Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Aparat pemantau SNI wajib perlu ditambah

  • Jumat, 16 April 2010
  • 1365 kali

Kliping Berita
   
JAKARTA: Pengawasan terhadap pelaksanaan 58 Standardisasi Nasional Indonesia (SNI) secara wajib mulai tahun ini dinilai sulit berjalan secara optimal, apabila jumlah dan kemampuan teknis aparat tidak segera ditingkatkan.

Ketua Umum Gabungan Asosiasi Pengerjaan Mesin dan Logam Indonesia (Gamma) Ahmad Safiun mengatakan penerapan SNI wajib terhadap 58 produk oleh Kementerian Perindustrian harus diikuti dengan peningkatan kuantitas dan kualitas aparat di bidang tersebut.

"Kalau dihitung-hitung, berapa sih jumlah aparat yang mampu mengawasi peredaran jutaan produk di pasar lokal? Pegawai Kementerian Perdagangan yang mengurusi pengawasan barang beredar saja tak lebih dari 40 orang, padahal SNI wajibnya ada 58 jenis," katanya kemarin.

Menurut Safiun, masalah klasik lain yang kemungkinan muncul dalam menangani produk nonstandar, baik impor maupun produksi dalam negeri, tersebut adalah koordinasi antarinstansi terkait.

"Problem koordinasi ini selalu simpang siur. Kalau ada masalah besar, ujung-ujungnya antarinstansi saling tuding, baik itu Kemenperin, Kemendag, maupun Bea Cukai. Penerapan 58 SNI wajib ini bukan berarti masalah selesai. Pemerintah selalu senang dengan seremoni penerbitan aturan semacam ini," jelasnya.

Dia menilai implementasi sejumlah SNI wajib sejak beberapa tahun terakhir belum mampu membendung serbuan produk nonstandar karena masih ada masalah pemalsuan merek, label, dan produk.

"Kami juga jarang melihat pemerintah memusnahkan produk nonstandar dan ilegal. Produk-produk itu justru bisa bersandingan dengan produk yang ber-SNI. Jika pengawasan ingin optimal, tugas dan fungsi aparat teknisnya harus diperjelas dan personelnya harus ditambah," ujarnya.

Kemenperin segera menetapkan SNI secara wajib untuk 58 produk industri selama tahun ini untuk melindungi industri lokal dari serbuan produk murah dan bermutu rendah.

Oleh Yusuf Waluyo Jati

Sumber :Bisnis Indonesia, Jumat 16 April 2010, hal. i2.
 
 




­