah satu kekuatan penting ekonomi dunia,” katanya. (OSA/ONI/BEN/PPG)

Sumber : Kompas, Selasa 19 April 2011. Hal. 1