Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Tabung non-SNI diinvestigasi

  • Rabu, 28 Juli 2010
  • 1360 kali
Kliping Berita

Penarikan 45 juta tabung gas 3 kg bias rugikan negara triliunan rupiah


Oleh: Yusuf Waluyo Jati & Hery Lazuardi

JAKARTA (Bisnis.com): Panitia kerja (panja) Komisi VII DPR segera menyelidiki peredaran tabung gas elpiji 3 kg dan aksesorinya yang tidak berlabel SNI (Standar Nasional Indonesia), termasuk investigasi terhadap produsen dan oknum terkait.

Anggota Komisi VII DPR Bobby Adhitya Rizaldi mengatakan panja yang telah disepakati pembentukannya pada 22 Juli itu akan membahas tiga permasalahan krusial terkait dengan program konversi energi dari minyak tanah ke elpiji.

Pertama, ungkapnya, panja akan menyelidiki alokasi dan distribusi tabung gas 3 kg dan aksesorinya, guna menyetahui jumlah yang beredar di masyarakat, baik yang diedarkan Pertamina ataupun non-Pertamina.

"Ini terkait dengan besaran subsidi yang diberikan untuk tabung yang diedarkan oleh pemerintah," ujarnya kepada Bisnis tadi malam.

Kedua, menginvestigasi dan penarikan tabung gas 3 kg dan aksesori yang tidak berlabel SNI, termasuk investigasi produsen dan oknum terkait.

"Ini untuk menjamin keamanan penggunaannya oleh masyarakat yang juga dilindungi oleh UU Perlindungan Konsumen."

Ketiga, menginvestigasi, memerintahkan penarikan dan pembatalan produk tabung dan aksesori yang berlabel SNI tetapi tidak sesuai dengan spesifikasi.

Bobby mengutip pernyataan Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) yang mengungkapkan bahwa selang PVC walaupun mendapatkan SNI tetapi tidak sesuai dengan spesifikasi, yaitu selang berbahan dasar karet.

"Lapisan baja tabung juga banyak yang tidak sesuai dengan spesifikasi tetapi mendapat SNI. Investigasi lebih dalam terhadap LS Pro-Pustan [Lembaga Sertifikasi Produk Pusat Standardisasi Kementerian Perindustrian] dan produsen," ujarnya.

Menurut Bobby, pemerintah sebenarnya telah membentuk tim penanggulangan ledakan tabung 3 kg yang dipimpin oleh Menko Kesejahteraan Agung Laksono.

Namun, tuturnya, tim itu perlu mengidentifikasi secara jelas penyebab ledakan, sehingga tidak salah dalam mengoordinasikan pengambilan kebijakan untuk penanggulangan masalah tersebut.

"Hasil Puslabfor Polri menyebutkan tidak ada bukti bahwa tabung penyebabnya, sehingga rencana penarikan 45 juta tabung yang sudah beredar merupakan keputusan yang salah dan bisa merugikan negara triliunan rupiah," kata Bobby.

Dia mengatakan hasil panja dan tim penanggulangan diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas, sehingga pemerintah dapat mengambil kebijakan yang benar untuk melindungi masyarakat.

"Program konversi energi telah menghemat Rp10 juta kiloliter minyak tanah bersubsidi dan nanti dapat disimpulkan apakah sebanding dengan gejolak keresahan masyarakat saat ini," ujarnya.

Saling tuding

Anggota Komisi VI DPR Aria Bima menilai pemerintah terkesan saling tuding dan lempar tanggung jawab terhadap kisruh tabung gas 3 kg, tetapi sangat minim penyelesaian.

"Kerja pemerintah sangat buruk dari sisi koordinasi dan aksi. Peran DPR juga lemah karena menyelesaikan persoalan ini melalui panja [panitia kerja] komisi. Mana mau instansi lain di luar Kementerian ESDM yang nurut kalau dipanggil Komisi VII," katanya.

Untuk menekan pemerintah supaya berkoordinasi dan bertindak optimal, dia mengusulkan agar DPR membentuk tim pengawas program konversi tersebut. Tim tersebut terdiri dari sejumlah komisi yang berhubungan langsung dengan program konversi.

"Tim ini terdiri dari Komisi VI, VII, XI [anggaran], dan II, sehingga otomatis pimpinan tertinggi dewan juga terlibat. Dengan membentuk tim pengawas, sejumlah kementerian bisa kami awasi kinerjanya. Karena itu, ini butuh dukungan dana APBN," ujarnya.

Selama program berjalan, lanjutnya, pemerintah mengabaikan keselamatan rakyat, padahal tujuan dibentuknya negara adalah untuk melindungi warganya.

"Namun, kalau urusan dengan rakyat, pemerintah pelit mengucurkan anggaran. Program konversi ini sebenarnya bukan kemauan rakyat, tetapi mereka dipaksa," jelasnya.

Salah satu tugas tim pengawas yang terpenting, paparnya, adalah mengoordinasikan Kementerian Dalam Negeri agar pengawasan kualitas tabung 3 kg hingga tingkat RT berjalan maksimal.

Menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Evita Herawati Legowo, hingga kini pihaknya tetap melakukan pengecekan langsung ke lapangan terkait dengan penggunaan program konversi minyak tanah ke elpiji 3 kg.

"Kami terus melakukan pengecekan ke lapangan apa yang terjadi, penyebabnya apa, tetapi kami tidak bisa teriak-teriak ke semua orang. Sebetulnya yang kita lakukan sekarang adalah meningkatkan sosialisasi."

Bahkan, kata Evita, untuk pengecekan penyebab kecelakaan elpiji yang terjadi secara kasus per kasus.

Namun, dia tidak menepis adanya kecenderungan terjadinya peningkatan jumlah tabung yang valve-nya rusak yang disebabkan pengoplosan.

Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka (ILMTA) Kementerian Perindustrian Ansari Bukhari menegaskan pihaknya tidak akan menyetop izin usaha baru di industri tabung elpiji 3 kg.

Apalagi, memasukkan sektor ini ke dalam daftar negatif investasi (DNI).

Dia yakin teknologi di industri tabung elpiji akan jauh berkembang, sehingga merangsang pertumbuhan pasar baru dalam beberapa tahun ke depan.

Selain mengawasi produk pendukung program yakni tabung, kompor, selang, katup dan regulator, Kemenperin memiliki kewenangan khusus memberikan izin investasi industri dan spesifikasi material produk tabung 3 kg.

"Sampai saat ini, tidak ada rencana Kemenperin memasukkan industri tabung elpiji 3 kg ke dalam DNI jika pertimbangannya hanya permintaan yang berkurang. Syarat memasukkan industri ke dalam DNI itu berkaitan dengan banyak faktor. Tak hanya pasar. Lebih baik, bagaimana kita mendorong untuk secepatnya mencari peluang pasar ekspor daripada melakukan proteksi," katanya.

Menurut dia, potensi pasar tabung elpiji 3 kg beberapa tahun pascakonversi akan tetap besar atau menyentuh sekitar 100 juta unit. Karena itu, keberadaan industri tabung baja tetap diperlukan.

"Apalagi, jika umur tabung dipatok maksimal 5 tahun harus diganti, berarti ada kebutuhan sekitar 20 juta unit tabung baru per tahun. Belum lagi termasuk reparasi dan penggantian komponen asesoris tabung. Industri ini akan tetap hidup. Peluang ekspor pun masih terbuka," katanya. (nti/wiw)

Sumber : Bisnis Indonesia, Rabu 28 Juli 2010, hal. 1.




­