Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Penguasaan teknologi di sektor industri masih lemah

  • Rabu, 19 Oktober 2011
  • 1205 kali
Kliping Berita

JAKARTA Industri nasional dinilai masih lemah dalam penguasaan teknologi. Padahal, teknologi dapat meningkatkan kualitas dan efisiensi produksi yang menjadi faktor penting untuk bersaing di pasar bebas.

Kepala Badan Pengkajian Kebijakan. Iklim dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian Ariyanto Sagala mengatakan rendahnya penguasaan teknologi itu antara lain terlihat dari minimnya fasilitas riset dan pengembangan (RD) yang dimiliki industri.

"Padahal, fasilitas RD diperlukan untuk meningkatkan variasi dan kualitas produk. Namun, industri kita kebanyakan dari awal produksi bahkan sampai bangkrut, misalnya, produknya itu-itu saja," katanya kemarin.

Dia mengatakan produk berkualitas dan biaya produksi yang lebih rendah merupakan faktor penting untuk meningkatkan daya saing industri menghadapi serbuan produk impor.

Riset Biro Ekonomi Bank lndo-nesia mengungkapkan 78% dari perusahaan di Indonesia memilikitingkat inovasi rendah, 20% bertingkat inovasi sedang, dan hanya 2% yang bertingkat inovasi tinggi.

Penelitian tersebut berdasarkan survei terhadap 29.469 perusahaan berdasarkan penggunaan teknologi, jumlah tenaga ahli, serta alokasi anggaran untuk riset dan pengembangan.

Data Badan Pusat Statistik menyatakan produk industri teknologi rendah merupakan 67% dari ekspor industri manufaktur nasional yang nilainya mencapai US$52,72 miliar pada 2010.

Adapun industri teknologi tinggi hanya menyumbangkan US$9,03 miliar atau sekitar 12% dari ekspor industri manufaktur.

Tidak melalui R&D

Dalam kesempatan berbeda, Peneliti Lembaga Hmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Erman Aminullan mengatakan inovasi oleh pelaku industri nasional umumnya tidak melalui aktivitas RD secara khusus.

Inovasi oleh industri lokal, tuturnya, dicapai melalui pengalaman ti,lhm melakukan, menggunakan dan berinteraksi dengan teknologi yang tersedia atau doing, using, andinteracting.

Dia menjelaskan dana RD di Indonesia pada 2010 juga sangat rendah, yakni hanya 0,08% dari produk domestik bruto nasional dan 85% dari realisasi dana tersebut merupakan aktivitas yang menggunakan anggaran pemerintah.

Belanja riset dan pengembangan industri swasta Indonesia, menurut Erman, hanya sekitar Rp800 miliar atau 0.0013% dari PDB nasional sepanjang 2010.

Arryanto menyarankan industri kecil dan menengah melakukan aktivitas RD memanfaatkan 11 balai besar dan 11 Balai Riset dan Standarisasi Industri (Baristand) milik pemerintah.

"Hasil penelitian balai-balai tersebut sudah banyak tetapi belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, dengan kata lain susah dikomersialisasikan," jelasnya.

Penggunaan fasilitas riset pemerintah oleh swasta, menurut Arryanto, masih sangat terbatas walaupun penerapan standar nasional (SNI) terbukti bisa meningkatkan kerja sama dalam uji kualitas dan standar produk.

Sumber : BisnisIndonesia, Rabu 19 Oktober 2011, hal. 11




­