Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

9 Juta tabung gas diuji ulang

  • Selasa, 27 Juli 2010
  • 1500 kali
Kliping Berita
Oleh: Yusuf Waluyo Jati
JAKARTA (Bisnis.com): Pemerintah segera menguji ulang sekitar 9 juta tabung elpiji 3 kg yang belum memiliki logo SNI, menyusul desakan penarikan seluruh produk itu karena diduga tidak sesuai dengan standar.
Untuk memuluskan pengujian ulang itu, Kementerian Perindustrian mengusulkan pembentukan tim pengontrol melalui lembaga independen, seperti PT Surveyor Indonesia dan PT Sucofindo, dengan melibatkan PT Pertamina.
Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka (ILMTA) Kemenperin Ansari Bukhari mengatakan desakan kalangan DPR dan lembaga swadaya masyarakat agar pemerintah menarik 9 juta tabung 3 kg yang belum berlogo SNI tidak diperlukan karena seluruh produk tersebut sebenarnya sudah memenuhi ketentuan SNI.
"Tidak perlu ditarik. Nanti, ada petugas Pertamina yang akan memberikan tanda SNI. Kalau Kemenperin diberikan tugas ini, kami pun siap. Setelah diberi tanda SNI, seluruh produk harus diuji ulang setiap tahun," katanya kemarin.
Menurut dia, penarikan suatu produk yang telah memenuhi spesifikasi SNI justru akan memberikan kesan bahwa produk itu tidak memenuhi standar, sehingga harus dimusnahkan.
Ansari menegaskan pengujian ulang tabung dilakukan setiap tahun, tidak hanya berlaku bagi 9 juta tabung yang telah beredar pertama kali, melainkan bagi sekitar 52 juta tabung yang beredar di masyarakat sejak program konversi energi digulirkan pada 2007.
Seiring dengan upaya pemerintah mempercepat pelaksanaan program konversi energi, jelasnya, pembagian tabung gas 3 kg ke masyarakat ikut dipercepat kendati notifikasi SNI wajib belum diselesaikan di WTO hingga saat ini.
Atas dasar itu, Pertamina mensinyalir sebanyak 9 juta tabung, baik yang diproduksi di dalam negeri maupun impor, belum mendapatkan logo SNI.
Namun, Kemenperin menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 85/M-IND/PER/11/2008 tentang Pemberlakuan SNI terhadap Lima Produk Industri Secara Wajib.
Kelima produk tersebut mencakup tabung baja, kompor gas, katup tabung, selang dan regulator.
Sejumlah kalangan mengecam peraturan itu karena dinilai menjadi celah beredarnya tabung elpiji 3 kg nonstandar.
Menurut Ansari, meskipun tidak terdapat logo SNI di tabung sebelum ataupun sesudah penerbitan Permenperin itu, pemerintah menjamin proses produksinya telah memenuhi ketentuan SNI.

