Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Merumuskan Peluang AC-FTA

  • Rabu, 03 Maret 2010
  • 1331 kali

Kliping Berita

Oleh Ahmad Erani Yustika

Di balik hiruk-pikuk penolakan masyarakat terhadap perjanjian perdagangan bebas Asean-China (Asean-China Free Trade Area/AC-FTA), sesungguhnya tetap terbaca peta peluang untuk mendongkrak kinerja ekspor. Ini dapat dilakukan dengan penguatan produk domestik dan upaya membendung gempuran produk negara lain.

Dibukanya AC-FTA telah menimbulkan polemik di kalangan produsen domestik. Mereka terus menentang perjanjian tersebut karena dinilai dapat mematikan produsen lokal yang selama ini sudah pontang-panting membendung produk asing. Apalagi, mereka menilai barang-barang yang diproduksi oleh Tiongkok merupakan barang-barang kualitas sisa dan dijual dengan harga sangat murah.

Produsen lokal merasa terancam karena pasar sangat familiar dan menyukai produk murah dengan menisbikan kualitas. Meskipun dampak AC-FTA terhadap kinerja ekspor belum dapat dievaluasi, segala kemungkinan memang tetap perlu diantisipasi.

Penguatan  Sektor  Domestik
Data terakhir kinerja ekspor pada Desember 2009 menyebutkan, ekspor nonmigas mendominasi neraca ekspor dengan nilai peningkatan mencapai US$ 10,83 miliar atau naik sebesar 28,3% dari realisasi November 2009 yang mengantungi US$ 8,44 miliar. Adapun ekspor migas juga meningkat sebesar 7,07%, dari US$ 233 juta pada November 2009 menjadi US$ 2,5 juta pada Desember 2009.

Namun, jika dibandingkan dengan 2008, nilai ekspor pada 2009 lebih rendah sekitar 14,89%. Capaian ekspor 2008 senilai US$ 137,02 miliar harus merosot menjadi US$ 116,49 miliar pada 2009. Hal ini disebabkan ekspor nonmigas yang mengalami kemunduran besar, sehingga turun menjadi sebesar US$ 97,47 miliar atau sekitar 9,66% dibandingkan dengan 2008.

Peningkatan ekspor pada Desember 2009 mayoritas terjadi di ekspor migas yang dimotori oleh ekspor komoditas berbasis sumber daya. Dengan begitu, pada era AC-FTA ini, komoditas ekspor nonmigas perlu dipoles agar dapat meningkatkan nilai tambah dan mampu mengejar ekspor migas.

Di lain pihak, donasi ekspor dewasa ini lebih diuntungkan karena faktor harga dan permintaan dunia. Oleh karena itu, pasar domestik perlu disiapkan secara masak, terutama di sektor tradeable, untuk menopang ekspansi pasar tersebut. Penguatan komoditas dan pasar domestik merupakan prasyarat yang mesti dipenuhi untuk merebut pasar internasional. Jika tidak, globalisasi akan terus mengimpit produk lokal untuk bisa bersaing di level internasional, paling tidak dalam kancah Asean plus Tiongkok.

Penguatan sektor domestik merupakan harga mutlak yang wajib dilakukan, karena dari situlah pangkal penguatan perekonomian negara dapat diperbaiki. Terlebih lagi, dalam menghadapi era perdagangan bebas yang sernakin intesif ini, produk yang dihasilkan harus memiliki daya saing yang prima, terutama harga dan kualitas yang sesuai segmentasi pasar. Pola ini yang mesti dipahami dan ditangani sejak sekarang.

Merumuskan  Tiga   Strategi
Persaingan dalam bingkai AC-FTA memang telah dimulai, dan semua itu perlu dihadapi dengan segenap kekuataan yang dimiliki. Dalam beberapa aspek, pelaku ekonomi di Tanah Air sudah memegang segepok kartu peluang yang dapat di-manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Sebagai contoh, produsen domestik yang mendapat pesanan perusahaan-perusahaan asing untuk membuat produk, yang kemudian diekspor negara (perusahaan) pemesan dengan menggunakan label mereka.

Hal ini sebenarnya bisa dimanfaatkan celahnya oleh perusahaan domestik, yakni dengan memompa keberanian mengambil resiko. Perusahaan domestik perlu didorong memakai merek sendiri atas produk-produk mereka, sehingga menyumbang nilai tambah yang lebih besar. Di sinilah keberanian perusahaan domestik memperkuat posisi tawar dalam kaitannya menghasilkan produk yang berkualitas. Di samping itu, promosi yang gencar sangat dibutuhkan untuk mengangkat nama produk lokal itu, misalnya melalui pameran produk.

Berkaitan dengan strategi menghadapi persaingan dengan Tiongkok, Kementerian Perdagangan telah merumuskan tiga strategi besar untuk menghadapi AC-FTA. Strategi itu mengusung penguatan daya saing, pengamanan pasar domestik, serta strategi penguatan ekspor. Diferensiasi strategi daya saing mencakup pembenahan infrastruktur dan energi, pemberian insentif, pembangunan kawasan ekonomi khusus, serta pembenahan logistik.

Sementara itu, strategi pengamanan domestik menyangkut peningkatan pengawasan wilayah perbatasan, pengawasan, peredaran barang di pasar lokal, serta promosi penggunaan produk dalam negeri. Di sisi lain, strategi penguatan ekspor dilakukan dengan penguatan peran perwakilan luar negeri, promosi pariwisata, perdagangan, dan investasi. Dari ketiga strategi tersebut, yang cukup banyak mendapatkan sorotan adalah pengawasan peredaran barang di pasar lokal, terutama mengenai mekanisme sistem standardisasi barang yang masuk ke pasar domestik.

Ketiga strategi tersebut merupakan cara ideal yang diharapkan mampu mengatasi persaingan dengan produk asing, terutama Tiongkok yang memang semakin merebak luas di Tanah Air. Kampanye cinta produksi dalam negeri tidak memiliki makna yang berarti bila tidak diimbangi dengan kebijakan lain yang lebih “aktif”.

Di lain pihak, perlindungan konsumen dengan memasarkan produk yang aman digunakan dan dikonsumsi perlu terus didorong, misalnya dengan menuntut produk asing memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Jika hal itu menjadi pertim-bangan utama, produk lokal pun tidak akan kalah dengan produk luar negeri.

Selanjutnya, pemanfaatan teknologi harus terus ditingkatkan, karena berperan penting dalam perbaikan mutu produk dan jaringan pernasaran/distribusi. Jika seluruh proses ini telah dilalui, maka AC-FTA merupakan jembatan yang bagus untuk mempercepat bangsa ini memenangi pertarungan ekonorni di pasar internasional.

Penulis adalah wakil dekan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya sekaligus direktur Indef

Sumber : Investor Daily, Rabu 3 Maret 2010, hal. 4




­