Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Insentif bagi Industri Kreatif

  • Jumat, 06 Januari 2012
  • 983 kali
Kliping Berita

Industri kreatif sektor handicraft merupakan entitas ekonomi rakyat yang mampu memperluas lapangan kerja. Beragam produk handicraft yang tersebar di Tanah Air perlu mendapatkan insentif yang lebih besar. Keberpihakan yang lebih konkret dari pemerintah terhadap industri ini memang sangat dibutuhkan.

Pemberian kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) kepada pelaku industri handicraft adalah penting agar eksistensi usaha ini tidak dilibas oleh produk impor. Masalah bahan baku, standardisasi desain, aspek permodalan, dan pemasaran yang dialami oleh para perajin mesti dicarikan jalan keluarnya.

Salah satu langkah strategis untuk mengatasi masalah bahan baku untuk handicraft adalah dengan penerapan program daur ulang (recycle). Sudah saatnya produk handicraft berbasis kertas didorong untuk memakai kertas daur ulang seluas-luasnya sebagai bahan baku barang kerajinan atau desain produk lainnya. Pada saat ini begitu banyak jumlah produk handicraft berbasis kertas, seperti produk kemasan, hiasan, tas, amplop, alat perkantoran dan sebagainya. Namun, hingga saat ini tidak banyak yang menyadari kalau dunia sebenarnya telah dilanda krisis kertas.

Program Daur Ulang

Data menunjukkan utilitas kertas setiap tahunnya meliputi sekitar 40% digunakan untuk pengemasan dan pembungkusan, 15% untuk media massa, serta sisanya untuk penerbitan, alat tulis, bahan bangunan, dan lain-lain. Dengan demikian volume sampah kertas tetap menggunung. Bahkan lembaga dunia Worldwatch menyatakan konvergensi teknologi informasi dan komunikasi belum berhasil mengurangi pemakaian kertas secara signifikan. Lembaga itu juga mengilustrasikan bahwa limbah kertas di Inggris setiap tahunnya sebanding dengan jumlah pulp yang dihasilkan oleh 130 juta pohon.

Ini berarti, setiap tahunnya, setiap orang di Inggris mengorbankan 2 pohon yang terbuang percuma. Kondisi di Indonesia juga memprihatinkan. Apalagi proses demokrasi yang berlangsung sepanjang tahun seperti pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) dan pemilu yang sangat rakus dalam pemakaian kertas. Oleh sebab itu betapa pentingnya program daur ulang limbah kertas dengan berbagai skala atau volume pengolahan.

Sebenarnya limbah kertas bisa didaur ulang dan dikombinasikan dengan tanaman pertanian atau tanaman nonproduktif. Kombinasi itu menghasilkan bahan baku yang eksotik dan sangat natural sehingga memiliki nilai tambah yang cukup tinggi Salah satu contoh program daur ulang yang cukup berhasil dan menguntungkan berbagai pihak, sekaligus menjaga lingkungan hidup, adalah program McDonald’s dengan tajuk “menghijaukan lengkung emas” pada dekade tahun 90-an. Pada saat itu Mc- Donald’s berada di tengah-tengah polemik hebat dalam hal kemasan makanan yang dipergunakannya.

Kemasan dari polystyrene (styrofoam) untuk membungkus hamburger dan produk makanan yang lain ditentang oleh publik karena bukan metode kemasan yang bertanggung jawab kepada lingkungan. Akhirnya, McDonald’s menempuh program “McRecycle”, berupa komitmen perusahaan untuk membeli material hasil daur ulang kertas bekas dari UMKM.

Hakikat persoalan McDonald’s ini mestinya bisa mendorong terobosan di Tanah Air kita untuk segera melakukan terobosan guna mengganti bahan kemasan berbagai produk dengan hasil kerajinan rakyat. Alangkah baiknya jika berbagai produk makanan dikemas dalam paduan anyaman pandan atau serat dengan kertas daur ulang. Begitu pula kemasan barang-barang elektronik dan home appliance juga sangat fisibel untuk memakai   kerajinan rakyat.

Persoalan bahan baku, standardisasi mutu, modal usaha, dan jaringan pemasaran merupakan masalah yang harus dipecahkan segera agar produk handicraft rakyat tidak kedaluwarsa. Standardisasi mutu produk perlu dilakukan supaya lebih kompatibel dengan permintaan pasar. Apalagi tren properti regional maupun global menuntut desain handicraft etnik yang berkarakter minimalis.

Untuk itulah pentingnya forum workshop yang mampu menerawang tren global dan selera pasar agar desain produk mudah terserap mekanisme pasar. Selain itu juga diperlukan sarana pengembangan dan inovasi produk secara terus menerus. Standardisasi juga menyangkut kualitas bahan baku, tingkat presisi, treatmen, serta proses pengerjaan lainnya. Fungsi Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) dan Dekrada sebaiknya difokuskan kepada masalah standardisasi dan inovasi produk beserta aspek luasnya dalam bentuk forum workshop.

Adaptasi Pasar dan Desain

Produk industri kreatif memiliki spesifikasi, antara lain siklus hidupnya singkat, risiko tinggi, margin yang tinggi, keanekaragaman tinggi, persaingan tinggi, dan mudah ditiru. Karena itu, adaptasi pasar disertai pengembangan desain sangat diperlukan. Selain itu juga pentingnya inovasi produk bagi perajin secara terus menerus melalui forum workshop.

Dengan itu maka proses pemilihan bahan baku dan proses pengerjaan bisa lebih optimal. Lebih ideal lagi jika praktisi atau ahli-ahli desain produk dari perguruan tinggi dan lembaga lainnya juga dilibatkan.

Pemasaran produk handicraft lewat jaringan internet juga diperlukan karena jauh lebih efektif dan murah bila dibandingkan dengan pameran atau ekposisi secara langsung. Dengan internet para pembeli dan investor bisa melihat spesifikasi desain dan bertransaksi langsung dengan para perajin setiap saat.

Standarisasi handicraft rakyat bisa sia-sia jika pemerintah kurang konsisten menggunakan produknya untuk berbagai keperluan. Mestinya semua pejabat negeri ini berani mewajibkan penggunaan interior dan aneka peralatan di instansi-instansi pemerintah dengan handicraft rakyat. Pemerintah juga tidak jemu-jemunya memberikan pengertian kepada pengelola hotel, tempat perbelanjaan, dan tempat-tempat publik untuk memakan produk handicraft rakyat.

Juga tidak kalah pentingnya adalah keterlibatan berbagai lembaga pendidikan sebagai basis untuk mencintai dan mengembangkan handicraft. Hal ini, antara lain, dengan memasukkan pelajaran tentang desain dan pembuatan beragam handicraft dalam kurikulum sekolah.

Sumber : InvestorDaily, Jumat 06 Januari 2012, hal 6




­