"SNI untuk tabung saja sudah ada sejak 2006. Jadi, produk yang sudah diedarkan itu telah memenuhi spesifikasi teknis SNI. Jika untuk kepentingan nasional yang mendesak, produk yang belum tercantum logo SNI, tetapi sudah memenuhi spesifikasi teknis SNI bisa diedarkan," katanya.
Direktur Industri Logam Ditjen ILMTA Kemenperin I Putu Suryawirawan menambahkan peredaran tabung elpiji 3 kg di masyarakat melalui tender resmi Pertamina dan telah memenuhi spesifikasi teknis, seperti syarat mutu, bahan baku, dan konstruksi.
Dia menjelaskan tabung tersebut memiliki standar daya tahan hidrostatik 110 kg/cm2 untuk tipe 3 kg-15 kg sehingga harus mampu menghadapi tekanan 31 kg/cm2.
Pada tekanan tersebut, tidak boleh ada rembesan air atau kebocoran dan tak boleh terjadi perubahan bentuk.
"Selain itu, tabung-tabung ini sudah menempuh proses uji ketahanan karat," katanya.
Terkait dengan isu masuknya 10 juta unit tabung ilegal, kata Ansari, Kemenperin belum mengetahui kebenarannya.
Dia mengatakan pemerintah telah memiliki instrumen untuk menjaring produk impor itu melalui SNI wajib lima produk tersebut.
Produk impor itu harus dimusnahkan atau direekspor, sebab yang boleh mengimpor hanya Pertamina melalui mekanisme yang telah disepakati seluruh stakeholder.
Diuji setiap tahun Mengenai desakan pencabutan Permenperin No. 85/2008 itu, Ansari menilai tidak diperlukan karena Permenperin itu telah mengatur bahwa pengujian ulang tabung elpiji dilakukan setiap setahun sekali dan selambat-lambatnya pada 1 Juli 2018.
"Menurut aturan itu, tabung yang sudah diuji ulang [dan diberi logo SNI] akan diuji ulang lagi setahun sekali, sementara tabung yang ketahuan tidak lulus uji akan dimusnahkan. Peraturan ini saya rasa masih sangat relevan," katanya.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Djaelani Sutomo mengatakan Permenperin No.85/2008 dibutuhkan Pertamina untuk memastikan pelaksanaan program konversi minyak tanah ke elpiji berjalan sesuai dengan target.
"Permen tersebut menjadi payung bagi peredaran sekitar 9 juta tabung layak pakai yang belum mengacu pada aturan SNI wajib yang baru berlaku pada 2008," ujarnya.
Dia mengatakan pada 2006, Pertamina menggunakan spesifikasi atas dasar rujukan internasional, yaitu Australia dan Asia, untuk memproduksi tabung.
Adapun, untuk produksi tabung 2007 karena SNI belum juga ditetapkan, Pertamina meminta surat keputusan Kemenperin untuk memastikan program dapat berjalan.
"Untuk 2007, karena SNI belum ada, kami minta ada SK Menteri Perindustrian supaya konversi jalan. SNI baru terbit pada 2008," jelasnya.
Dalam rapat DPR beberapa waktu lalu, sempat mengemuka permintaan agar pemerintah mencabut Permenperin No.85/2008 yang dinilai menjadi celah bagi tindak ilegal vendor nakal. Namun, usulan itu digugurkan dengan alasan DPR dan pemangku kepentingan terkait perlu mendengarkan alasan munculnya Permenperin tersebut.
Anggota Komisi VII DPR Fraksi Partai Demokrat Sutan Batoeghana mengatakan tabung non-SNI yang dinyatakan layak pakai tersebut kini melebur dengan tabung-tabung yang diduga nonstandar yang muncul pascapemberlakuan SNI wajib.
Sutan juga mengingatkan pemerintah dan kepolisian untuk tidak lengah dengan adanya sinyalemen 10 juta tabung impor nonstandar yang siap edar di Indonesia.
Pengawasan di pelabuhan Menanggapi sinyalemen tersebut, Sekretaris Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Bobby R. Mamahit mengatakan administrator pelabuhan (Adpel) dan Ditjen Bea dan Cukai telah memperketat pengawasan di seluruh pelabuhan utama.
Namun, menurut dia, tabung non-SNI itu kecil kemungkinan masuk melalui pelabuhan utama, tetapi lebih berpotensi lolos lewat pelabuhan kecil.
"Di pelabuhan utama seperti di Tanjung Priok dan Tanjung Perak sudah dilakukan pengetatan pengawasan. Logika saya, kalau pun ada produk yang SNI, itu masuk lewat pelabuhan kecil. Saya tidak punya datanya, tetapi logikanya begitu," katanya.
Dia mengatakan kewenangan pengawasan barang yang masuk atau keluar berada di tangan Ditjen Bea dan Cukai, sementara dukungan secara umum diberikan oleh Adpel.
"Sejak dulu sudah diinstruksikan untuk melakukan pengawasan ketat, dan Adpel mendukung penuh Bea dan Cukai," kata Bobby.
Sumber Bisnis di Ditjen Bea dan Cukai mengungkapkan pada 2008-2009, tercatat 93 kali impor tabung elpiji 3 kg dan hampir 95% diimpor oleh Pertamina.
"Sekitar  90% tabung berasal dari China, sisanya dari India dan Thailand," katanya tanpa menyebutkan jumlah tabung yang diimpor saat itu.
Dia mengatakan selama ada izin impor dari instansi terkait, Bea Cukai akan melayani dan menerbitkan persetujuan impor produk tersebut dari pelabuhan, meskipun peraturan terkait dengan impor tabung elpiji impor sangat ketat.

"Impor tabung gas ditetapkan oleh Kemenperin dan wajib SNI. ?Prosedurnya Kemenperin menunjuk lembaga surveyor [LS Pro] untuk melaksanakan pengecekan teknis kelayakan barangnya. Infonya, LS Pro ke China untuk mengecek tabung yang akan diimpor," kata sumber itu.
Setelah mendapat lampu hijau, LS Pro menerbitkan SPTP SNI-yang menyatakan produk sesuai dengan standar-untuk setiap transaksi perdagangan per pengiriman barang.
Lalu Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan menerbitkan surat pendaftaran barang untuk setiap pengiriman barang tersebut.
"Bea Cukai hanya akan mengecek apakah impor tabung itu sudah mengantongi SPB dan SPTP SNI," ujarnya. (ray/raf/hl/wiw/nn)
Sumber : Bisnis Indonesia, Selasa 27 Juli 2010 Hal. 1



­